(new) Series - Mia is Mine! EP#7 - withered flower

139 8 7
                                    

SEIRING berlalunya waktu, matahari mulai kehilangan kehangatannya dan bayang-bayang kegelapan menghantuiku. Hidup di Spanyol memiliki pengorbanan, tak ada teman atau seorang pendukung yang bisa diandalkan dengan cara yang sama.

Marc yang dulu 24/7 ada untukku, kini hilang ditelan bumi. Ini mengejutkan sistemku dan membebani hubunganku dengan apa pun. Beberapa hubungan bisa menyesuaikan, yang lainnya tidak terkelola, mengakibatkan kerusakan permanen. Ketika ini terjadi, penting untuk berbicara dengan seseorang tentang apa yang terjadi selanjutnya.

Bicara dengan Vinales hanya akan memperkeruh keadaan. Sekarang dia sudah resmi jadi suami orang. Alex masih membenciku dan menganggapku sebagai biang keladi atas kekacauan ini. Mertuaku... bagaimana bisa aku menambah beban mereka?

Hujan yang turun terus menerus membuatku malas melakukan apa pun. Berhari-hari aku berada di ranjang pasien bersama Naya. Bayiku tidak serewel dulu. Dia berangsur tenang dan membaik, kuharap. Meski begitu aku tidak akan mengubah keputusanku untuk pulang ke Indonesia.

Ketika memejamkan mata, sekelebat bayangan tak berhenti mengusikku, kelewat nyata seperti slide presentasi di sekolah. Kebanyakan adalah oranye, helm, wearpack dan sarung tangan. Lalu sirkuit, motor-motor besar melaju di depanku yang berdiri rapuh, mengibaskan rambutku jadi berantakan, menerpa wajahku membuat hidungku dingin. Aku menoleh, dan mata, Marc Marquez menatapku tajam. Kekecewaan dan amarah di matanya membuatku merasa bersalah.

Aku berlari ke arahnya, tetapi kemudian menyadari bahwa aku berada jauh sekali darinya, dari mereka. Aku justru berada di bangku penonton, jauh dari sirkuit, melihat Marc dan aku-yang berusia 22 tahun, muda dan bahagia, berbeda sekali dengan sekarang.

Paru-paruku hampir pecah. Aku turun dari tribun, berlari menemui mereka, tetapi bayangan itu malah semakin kabur. Sekonyong-konyong aku terlempar ke sebuah dapur, dapurku. Marc berjalan mendekat, menutup matanya, mencondongkan wajahnya, menciumku. Bibirku dilumat olehnya, tetapi hanya sesaat karena saat aku membuka mataku, aku berada di air dan seseorang yang menciumku adalah Vinales. Aku bergerak menjauh dan akhirnya tenggelam. Kakiku dingin. Jantungku berdebar-debar. Tiba-tiba aku berada di pinggir kolam renang bersama Lucha yang sekarat. Aku menoleh, di sisiku Marc menatapku, masih dengan pandangan kecewa. Aku bangkit menggendong Lucha, tetapi di cermin aku malah berdiri tanpanya dan kini Vinales yang ada di sampingku.

"Kau meninggalkanku, Mia."

Tidak jelas itu suara Marc atau Vinales. Atau malah suara keduanya.

Aku masuk ke dalam rumah. Orang-orang sedang makan, menari dan tertawa di pesta penikahan. Aku berjalan ke meja yang dipenuhi dengan hidangan lezat seperti ayam kalkun yang siram mentega, daging sapi dan kacang polong yang dilelehi keju mozarella, serta buah-buahan mini di atas mangkok beling. Ketika mendongak, di atas pelaminan adalah Marc dan Laila. Hatiku hancur berkeping-keping. Aku ambruk di atas meja, menjatuhkan seluruh makanan ke lantai dan membuat orang-orang menolehku. Meskipun terkubur makanan tumpah, aku masih ingin menatap Marc yang ternyata menatapku juga dengan jijik dan marah.

Aku tidak sanggup. Kubuka mataku, kembali ke kenyataan. Napasku sesak. Naya masih tertidur di sampingku.

Lucha berlari ke ruangan, melempar tasnya ke sofa, terbirit-birit ke toilet. Alex berjalan pelan di belakangnya. Dia meletakkan tas besar di atas nakas.

"Kubelikan kau perlengkapan mandi yang baru. Dan sisa uang kemarin kumasukkan juga di dalam tas."

Aku terkejut karena dia mau bicara lagi denganku. Akhirnya aku turun dari ranjang membuka tas itu.

"Bukannya kau marah padaku?" tanyaku sambil menghitung pakaian bersih di dalam tas.

"Aku bukannya marah," desahnya.

Mia is Mine! [Marc Marquez] Fan Fiction (DITERBITKAN)Where stories live. Discover now