Part 19

302 50 6
                                    

💎Happy reading💎

Setelah asyik memutari sekolah hampir 15 menit, akhirnya Debi dan Gevan menemukan Fabio di perpustakaan. Sepertinya Fabio ini tipikal orang yang suka belajar.

"Gue udah nyariin lo dari tadi," kata Debi sambil duduk di kursi samping Fabio yang kosong.

"Emang mau ngapain?" tanya Fabio menghentikan aksinya membaca buku tebal di tangannya.

"Ntar pulang sekolah, lo datang ke rumah gue. Gishela enggak mau makan," kata Debi dengan nada dingin.

"Loh? Gishela kenapa sampe mogok makan begitu?"

"Enggak usah banyak tanya bisa enggak? Pokoknya lo datang aja ke rumah gue nanti pulang sekolah!" Debi berdiri dari duduknya dan menyeret tangan Gevan yang berdiri di sampingnya tanpa mendengar jawaban Fabio terlebih dahulu. Gevan pun begitu, hanya bisa mengikuti Debi saja ke mana pun Debi menyeretnya. Gevan sudah seperti babu saja jika berada di dekat Debi.

****

Setelah sekian lama berkutat dengan pelajaran, akhirnya jam pulang yang ditunggu-tunggu semua siswa akhirnya datang juga, perasaan legah langsung menghampiri Debi yang sudah lelah dengan hitung-hitungan
dari pagi, ditambah lagi pikirannya yang pusing memikirkan Gishela.

Debi keluar dari kelasnya dengan perasan yang sudah tidak bisa digambarkan lagi saking legahnya.

"Hai, Baby!" sapa Gevan yang ternyata sudah menunggu Debi di depan kelas seperti biasa.

Rasanya Debi ingin bertanya, kenapa Gevan selalu lebih dulu keluar daripada dia. Apakah kelas Gevan merupakan kelas yang cepat keluar istirahat dan pulang? Tapi itu semua tentu tidak mungkin karena pasti semua kelas diistirahatkan dan dipulangkan dengan waktu yang bersamaan. Sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan, Gevan 'kan memang ajaib.

"Cieee ... pacar kamu so sweet banget, sih, Bi. Aku liat dia sering nungguin kamu di depan pintu kelas," ujar Raya, teman sekelas Debi yang baru saja ke luar kelas.

"Dia bukan pacar gue kali. Dia sopir pribadi gue, ya iyalah harus jemput gue tepat waktu ... kalau enggak, ya dipecat," bantah Debi tanpa mempedulikan tatapan tajam dari Gevan.

"Masa supir ganteng gitu? Jadi kalian enggak pacaran? Aku kira kalian pacaran loh ...."

"Ya enggaklah," selah Debi cepat.

"Kalau kalian enggak pacaran, boleh, dong supirnya buat aku aja," kata Raya sambil menatap Gevan dengan tatapan genitnya.

"Enak aja," sambar Debi kesal, kemudian menarik tangan Gevan dan sesegera mungkin membawanya ke parkiran.

Debi tidak tahu alasan dia menjadi kesal akan perkataan Raya tadi. Apa salahnya Raya berkata begitu. Bukannya Debi tidak mempunyai rasa apa-apa sama Gevan? Lalu kenapa harus kesal mendengar penuturan Raya. Kalau tidak di sekolah, mungkin Debi sudah kehilangan kendali dan menjadikan Raya samsak dan memukulnya sepuas hati. Rasanya benar-benar menyebalkan ketika mendengar Raya berujar seperti itu.

"Cemburu ya, By?" tanya Gevan yang berhenti di depan motornya. Gevan menggigit bibir bawahnya saking senangnya.

Debi menatap jengah ke arah Gevan, kemudian mengibas-ngibaskan tangan kirinya. "Bibir bawah lo jangan digigit. Luka di bibir itu sakit loh ... mau coba rasain?"

Tanpa aba-aba, tangan yang tadi dikibas-kibaskannya yang sekarang sudah berubah menjadi sebuah tinju padat itu pun langsung Debi ayunkan ke bibir Gevan yang tersenyum jahil ke arah Debi. Rasanya tangan Debi begitu gatal ingin meninju wajah menyebalkan ala Gevan.

Unconditional Love [Complete]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu