Chapter 15

758 157 97
                                    

Yang bener sebelah kiri, ya!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yang bener sebelah kiri, ya!

oOo

“Kalau nanti kamu keterima, ayah gimana, Ji?” tanya April.

Setelah kegiatan ribut-ribut soal Nissa yang cosplay jadi setan kurang belaian karena pegang-pegang Fajri. Mereka memutuskan untuk berdamai.

Terdengar gemericik hujan di luar sana jatuh bersahut-sahutan. Persamaan Fajri, Nissa dan April itu mereka suka hujan. April membuka kunci jendela agar angin masuk melalui celah. Semilir angin mengusap wajah April. Malam ini sangat dingin.

“Nggak gimana-gimana,” jawab Fajri enteng. April mendudukkan dirinya di karpet beludru, di samping Nissa. Mengamati Fajri yang duduk seperti duyung tepat di depannya. Kenapa April selalu melakukan hal-hal sebodoh ini, kalian pasti mengerti.

“Emang alesan ayah nggak ngasih izin lo ikutan itu ... karena apa?” Sekarang Nissa yang bertanya. Nissa yang sedari tadi bermain ponsel kini menyampingkan kegiatannya.

Fajri bersandar di kaki sofa, masih menggunakan sarung. “Nggak tahu, gue udah coba nanya sama ayah tapi ayah kayak yang menghindari pertanyaan gue itu. Kira-kira kenapa, ya?” April menggeleng, Nissa seperti berpikir.

“Apa ayah Ridwan punya pengalaman buruk atau apa gitu?” tebak Nissa menerawang. “Eh, eh, dulu ayah Ridwan itu vokalis utamanya, kan? Ih sumpah ayah Ridwan keren banget sih waktu mudanya,” ujar Nissa sembari bertepuk tangan.

Setelah itu, mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sebelumnya Nissa berbeo kembali, menceritakan Ridwan semasa mudanya. Padahal semua itu sudah dibahas berkali-kali.

Saking bosannya, Fajri mengerubuni Nissa menggunakan sarungnya, yang membuat Nissa berteriak kencang.

Sekarang Nissa kembali ke-kegiatan awal bermain ponsel sambil senyum-senyum sendiri seperti biasa. Biasanya Nissa suka chatting-an bersama dedek-dedek emesh di Kencana. Kebanyakan anak didik Fajri di ekskul basket.

Sementara itu April sedang membaca seri komik mikik Fajri. Dan Fajri sendiri? Sibuk dengan dunia game-nya.

“Nis, lo nggak ada niat balikan sama si Farhan, kan?” tanya Fajri tiba-tiba. Dia sepertinya sudah bosan memenangkan game mobile legend yang ia mainkan.

“Iya Aji lo bawel banget, sih.”

“Awas aja kalo lo—."

“Iyaaaaaaaa sayaaaang,” ujar Nissa panjang.

Mendengar itu, April menatap mereka dalam diam. Matanya memang ke buku tapi, kata sayang yang Nissa ucapkan kepada Fajri ... membuat hatinya sedikit terusik.

April memperhatikan gerak-gerik Fajri. Fajri menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ada segaris senyuman di bibir Fajri.

Aji kok salting gitu, ya? Apa Aji suka Kak Nissa? pikir April buntu.

Clak!

Setetes cairan merah lagi? April berembus kasar, ia menutup komiknya. “Bentar ke toilet dulu,” pamit April yang direspon anggukan Nissa dan Fajri.

Fajri berdeham. “Jangan panggil gue pakek nada gitu nanti gue baper, bakalan ribet urusannya,” ujarnya kepada Nissa.

“Huh, dasar baperan amat jadi cowok.” Nissa memberi jeda. “Cie, kata si Fiki waktu itu katanya disapa sama Septi, cieee,” usil Nissa mencoel-coel bahu Fajri.

“Ember banget tuh anak,” kata Fajri.

“Balikan aja balikan, Septi itu anak baik loh. Daripada temennya yang namanya Rasya itu, baikan si Septi kalo menurut gue. Anaknya lugu banget, pinter lagi,” ucap Nissa menggebu-gebu. “Terus nih ya—.”

“Dia manja kayak lo.”

“Tapi gue suka kalo lo sama Sep—.”

“Gue gak suka dia,” potong Fajri, ia menyimpan ponselnya di sofa sedikit kasar. Fajri paling tidak suka dijodoh-jodohkan seperti itu. Fajri jadi menatap Nissa dingin. Ditatap seperti itu, Nissa merapatkan bibirnya, diam.

Fajri mempertahankan tatapannya kepada Nissa. Suasananya jadi semakin tegang.

“Ya, maaf.” Suara Nissa merendah. Fajri mengeraskan rahangnya. “Terus, lo sukanya sama siapa?” tanya Nissa dengan suara yang semakin mengecil.

Nissa perempuan, tidak bisa kalau diginiin.

Sekarang benar-benar hening, April juga belum kembali dari toilet.

Perlahan Fajri mendekatkan wajahnya ke arah Nissa, mengunci tatapannya. Mata Nissa membulat ketika ketika jaraknya dengan Fajri menyisakan kurang dari satu jengkal.

Sahabat gue mau ngapain? batin Nissa.

Nissa merasakan embusan hangat napas Fajri menerpa kulit wajahnya. Dengan hati-hati, Nissa memundurkan sedikit demi sedikit kepalanya. Ia tidak mau terjadi hal yang iya-iya.

“Gue sukanya sama ... lo,” bisik Fajri membuat bola mata Nissa semakin melebar.

Rasanya Nissa ingin sekali nenampar bibir cowok yang ada di depannya ini. 

APA KATANYA?!

Fajri menjauhkan dirinya dari Nissa. Sekarang Nissa seperti mannequin, diam tak bergerak, tapi jantungnya masih berdetak.

Dengan ritme detakan jantungnya yang tidak normal Nissa mencak-mencak dalam hati.

Tadi Aji mau cium gue? Kok nggak jadi, sih. Ehh!? Nissa menggelengkan kepala.

Satu detik.

Tiga detik.

Lima detik.

Sekarang tawa Fajri meledak membahana memenuhi ruangan kamarnya berbarengan dengan April yang datang dari arah kamar mandi.

Maksudnya apa?

April yang baru datang pun kebingungan apa yang membuat Fajri tertawa terpingkal-pingkal sambil memukul-mukul karpet.  April melirik Nissa yang terlihat ... muka Kak Nissa kenapa?

“HAHA. Sumpah, Nis, muka lo. Muka lo kocak amat kayak gitu. Hahahaha,” ujar Fajri disela tawanya. “Gue bercanda kali, kata gue juga apa cewek tuh emang baperan.”

April mendorong Fajri sedikit menjauh dari Nissa. “Kak Nissa baik-baik aja, kan?” tanyanya.

Tatapan tidak suka terus tertuju pada Fajri. Lalu Nissa memeluk lututnya sendiri, membenamkan wajahnya. “Nggak papa kok, Ril.” Suara Nissa tenggelam.

Tunggu pembalasan gue, Ji!

oOo

Pendek banget, ya? Cuma 800+ kata. Sebenarnya ini panjang banget, tapi aku bagi dua. Biar nggak bosen bacanya kalau kebanyakan, hehe.

Udah bisa nebak Fajri suka sama siapa?

Bandung, akhir Agustus 2020

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Where stories live. Discover now