[Season 3] Part 8 - I Rather Choose Him

683 48 17
                                    

AKU tidak ragu sama sekali untuk menyelam ke dalam kolam renang. Jari-jariku berusaha menggapai tubuh Lucha yang hampir menyentuh dasar. Aku berteriak panik di dalam air dan itu membuatku sedikit tersedak. Namun akhirnya aku berhasil menariknya dan menyeret tubuh mungil itu ke pinggir kolam renang.

Jantungku seperti mencelos melihatnya hanya diam dan kaku. Aku tak merasakan lagi napasnya. Ketika aku menempelkan telingaku di dadanya, tak ada degupan jantung yang biasanya berdegup kencang.

Aku mulai panik. Tapi daripada menangis, aku langsung mencubit hidungnya dan membuka mulutnya. Aku memompakan udara ke paru-parunya. Kupikir cara itu berhasil. Dadanya naik turun. Dan setelah itu dia mengeluarkan air dari mulutnya.

Lucha mencoba mencari kesadarannya. Dia batuk-batuk dan aku langsung memeluknya erat.

"Kenapa kau bermain sepeda di dalam rumah sih?! Sudah Mama bilang, bermain sepeda itu di luar!" kataku berusaha agar terdengar marah, namun suaraku kacau karena menangis.

Dengan susah payah, Lucha menjawab, "Papa bilang tidak apa-apa main sepeda di dalam rumah."

Aku mengerang kesal. "Marc!"

Lucha yang batuk-batuk memeluk tubuhku. "Dingin, Ma."

"Iya, sayang. Ayo kita ganti pakaianmu," kataku.

Aku menggendong Lucha masuk ke dalam kamar dan mengganti pakaiannya. Awalnya aku berpikir untuk membawanya ke rumah sakit. Tapi Lucha berangsur-angsur membaik. Meskipun begitu, aku masih amat khawatir padanya. Akhirnya aku memanggil seorang dokter untuk memeriksa keadaan Lucha.

Marc berkali-kali meneleponku, namun sama sekali tak kuangkat. Karena jujur saja, aku masih kesal padanya. Saat Marc pulang dari balapan di Italia, aku juga mendiamkannya.

"Hey, ada apa?" Marc mulai kebingungan dan berusaha memeluk tubuhku.

"Hentikan, Marc. Aku sedang marah padamu."

"Loh? Kenapa?" Marc menggenggam tanganku. "Aku salah apa, Mia?"

Aku berdecak dan memukul dadanya pelan. "Kau tahu? Anak kita beberapa hari yang lalu masuk ke dalam kolam renang!"

Alis Marc terangkat. "Masuk ke dalam kolam renang? Dia bisa berenang? Pintar sekali!" Senyuman bangga terlihat begitu lebar di wajah Marc.

Aku memukul dadanya sekali lagi. "Berenang apanya?! Dia tenggelam tahu!"

"Hah?" Suaranya berubah memekik lalu segera kututup mulutnya dengan sebelah tanganku karena Lucha sedang tidur di samping kami. "Bagaimana bisa?"

"Kau yang bilang padanya kan, tidak apa-apa bermain sepeda di dalam rumah?"

Marc menelan ludahnya pelan. "Ya."

Aku memukuli dadanya lagi. Kali ini bukan hanya sekali. Tapi berkali-kali. "Gara-gara kau, anak kita masuk ke dalam kolam renang!"

"Mana kutahu ini akan terjadi, Mia!" Dia menggegam tanganku erat. "Kupikir rumah kita cukup besar."

"Iya, tapi tidak untuk bermain sepeda di dalam rumah juga, Marc! Kau tahu? Dia hampir mati! Mati!" Aku mulai merasa panas di wajahku. Dan aku menangis.

"Tenang, Mia." Marc mengusap air mata yang jatuh dari kelopak mataku. "Maafkan aku," bisiknya lalu memeluk tubuhku. "Aku tidak tahu ini akan terjadi."

Aku mengangguk lemah. "Iya, tidak apa-apa, Marc," kataku. Aku mengangkat wajahku dan menatapnya lagi. "Kita harus lebih berhati-hati menjaga dia, Marc. Aku tidak ingin kehilangan dia," kataku.

"Iya, kita akan menjaga dia bersama-sama, Mia. Aku berjanji." Marc mencium keningku. "Jangan menangis lagi."

Aku mengusap air mataku, lalu bergelung di sampingnya untuk tidur.

Mia is Mine! [Marc Marquez] Fan Fiction (DITERBITKAN)Where stories live. Discover now