Part 27

301 50 4
                                    

💎Happy reading💎

Bagas menyipitkan matanya dan bersedekap di depan Gevan. "Sensi amat, sih, Bos," kata Bagas kesal karena mendapat jawaban yang tidak mengenakkan dari Gevan.

Gevan kembali ke kelas dengan wajah kesalnya dan mengabaikan Bagas. Sementara Bagas berjalan di belakang Gevan dengan gaya sok cool-nya.

Ternyata penderitaan Gevan tak hanya sampai di situ saja, ketika jam istirahat kali ini pun banyak siswi-siswi yang menguji kesabaran Gevan. Seperti saat ini, niatnya ingin ke kantin, Gevan malah harus terdiam di kelasnya. Bagaimana tidak, baru saja bel istirahat berbunyi, kelas Gevan sudah ricuh didatangi beberapa siswi dari kelas lain. Tidak hanya itu, siswi-siswi itu terus mengerumuni Gevan yang sepertinya hampir mati karena sesak, lebih parahnya lagi teman-teman Gevan pun membiarkan Gevan dalam lingkaran siswi-siswi itu dan pergi ke kantin tanpa rasa bersalahnya. Padahal apa yang dirasakan Gevan saat ini adalah ulah mereka.

"Kalian ngapain, sih ngerumunin gue gini?!" tanya Gevan kesal.

"Katanya kamu udah putus ya sama Debi? Enggak ada niatan gitu buat cari pacar lagi?" tanya Raya yang terlihat paling terang-terangan di antara siswi-siswi yang mendekati Gevan.

"Apaan, sih?! Minggir enggak kalian!" sentak Gevan kasar.

Bukannya malah takut, siswi-siswi itu malah menjerit histeris ketika Gevan menatap mereka tajam. Sepertinya wajah marah Gevan tidak ada seram-seramnya di mata siswi-siswi ini, wajah marah Gevan justru membuat mereka menjerit histeris bukan karena takut, tapi karena puas melihat wajah tampan Gevan yang memerah menahan amarah.

Gevan menarik napasnya dalam-dalam, kemudian kembali duduk di kursinya yang baru saja ingin dia tinggalkan. Gevan membiarkan siswi-siswi itu mengerumuninya. Siswi-siswi itu terus bertanya banyak hal kepada Gevan yang hanya dibalas dengan decisan saja oleh Gevan.

Bahkan ketika pulang sekolah ada seorang siswi yang Gevan tahu namanya adalah Clara mengikutinya sampai ke rumah. Gevan berpikir apakan perempuan-perempuan jaman sekarang punya nyali sebesar ini? Sampai berani mendatangi rumah Gevan dan hampir saja masuk.

"Gevan! Aku mau masuk," mohon Clara di depan pagar rumah Gevan.

"Lo punya rumah sendiri 'kan? Lo pulang sana!" sentak Gevan sambil menahan gagang pagar rumahnya agar Clara tidak bisa membukanya.

Posisi Gevan masih berada di luar pagar dan Clara terus berusaha membuka pagar rumah Gevan yang terus saja Gevan tahan. Gadis ini mungkin memang sudah agak gila, sampai berani mengikuti Gevan sampai ke rumah.

"Aku cuma mau liat-liat doang, Van," kata Clara sambil bergelayut di lengan kanan Gevan.

"Lepasin! Lo pikir tangan gue satu untuk semua apa? Tangan ini cuma buat orang-orang khusus!" sentak Gevan sambil berusaha melepas tangan Clara yang memeluk lengannya.

"Aku akan lepasin tangan kamu dengan satu syarat," kata Clara sumringah.

"Apa? Coba aja kalau syaratnya macam-macam."

"Biarin aku masuk!"

"Enak aja. Enggak ... enggak bisa. Lepasin tangan gue sekarang! Lo kenapa, sih?!" omel Gevan sambil berusaha melepas tangannya dari Clara.

Dalam hati Gevan terus merutuki gadis aneh di hadapannya. Sebenarnya mudah saja bagi Gevan menyentak keras tangannya dari Clara, tapi Gevan menahannyan karena takut kalau-kalau dirinya tanpa sengaja melukai anak gadis orang.

"Enggak mau."

"CLARA! LO MAU LIAT GUE MARAH?! GUE BISA AJA TIBA-TIBA KASAR SAMA LO. LO MAU LIAT GUE NGAMUK?!" teriak Gevan berapi-api, dada Gevan sudah naik-turun menahan amarah.

Unconditional Love [Complete]Where stories live. Discover now