(new) Series - Mia is Mine! EP#4 - Lucha is Mad

124 8 7
                                    

BERTEMU denganmu adalah sebuah bencana.

Aku masih ingat pertemuan pertama kami. Saat itu di penandatanganan kontrak. Mata cokelatnya yang hangat, wajahnya yang sempurna, pribadinya yang ceria. Siapa yang tidak jatuh cinta padanya?

Bertemu dengan Marc adalah sebuah keajaiban yang pernah terjadi dalam hidupku. Jika tidak pernah bertemu dengannya, aku tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya hidup. Karena apa yang lebih hidup lagi selain benar-benar dekat dengan mati?

Setiap dia akan pergi balapan, aku harus menyiapkan mentalku, berdoa mati-matian berharap dia selamat. Dan meskipun setelah menang dia melupakanku, lama-kelamaan aku tidak keberatan dengan itu. Karena hanya dengan melihat senyumnya saja, itu sudah membuatku bahagia.

Aku telah mengambil risiko di hari pertama kami bertemu, hari di mana aku langsung jatuh cinta padanya. Ketika dia mengajakku membonceng motor balapnya dan kami melaju di kecepatan 250km/jam, dia menunjukkan padaku apa taruhannya menjalani hubungan dengannya. Dan aku, bahkan sampai sekarang, sama sekali tidak menyesal.

Meski itu telah bertahun-tahun berlalu, setiap menatap matanya, mencium bibirnya yang lembut dan berada di pelukannya, hatiku masih meledak-ledak, sama hebatnya. Dia adalah semua mimpi-mimpi yang kuinginkan, semua doa-doa yang kupanjatkan selama ini agar mampu mengusir kesepianku. Dan, meskipun kini nyatanya, telah bersamanya aku masih mendapatkan mimpi buruk itu, tetapi disebut sebagai miliknya, adalah karunia terbesar yang pernah kumiliki.

Pria itu kini berdiri di depanku dengan kemarahan yang tersembunyi. Rahangnya mengeras menciptakan garis-garis yang nyata di wajahnya yang sedikit belepotan oli.

"Seharusnya aku masuk diam-diam lewat garasi supaya tidak mengganggu kalian ya? Aku hanya mau mengambil oli." Dia berjalan melewatiku.

"Dasar kau berengsek, Marc!"

Marc berhenti. Dia menolehku. Lucha masih duduk di sofa, bingung dan takut.

"Masuklah ke kamar Lucha," perintah Marc. Lucha menurut.

Setelah Lucha pergi, Marc menatapku lagi.

"Apa kau bilang tadi?"

"Menurutmu apa?" tantangku.

"Kau keterlaluan, Mia. Aku melakukan segalanya untukmu, tapi kau terus-terusan menjalin hubungan dengannya meski kau tahu dia akan menikah!"

"Kau sudah tahu?"

"Aku membaca undangannya dan aku tahu kalian berkomunikasi lagi," kata Marc.

"Sebab itukah kau mendiamkanku semalam?"

"Menurutmu?"

"Dia membantuku," kataku.

"Tentu saja. Itu karena aku tidak bisa ada di sampingmu, kau dengan mudah mengundangnya."

Aku mendesah keras. "Kami tidak berkomunikasi lagi. Kami hanya tidak sengaja bertemu di rumah sakit!"

"Ya. Ya. Tentu saja," sahutnya sambil lalu. Dia menuju garasi, bahkan sama sekali tidak menanyakan hasil tesnya.

Aku membeku berdiri seperti orang bodoh. Dia kembali lagi dengan sekaleng oli di tangannya. Tidak mengatakan apa-apa padaku dia berjalan ke pintu.

"Aku akan berkemas," kataku.

Dia membalikan tubuh, terdiam.

"Aku tidak tahu kapan aku kembali."

"Seperti baru yang pertama kali saja!" Marc meneruskan perjalanannya lalu membanting pintu.

Aku menggendong Naya, naik ke lantai atas lalu meletakkannya di kasur. Sambil menangis lagi, aku mengemas pakaian kami. Aku menuju kamar Lucha dan menggedor pintunya karena dikunci.

Mia is Mine! [Marc Marquez] Fan Fiction (DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang