Chapter 27

546 125 43
                                    

• Ini lanjutan bab sebelumnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ini lanjutan bab sebelumnya. Yang kemaren belum 25 votes sih, tapi ini kalau ditunda lama takutnya pada lupa apa yang terjadi di bab sebelumnya. Iya aku emang baik sksk, sombong dulu bentar, yak. 😂

________________

"Jangan nangis!"

Sedikit kaget, Zweitson menyeka air matanya. Ternyata gadis cuek ini tingkat kepekaannya tinggi juga. Berarti April sempat memperhatikannya. Atau bukan sempat, tapi memang memperhatikan beneran?

Kalau benar seperti itu pasti Zweitson senang sekali.

Sekarang mereka sedang ada di perpustakaan lantai empat. Posisinya menghadap ke barat. Detak jarum jam terus berputar mengitari angka-angka. Sampai sekarang salah satu jarumnya berhenti di antara angka lima dan enam. Pukul 5:30 sore.

Di ufuk barat, matahari perlahan membenamkan wujudnya. Sinarnya menyemburkan warna oranye pekat. Orang-orang sering menyebutnya dengan sebutan, senja. Semburat jingga tersebut mengukir setiap sudut langit, meliuk-liuk abstrak.

Zweitson melirik ke samping. Ia melihat wajah April yang terpantul sinar oranye itu. Dengan jiwa aesthetic-nya, Zweitson mengeluarkan ponsel dari saku celana. Diarahkan kameranya ke arah April dari samping. Dapat. April yang menyadari itu pun meminta penjelasan.

"Aku gak suka, ya, perlakuan kamu barusan," protes April.

"Lo keren—aduh maksud gue tuh ini keren. Gue udah lama nggak punya objek buat gue potret. Um, biasanya gue cuma foto senja tanpa ada objeknya. Kosong. Kan sayang cuma langit doang. Kali gini jadi lengkap, tambah cantik dan indah juga." Zweitson berujar tanpa diminta.

"Tapi kamu barusan lancang, Zwei." Serius. April marah. Zweitson tidak tahu, kalau April tidak suka bahkan sangat tidak suka orang yang lancang seperti barusan. Tidak sopan. "Dan aku beneran nggak suka."

Tangan Zweitson mengibas-ibas, lama-lama cowok berkacamata ini menyebalkan juga. Tadi aja nangis-nangis seperti orang cengeng. "Lihat dulu, ini keren. Serius." Ponselnya ia berikan kepada April. Kepala mereka hampir bersentuhan, dengan malas April mengambilnya. "Bagus, kan?"

April tidak merespon. Terlalu kesal. Ia memberikan ponsel Zweitson tanpa menoleh sedikit pun. Tapi April akui, hasil jepretannya memang keren. Estetik banget.

"Kapan-kapan gue fotoin lo pake kamera analog gue."

Suara angin berdesir di telinga.

"April, kita udah resmi temenan, nih?"

Tidak ada jawaban. April sibuk menikmati angin sore yang menyapu wajahnya. Ada getaran di saku seragamnya. Ponsel miliknya. Setelah dibuka, ada hujanan pesan dari Fajri dan Nissa.

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Where stories live. Discover now