Chapter 18

717 154 186
                                    

Fajri: Hai, kamu. Selamat sore, makin cantik aja. Sini duduk sebelah aku, kosong nih. Hehe.

__________________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

__________________________

Rupanya, masalah master of ceremony belum berakhir. Di ruangan ini, siswa kelas sebelas dengan kacamata bulatnya sedang bernegosiasi dengan Pak Shandy.

" ... Yang lain aja, Pak, jangan April. Saya kemarin udah bujuk dia tapi dianya nggak mau. Malah ngerekomendasiin cari anak broadcasting," jelas Zweitson.

Pak Shandy kukuh, ingin April yang menjadi pembawa acara di kelulusan kelas dua belas nanti. Karena Pak Shandy yang nantinya menjadi ketua panitia acara tersebut, jadi semua rangkaian acaranya harus perfect. Semuanya, termasuk orang-orang yang terlibat.

"Saya nggak mu tahu, kamu harus bisa bujuk April," kata Pak Shandy.

"Aduh, Pak San yang tanvaaan-."

"Iya, tahu. Saya emang tampan," ujar Pak Shandy sembari mengguyarkan rambutnya ke belakang. Haduh, nggak gurunya ... nggak muridnya, semua kayak begitu. Narsis.

Diam-diam, Zweitson mengekspresikan mukanya seperti orang yang ingin muntah. Haha, Zweitson.

Zweitson nampaknya sedang berpikir keras. Dan, ya! Satu ide pun muncul.

"Kenapa nggak Bapak aja yang bujuk April langsung?" tanya Zweitson, bunuh diri ini anak satu.

Pak Shandy menggeleng kepala tidak menyangka, murid yang satu ini .... "Kamu nyuruh saya? Gitu?" tembak Pak Shandy memelototi Zweitson.

"Eh, nggak gitu maksud saya. Itu cuma saran saya aja, Bapak."

"Kamu ini nggak kreatif banget, yang gitu bukan saran, itu namanya nyuruh. Kalau kamu suruh saya balik buat apa saya suruh kamu?" Ini bahasa Pak Shandy belibet banget, heran.

"Tapi, kalau Bapak Tanvan yang ajak pasti mau." Zweitson belum menyerah, sepertinya.

"Saya tidak mau tahu."

Zweitson mengembuskan napasnya lesu dengan muka yang mengkhawatirkan. Tak lama, di luar terdengar suara tawa seseorang. Suara tawa Fajri.

"Pak, saya izin keluar dulu sebentar," pamit Zweitson.

"Eh, kamu jangan coba-coba kabur dari saya, ya. Nanti nilai Indonesia kamu sayang potong setengah mau?" ancam Pak Shandy tapi diabaikan begitu saja.

"Murid jaman sekarang, seenaknya dan semaunya," gumam Pak Shandy.

***

Seperti biasa, pulang sekolah Fajri dan Nissa selalu dikelilingi dengan candaan. Di sepanjang koridor mereka berdua menjadi pusat perhatian.

Tawa mereka terhenti saat ada seseorang yang memanggil nama Fajri.

"Kak! Kak Fajri tunggu!"

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Where stories live. Discover now