Chapter 26

581 113 26
                                    

___________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

___________________

Dua kali sudah April mengetuk ruangan guru bahasa Indonesia sekaligus ruangan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, serta wali kelasnya tersebut. Ruangan Pak Shandy Maulana, yang pintu ruangannya terdapat tiga buah stiker kepala princess Aurora yang tertempel dengan sempurna. Entah apa maksud dan tujuan salah satu guru lajang Kencana yang satu ini menempelkan stiker karakter tersebut.

Di samping April, bertengger Zweitson yang setia berdiri menemaninya. Kata Zweitson, sih, Pak Shandy menyuruh April untuk segera ke ruangannya. Katanya ada beberapa hal penting yang mesti disampaikan.

"Coba gue intip." April menggeser tubuhnya, membuka celah untuk Zweitson. "Ada kok dia lagi pake headset. Kupingnya kesumbat jadi gak denger."

"Aku mau ke kelas."

"Eh-eh. Bentar ih tungguin pasti bentar lagi keluar. Lihat aja."

"Lagian, kalau Pak Shandy ada sesuatu sama aku suka chat dulu. Di grup kelas atau nggak japri. Nggak nyuruh orang."

Zweitson malah melongo. "Waw. Itu kalimat terpanjang yang lo ucapin selama gue ngejar-ngejar lo—euh maksud gue anu, ngejar-ngejar lo buat jadi MC. Iya, gitu." Zwei menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kenapa ia jadi gugup begitu?

Ketika April dan Zweitson diam-diaman cukup lama, pintu ruangan Pak Shandy terbuka, menampilkan muka jenaka yang tidak pernah absen terpampang jelas di raut Pak Shandy.

"Kalian ngapain di sini?"

"Ini, Pak, tanda tangan itu loh." Zweitson menimpali.

Sepertinya Pak Shandy mengerti. "Oh, yang itu. Ayo masuk-masuk."

"Makasih, Pak," ujar Zweitson dan April hanya mengangguk ringan.

"Duduk, anggap aja rumah sendiri. Jarang banget ruangan saya kedatangan tamu rame-rame begini." Lebih dari satu orang artinya rame untuk Pak Shandy. "Kalau ruangan Gilang, kan, udah biasa rame terus. Kalau ruangan saya sepi aja."

April dan Zweitson duduk berdampingan, lalu saling bertukar pandang satu sama lain. Sudah biasa dengan perlakuan Pak Shandy yang seperti ini.

"Mau minum apa kalian?"

Zweitson menundukkan kepala. "Ini ruangan guru, Pak, bukan rumah pribadi Bapak," celetuknya cukup keras.

"Jadi, ada keperluan apa kalian berkunjung ke sini?"

Zweitson mengusap dada, tapi cuma di awang-awang.

"Kan tadi saya udah bilang, Bapak. Tanda tangan persetujuan April jadi Master of Ceremony sesuai keinginan Pak Shandy."

Guru yang satu ini terlihat senang bukan main. Lalu Pak Shandy menyerahkan lembaran kertas yang harus April bubuhi tanda tangan. Memang seribet ini urusannya kalau dengan Pak Shandy. Ada beberapa lembar dengan keterangan yang membuat April menggeleng.

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Where stories live. Discover now