Chapter 16

704 152 72
                                    

HAHAHA! AKU UPDATE DONG.

Maaf, setelah aku baca ulang ini ngaco banget ternyata. Dan aku malas revisi. Kasih tahu kalo ada salah ketik.

oOo

Cowok berpakain kasual dengan kaus pendek berwarna abu mengendap-endap seperti seorang maling. Dengan hati-hati dia melangkahkan kaki dengan tempo yang sangat lambat.

Sesekali melihat layar ponselnya yang menampikan wajah April di seberang sana.

Di lantai dasar Fajri mendengar televisi yang masih menyala, sudah ia duga Farida masih asik dengan sinetron kesayangannya—bukan suara hati seorang istri, catat—.

"Ajiii." Suara itu datang dari ponselnya. April. Mereka bedua sedang melangsungkan acara video call  tapi sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Di seberang April sedang bergulat dengan buku cetaknya—mengerjakan PR. Dan, di sini Fajri sibuk ... entah sedang apa.

Manusia gabut.

"Jangan keras-keras nanti Ayah bangun." Fajri berbisik sambil menatap layar ponselnya. April langsung memutuskan sambungan sepihak membuat Fajri geleng-geleng kepala.

"Gak ada akhlak." Refleks Fajri menutup mulutnya sendiri menyadari suaranya yang cukup keras.

Sekarang Fajri berada tepat di depan pintu kamar Farida dan Ridwan. Pintunya sedikit terbuka menampilkan Ridwan yang sudah terlelap nyenyak. Sepertinya Ridwan kecapean sehabis mengikuti acara reuni SMA-nya bersama Farida.

Dengan hati-hati kaki Fajri menuruni satu persatu anak tangga, dan sampailah sekarang di tempat yang ia tuju.

"Bundaaaa," bisik Fajri kepada Farida sambil berjinjit-jinjit.

"Kenapa, hem?" Farida tidak melepas tatap dari layar televisi.

Fajri duduk di sebelah Farida. "Mata Bunda udah sembab. Nggak ngantuk? Nggak capek?" tanya Fajri masih nada berbisik.

"Aji kok bisik-bisik ngomongnya? Ayah udah ke alam mimpi. Tenang aja." Farida tahu, kalau Fajri sudah berbicara dengan nada seperti itu, artinya sang Ayah tidak boleh sampai tahu.

Fajri mengulas senyum, membentuk lesung di pipi kanannya mencuat.

Fajri berdeham. "Aji udah daftarin diri buat audisi itu loh, Bun, yang dulu Aji minta izin itu." Fajri memberi jeda sejenak. "Ikutan audisi boyband."

"Terus?" Sekarang Farida melempar kepala ke arah Fajri.

"Aji udah kirim video nyanyinya, tinggal nunggu lolos atau nggak. Nah, besok Aji mau bilang ke ayah." Fajri menautkan jari-jarinya. "Mau gimana pun juga, kan Aji harus dapet restu dari ayah. Aji ngerasa bersalah juga sebenernya daftar nggak bilang sama ayah. Tapi, kalau Aji bilang, ya pasti nggak dibolehin. Maaf, ya, Bun," jelas Fajri.

Farida memeluk Fajri seraya mengusap-usap rambutnya ke belakang. "Nggak papa, itu hak kamu. Nanti Bunda bantu jelasin sama Ayah. Mungkin waktu itu ayah lagi capek, jadi ambil keputusan sendiri." Farida mencoba menghibur Fajri karena sepertinya Fajri sangat bad mood.

Si cool Fajri sangat lucu saat manja-manja seperti ini kepada Farida. Fajri melepas pelukkannya ketika dia rasa sudah cukup. Bibirnya mencebik. (Plis ini bayanginnya juga udah ... ah wkwk lucu banget loh Aji kalo lagi manyun-manyun.)

"Tapi ayah tolak permintaan aku dua kali, Bun, dua kali. Sampai Aji ... kabur. Apa ada kemungkinan lain selain ayah lagi capek?" tanya Fajri mengingat ucapan Nissa tadi.

"Setahu Bunda, waktu itu ayah emang lagi capek. Waktu kamu izin pertama, ayah lagi ada masalah di kantor. Ada staff akuntansi yang nipu ayah," jelas Farida.

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora