Part 09

453 67 14
                                    

💎Happy reading💎

"Kamu saya hukum!" kata Pak Reza sedikit membentak dengan mata menatap tajam ke arah Bagas yang terlihat sudah tak berkutik di tempatnya.

"Ta--tapi, Pak, saya 'kan---"

"Enggak ada tapi-tapian. Sekarang kamu hormat ke bendera sampai jam istirahat selesai! Saya bisa pantau kamu dari sini. Mengerti?!" bentak Pak Reza kepada Bagas sambil menunjuk lapangan upacara yang mulai terik tertimpa sinar Matahari pagi.

"Me--mengerti, Pak," jawab Bagas dengan nada suara melemah.

Bagas berjalan ke lapangan dengan langkah gontai. Kelas X IPS V juga tepat menghadap ke lapangan, membuat Bagas tidak punya kesempatan untuk tidak melaksanakan hukumannya. Bisa-bisa Bagas mendapat hukuman tambahan yang lebih berat jika tidak hormat ke bendera.

Bagas terus mengutuki Gevan sambil hormat ke bendera. Lebih baik Bagas menerima amukan Gevan tadi, daripada harus hormat ke bendera selama beberapa jam, dan lagi, banyak siswa-siswi yang berlalu lalang di lapangan hanya sekedar bolak-balik. Sepertinya mereka sengaja meminta izin agar bisa sebentar saja menghirup udara segar, membuat Bagas benar-benar merasa malu kali ini. Jika bagi siswa-siswi yang mengikuti pelajaran di kelas ingin segera keluar, berbeda dengan Bagas yang ingin segera masuk ke kelas hanya untuk beristirahat. Banyak siswi-siswi cantik yang melihat ke arah Bagas dengan tatapan mengejek dan tertawa. Ingin rasanya Bagas menyembunyikan wajah tampannya dengan tas atau apa saja yang bisa menutupi wajahnya saking malunya Bagas dilihatin siswi-siswi yang berlalu lalang.

Setelah jam istirahat datang menyapa, Bagas menarik napas legah, diturunkannya tangan yang sedari tadi terangkat untuk hormat ke bendera. Rasa pegal dan haus sudah menyeruak sedari tadi. Kini yang ada dalam pikiran Bagas hanya kantin, kantin, dan kantin saja. Membeli minuman segar dengan campuran sedikit es batu tentu sangat Bagas inginkan saat ini.

Bagas berlari ke kantin dengan sisa-sisa kekuatan yang masih ada. Bisa terlihat jelas oleh sudut matanya, Pak Reza tersenyum puas ke arahnya. Masa bodoh dengan Pak Reza, Bagas lebih memilih ke kantin dan segera memesan minuman dingin yang akan menghilangkan dahaganya.

Tengah asyik-asyiknya Bagas meminum es teh manis yang dipesannya, tiba-tiba ketiga teman bangsatnya datang, yakni Gevan, Rion, dan Rayan yang terlihat sedang tertawa lepas. Entah apa yang sedang mereka tertawakan saat ini.

"Eh, Bagan! Udah di kantin aja nih," sapa Gevan, lalu mereka bertiga duduk di dekat Bagas.

"Gara-gara lo, nih ... gue jadi kena hukum!" bentak Bagas sambil menunjuk-nunjuk Gevan dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya tengah asyik memutar-mutar sedotan es teh manisnya.

Gevan menepis telunjuk Bagas dengan kasar. "Kenapa jadi salah gue?!"

"Ya iyalah. Karena gue manggil Rion dengan kencang dan membuka pintu kelas Rion dengan kencang juga, jadinya gue kena marah sama gurunya."

"Terus ... salah gue di mana? 'Kan lo sendiri yang teriak-teriak enggak jelas di depan kelas orang. Kenapa jadi salah gue coba?" elak Gevan yang tak mau disalahkan.

"Mana gurunya galak banget lagi," cerocos Bagas sambil membayangkan wajah berkumis tebal milik Pak Reza.

"Hahaha ... Pak Reza 'kan emang gitu," kata Gevan sambil tertawa renyah.

"Eitttss! Tunggu-tunggu ... gue 'kan enggak bilang sama lo kalau nama guru itu Pak Reza. Kenapa lo tiba-tiba bilang kalau nama gurunya Pak Reza? Gue aja enggak tau nama guru yang ngehukum gue tadi," selidik Bagas menatap lamat ke arah Gevan. Panggilan 'Bos' yang selalu dia berikan kepada Gevan, kini sudah tidak dipakainya lagi.

Unconditional Love [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang