Part 07

524 88 19
                                    

💎Happy reading💎

Gevan menganggukkan kepalanya ketika mendengar jawaban dari Debi. Sebenarnya Gevan tahu kalau Debi merasa tidak nyaman berada di dekatnya dan teman-temannya. Tetapi, Gevan hanya ingin lebih dekat saja dengan Debi, walau cara yang dilakukannya itu salah.

"Oke! Jus jeruk dua buah!" titah Gevan.

Akhirnya Rion dan Rayan juga menyebutkan pesanan mereka. Tanpa berlama-lama, Bagas pergi memesan makanan dan minuman untuknya dan untuk teman-temannya.

Setelah agak lama berbincang-bincang sambil menikmati makanan dan minuman di depan mereka, Debi sudah merasa tak tahan lagi. Seketika yang ada dalam pikirannya adalah, bagaimana Gevan bisa mengantarnya pulang. Bahkan Debi saja tidak tahu jalan ke rumahnya, apalagi Gevan, dan lagi, sekarang sudah mulai sore, apa Gevan ingin menculiknya? Kenapa Debi mau-mau saja pergi dengan Gevan tadinya. Tanpa berpikir jauh ke depan terlebih dahulu. Sekarang Debi mulai kepikiran bagaimana caranya dia pulang.

"Gue mau pulang," kata Debi kepada Gevan tiba-tiba.

"Eh, kok---"

Debi menatap tajam ke arah Gevan yang seperti ingin menolak permintaannya untuk segera pulang.

"Oke ... gue cabut duluan, ya, Guys! Bidadari gue udah mau pulang," pamit Gevan kepada teman-temannya.

"Hati-hati, Bos!" ujar Rayan memperingati.

Gevan menganggukkan kepalanya. "Sekalian, dua jus jeruk tadi lo yang bayar, ya, Yon. Rion yang katanya puasa, tapi malah makan. Lo harus bayarin minuman gue, itu hukuman buat lo karena lo udah bohong sama gue," ujar Gevan, lalu menarik tangan Debi untuk segera pergi keluar.

"EH? BOS, KOK GUE LAGI, SIH YANG BAYAR?!" teriak Rion yang tak terima jika uang jajannya harus kembali dikorbankannya untuk Gevan yang selalu seenak jidatnya saja.

Gevan tidak menghiraukan teriakan Rion, dia terus berjalan keluar dengan menggiring Debi yang sudah seperti boneka saja sedari tadi, tanpa banyak bicara.

Gevan melajukan motornya ketika Debi sudah bertengger di jok belakang motornya itu. Secepat mungkin Gevan melajukan motornya, membelah jalanan Ibu Kota yang selalu saja macet.

Tepat jam 16.00 WIB, Gevan sudah sampai di depan rumah Gishela yang juga ditempati Debi saat ini. Lagi-lagi Debi membelalakkan matanya. Hal pertama yang terlintas di otak Debi adalah, darimana Gevan tahu rumah ini? Apa Gevan benar-benar seorang yang memiliki ilmu gaib? Hingga bisa mengetahui sampai ke rumah yang ditempati Debi. Tetapi, itu semua tentu tidak benar adanya.

"Tau dari mana lo kalau gue tinggal di sini?" tanya Debi ketika dia sudah turun dari motor Gevan.

"Gevan gitu loh. Apa, sih yang enggak gue tau tentang lo," ujar Gevan bangga.

Debi memutar bola matanya malas. Laki-laki di depannya ini benar-benar ajaib. Bisa-bisanya Gevan banyak tahu tentang Debi yang bahkan baru dikenalinya kemaren. Mungkin Gevan memiliki seseorang yang bisa mencari dan mengumpulkan informasi apapun dengan cepat.

Masa bodoh dengan Gevan, Debi lebih memilih buru-buru masuk ke rumahnya tanpa mengatakan terima kasih terlebih dahulu kepada Gevan yang sudah mengantarnya ke rumah dengan selamat.

"Bi!" panggil Gevan.

Debi menghentikan langkahnya dan memutar kepalanya ke belakang.

"Apa?!"

"Mmmm ... itu ... gue suka sama lo, Bi. Gue juga enggak ngerti kenapa tiba-tiba gue bisa suka sama lo, padahal kita baru kenal. Kayaknya ini, deh yang namanya cinta pada pandangan pertama," kata Gevan dengan satu tarikan napas.

Unconditional Love [Complete]Where stories live. Discover now