Chapter 46

410 93 10
                                    

Hai! Aku gak buka Wattpad dah berapa lama, ya, haha. Maaf, aku pernah bilang, kalau aku bakalan prioritasin real life, ada beberapa hal yang nggak bisa aku tinggal. Oke, makasih yang udah nggak kabur, maaf aku bikin catatan diawal, xixi. Aku double up, aja kali ya sebagai tebusan minta maaf.

Habis bagian ini langsung swip ap, ya, ehe.

___________

Nissa yang sedang menikmati bekalnya bersama Risda dikagetkan oleh seseorang yang tiba-tiba ikut duduk di koridor sepi ini.

Risda nyaris saja menyemburkan air yang sudah ada di tenggorokan melihat Fajri merebut sendok di tangan Nissa. Bagaimana tidak, Nissa jadi terlihat seperti menyuapi Fajri.

“Aduh, kayaknya gue bakalan jadi saksi keuwuan dua sahabat ini deh,” celetuk Risda  setelah sempurna menelan air di mulutnya. “Sahabat jadi cinta gitu, deh,” lanjutnya.

Tentu saja Nissa tidak tinggal diam, dia memukul tengkuk Risda, sampai rasa-rasanya air yang sudah sempurna Risda telan ingin keluar lagi. Nissa dengan ketegaannya is back.

“Nggak ada yang namanya sahabat jadi cinta kayak gitu. Gue, Aji sama April nggak akan ada yang bakalan pacaran. Iya, kan, Aji?”

April. Kan, kangen.

“Ah, iya nggak. Kita itu sahabat.”

“Percaya,” ucap Risda seolah meledek. “Gue ke kelas duluan, Nis.” Risda beranjak dan berlalu memasuki kelas. Ke kelas untuk mengambil tas lalu pulang, maksudnya.

Fajri menyandarkan punggungnya di pilar koridor. Sedangkan Nissa masih melanjutkan makannya, dua sendok lagi, mubazir.

Koridor sepi karena memang hanya ada kelas dua belas saja. Seluruh kelas sepuluh dan sebelas sedang santai-santai di rumah. Memang masa Ujian Nasional itu momen yang paling ditunggu kelas sepuluh dan sebelas, libur.

Hari ini sebenarnya tidak ada kegiatan apa pun untuk kelas dua belas, hanya mengambil kartu ujian saja. Ruangan yang dijadikan sebagai tempat ujian juga sudah disterilisasikan.

Hanya ada segelintir orang-orang rajin saja yang masih sharing-sharing tentang pelajran.

Setelah membenahi bekas makan, Nissa mengajak Fajri pulang.

“Ji, kangen April. Mau dua minggu ... masih belum bangun juga.” Hampir setiap hari Nissa mengadu kalau dirinya merindukan April.

“Sama, gue juga kangen. Tapi gue selalu sabar, karena gue percaya kalau April pasti buka matanya lagi,” balas Fajri. Selalu seperti itu.

Fajri melihat raut Nissa yang akhir-akhir ini selalu ditekuk. Bukan soal rindu saja, kadang Nissa mengadu kalau dia takut, takut April pergi. Tapi Fajri selalu menegur dan memberi semangat untuk Nissa kalau April pasti akan baik-baik saja.

“Tapi ... gue bener-bener kangen banget. Gue nggak sabar lihat sebahagia apa dia nanti, pas tahu kalau gue sama lo udah akur beneran. Gue takut, Ji, orang di luar sana ada yang bertahun-tahun sadar dari koma. Gimana kalau—”

“Nissa!” Fajri menghentikan langkahnya. “April pasti bangun.”

Setelahnya Nissa hanya diam, sembari menunduk.

“Sorry.” 

Itu gumaman Fajri.

Di perjalanan mereka mampir dulu ke toko bunga, hanya sekedar membeli satu tangkai bunga mawar untuk April. Semenjak April koma, Nissa selalu membawakannya mawar. Karena Fenly juga selalu melakukan hal yang sama. Itu sudah menjadi rutinitasnya.

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang