[Season 3] Part 19 - Barbeque Party

644 42 23
                                    

MIA POV -

AKU bisa mendengar suara rombongan kaki mulai masuk ke dalam rumah. Namun aku tidak mendengar suara Marc yang biasanya paling menonjol, terlebih jika dalam suasana bahagia seperti ini.

Hanya butuh waktu sedetik sampai pemikiran itu berubah menjadi rasa cemas. Jadi aku segera meninggalkan tomat dan pisauku dan segera melesat ke ruang depan.

"Marc?"

Aku melihat rombongan teman-teman Marc dan menyalaminya satu persatu. Namun aku tidak melihat Marc.

Saat aku mulai melangkah ke ruang tamu, aku melihat di depan pintu, Marc berdiri mematung bersama Santi dan Vinales di depannya.

Ketika Santi melihatku, dia mulai merasa canggung dan mendekat ke arahku. Dia membawa sekantung penuh kaleng.

"Ini, kubawakan buah-buahan kaleng," kata Santi padaku.

"Terima kasih." Aku menerimanya dan setelah itu Santi berjalan masuk meninggalkan kami.

"Marc? Semua baik-baik saja?" tanyaku hati-hati.

Kulemparkan pandanganku pada Vinales yang menatapku seperti tak bisa lepas.

Marc masih mematung dengan matanya mengawasi Vinales dan tatapannya jelas tidak senang karena memandangiku seperti itu. Untuk menenangkannya, aku memegang bahunya.

"Lucha sudah menunggu," kataku sambil senyum.

Aku berharap Marc bisa mengendalikan emosinya karena ini adalah hari bahagia Lucha. Aku tahu Marc sangat ingin mengusir Vinales dan berharap dia tidak ada di sini sekarang. Namun sekarang kami tak punya alasan.

Vinales adalah rekan Marc. Dan ini yang kutakutkan. Dia sudah menjadi bagian dari kami.

Aku berdeham untuk menghilangkan perasaan canggung. "Ayo, masuklah," kataku.

Aku menggandeng tangan Marc dan menatapnya dalam, berharap dia bisa lebih tenang dan mengendalikan dirinya. Kami bertiga berjalan ke halaman belakang di mana semua tim Marc sudah mulai memanggang daging.

Di depan kolam renang, aku dan Marc sudah menyiapkan beberapa meja dan kursi kayu untuk makan. Panggangan ada di sebelah timur taman bunga kecilku yang letaknya hanya sekitar satu meter dari kolam renang.

Aroma daging panggang membuat perutku langsung keroncongan. Sementara itu, ada pula yang sedang memotong sayuran dengan satu kelompok mengerubungi Lucha yang sedang bercerita dengan ekspresif.

Vinales masih memandangiku dan Marc juga masih mengawasi tatapannya. Aku melihat mata Marc sangat tajam dengan telapak tangannya mengepal. Itu membuatku khawatir. Jadi aku menyeret Marc menjauh dari Vinales. Kami berdiri di bawah pohon willow di samping gazebo.

"Kendalikan dirimu, Marc." Aku mengusap pipinya. Marc tidak menjawab. Dia hanya membuang napas kasar. Aku tak mau kebenciannya berlarut-larut. Tentu aku mengerti perasaan Marc, namun kupikir, akan lebih baik jika Marc mau lebih bersabar dan berteman dengan Vinales seperti dulu lagi. "Kalian bisa berteman seperti dulu lagi," kataku.

Marc langsung mengalihkan pandangannya padaku. Rahangnya menggretak marah. "Kau ingin aku bersikap baik padanya sementara dia memandangmu dengan penuh nafsu begitu?"

"Kau harus percaya padaku," balasku cepat dan lagi-lagi hanya itu yang bisa kukatakan. "Situasinya sekarang jauh lebih sulit. Dia rekanmu. Kita tidak bisa mengusirnya kan?"

Marc menyandarkan punggungnya pada batang pohon. Tangannya masih mengepal dan memandangi Vinales dari jauh yang sekarang sedang berbincang-bincang dengan teman-teman mekaniknya. "Ya. Memang begitu." Jeda sejenak diantara kami sampai dia melanjutkan. "Lalu aku harus bagaimana?" tanyanya frustasi.

Aku tersenyum ke arah Marc dan memasukkan jari-jariku di sela jarinya. "Kita harus bekerja sama dan menunjukkan padanya kalau dia tidak akan bisa memisahkan kita," kataku. Matanya terkunci menatapku. "Bagaimana? Kau setuju?"

Marc mengalihkan pandangan pada Vinales lagi untuk sesaat, lalu beralih menatapku. "Baiklah."

Aku mencium bibirnya untuk lebih meyakinkan Marc. Setelah itu kami kembali bergabung memanggang daging.

Aku tahu Marc sudah sepakat dengan usulku tadi, jadi saat Vinales mencoba mendekatiku, dia langsung merangkulku. Sifatnya terlihat lebih proktektif, tapi aku tidak masalah.

Kami makan banyak daging dan soda sampai hari menjelang petang. Satu persatu teman-teman Marc mulai pamit. Namun Vinales masih bertahan di meja kami.

Sebagai tuan rumah, pastinya tak sopan apabila membiarkan tamunya makan sendiriran, lagipula daging di piringku dan Lucha masih ada. Jadi kami makan berempat dalam satu meja.

Aku duduk di samping Marc, sementara Lucha di samping Vinales. Sambil mengunyah gurihnya daging domba yang dilumuri saus barbeque, diam-diam aku berharap salah satu diantara mereka memecah kecanggungan yang mulai membunuhku ini.

Dan bagai gayung bersambut, Marc berdeham sedikit lalu menatap Vinales. "Bagaimana perasaanmu setelah pindah ke Honda?" tanya Marc basa-basi.

"Aku senang," jawab Vinales pendek.

Marc meminum sodanya lalu diam sejenak sampai mulai bertanya lagi. "Bagaimana dengan kepala tim mekanikmu?"

Vinales mengangguk lambat-lambat. "Dia luar biasa."

Marc mulai terlihat tidak sabar dan mungkin berpikir bahwa usahanya untuk kembali berteman dengan Vinales itu sia-sia, jadi Marc hanya diam. Dan itu berarti sekarang giliranku yang mencoba mengajaknya mengobrol.

"Performamu terlihat jauh lebih kompetitif di Honda, Vin," kataku.

Vinales langsung tersenyum. "Ya, aku senang bersama Honda, Mia. Mereka memberiku motor yang bagus dan kondisi timku juga sangat menyenangkan."

Marc langsung mengangkat wajahnya dan menatapku. Dia tahu dia kalah dalam permaianan mengajak ngobrol ini, jadi aku tertawa sedikit.

"Baguslah kalau begitu. Kuharap kau mendapatkan hasil yang terbaik," kataku lagi pada Vinales.

"Ya, terima kasih, Mia." Mata hitamnya kini sejajar menatap mataku. Aku balas melihat ke arahnya dengan hati-hati menyeberangi tatapan Marc yang mengawasi kami berdua.

Wajah Vinales mulai terlihat rileks dan tidak secanggung sebelumnya. Kemudian dia menyisir pandangan ke sekeliling.

"Aku suka sekali tempat ini," kata Vinales sambil memandang ke arah kolam renang.

"Oh ya? Kenapa?" tanyaku santai.

Vinales mengalihkan pandangannya menatapku. "Karena di tempat inilah kita pertama kali berciuman."

Aku tersentak kaget bukan main. Spontan aku langsung menoleh ke arah Marc sambil mati-matian berharap dia tidak mendengar. Namun terlambat. Marc mendengarnya.

***

HA!!! Aku emang suka ngasih plot twist! Hahaha (ketawa jahat) 😂
Besok part terakhir yaaa... siapin mental kamu.... hihihi
Vote dan komen untuk support aku, ok? 🌹
Gracias! ❤

Post setiap hari jumat ❤

***

Ya, betul ini rilis ulang. Jika kamu sudah memberikan vote, kamu bisa meninggalkan komentar baru supaya aku tahu kamu ada di sini! :)

------------------------------------------------------------------------------

Dapatkan Mia is Mine! versi cetak di kolom komentar ini!

------------------------------------

Mia is Mine! [Marc Marquez] Fan Fiction (DITERBITKAN)Kde žijí příběhy. Začni objevovat