Part 22

317 51 2
                                    

💎Happy reading💎


"Ini jalan pintas," balas Gevan sambil terus fokus melihat jalan.

"Masa, sih? Lo enggak ada niatan buat nyulik gue 'kan?" tanya Debi penuh selidik.

"Ya elah, Baby ... ya kali ada cowok nyulik ceweknya. Ada-ada aja." Gevan terkekeh, merasa geli dengan pertanyaan konyol Debi.

Debi hanya diam dan memandangi dengan seksama jalanan yang kini dia lalui. Sepertinya dulu Debi pernah ke sini, tapi Debi tidak begitu ingat karena sudah lama juga dia tidak menginjakkan kakinya di Jakarta. Terhitung semenjak ibunya meninggal dan ayahnya membawa Debi pulang ke kampung halamannya, yaitu di Padang. Tempat di mana selama ini Debi mencari ilmu. Hingga pada akhirnya Alin memutuskan untuk menyekolahkan Debi di Jakarta maka Debi kembali menginjakkan kaki di Jakarta lagi setelah sepuluh tahun.

"Enggak mau turun, nih?" tanya Gevan yang kini sudah berdiri di samping mobilnya dan juga sudah membukakan pintu untuk Debi.

Debi terkesiap. Bisa-bisanya dia terbengong di saat perjalaan. Debi mengamati lamat-lamat di sekelilingnya. Ini bukanlah rumahnya, melainkan sebuah sungai yang bahkan Debi tidak tahu itu sungai apa.

"Eh? Benar 'kan, lo mau nyulik gue, ya?" tanya Debi ketika sudah keluar dari mobil.

"Terserah kamu mau nganggap aku melakukan penculikan atau apalah itu. Yang penting sekarang kita udah di sini," jawab Gevan sekenanya.

Gevan berjalan mendekati sungai dengan secercah senyum terpatri di wajah tampannya. Debi sedikit kesal karena Gevan mengajaknya ke suatu tempat tanpa persetujuan Debi terlebih dahulu. Tapi, pemandangan di depan matanya cukup membuat Debi urung untuk marah kepada Gevan.

"Waktu kecil aku sering ke sini sama papa," kata Gevan dan duduk di sebuah batu besar yang ada di tepi sungai itu.

"Curhat lo?" tanya Debi sedikit judes.

Debi mendudukkan pantatnya di samping Gevan. Air sungai yang jernih membuat hati Debi yang awalnya kesal berubah menjadi lebih adem, seadem air sungai yang mengalir di hadapannya.

Gevan tertawa lewat hidung. "Tapi aku benar-benar kangen tempat ini. Semenjak perusahaan papa aku semakin besar dan udah memiliki banyak cabang, papa sebagai CEO di perusahaan utama jadi sibuk banget. Sampai enggak ada waktu lagi buat anaknya," kata Gevan. Wajah yang awalnya terlihat cerah, kini berubah menjadi sedikit sendu.

"Udahlah! Lo ke sini bukan buat mengingat kesedihan 'kan? Jadi lupain aja semuanya. Lagian papa lo kerja juga buat lo 'kan?" kata Debi sambil menepuk-nepuk pundak Gevan, berharap dengan begitu Gevan bisa sedikit melupakan kesedihannya. Debi tahu pasti rasanya diabaikan itu seperti apa.

"Aku tau kok."

"Boleh rasain airnya enggak, sih?" tanya Debi mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Jujur saja, Debi merasa sedikit risih jika berkata dengan serius seperti itu dengan Gevan. Mengingat selama ini mereka sering bertengkar hanya gara-gara masalah sepeleh.

Gevan menganggukkan kepalanya. Sedetik kemudian dia turun dari atas batu dan menyentuh air di tepian sungai. Debi mengikuti tingkah Gevan dan juga menyentuh air sungai yang terasa begitu sejuk.

Andai saja Debi sekarang tengah memakai pakaian santai. Sudah dipastikan Debi masuk ke dalam sungai untuk merasakan kesejukan air sungai itu. Dari tepi saja Debi bisa merasakan betapa sejuknya air sungai di hadapannya. Dulu waktu di Padang, Debi juga suka main di sungai dan mandi di sana, kadang kalanya Debi juga memancing ikan di sungai. Mengitat itu semua membuat Debi merindukan suasana kota Padang yang jauh lebih tenang dari hiruk-pikuk Ibu Kota.

Unconditional Love [Complete]Where stories live. Discover now