Chapter 20

672 131 97
                                    

"Kamu ada di dunia, pasti ada maksud Tuhan untuk hidupmu." ~Fenly

oOo

Fenly mengetuk pintu sebuah rumah. Setelah menunggu cukup lama, wanita dengan lap yang berada di genggaman pun muncul. Yang tidak lain adalah asisten rumah tangga yang rumahnya Fenly kunjungi.

Setelah izin untuk masuk ke dalam rumah tersebut Fenly langsung meluncur ke lantai dua. Ingin menemui seseorang yang akhir-akhir ini seolah sengaja menghindar darinya. Seolah tidak mengenalnya. Seolah Fenly hanya orang asing yang tidak punya arti penting.

Rumah ini sangat sepi. Seperti tidak ada kehidupan di dalamnya. Mungkin hanya ada ART dan anak si pemilik rumah, satu lagi supir mungkin.

Fenly melihat satu pintu yang setengah terbuka. Menampilkan gadis yang sedang terduduk di lantai, sembari memegangi kepalanya dengan aliran darah keluar dari hidung. Dengan sigap Fenly menghampiri gadis tersebut. Fenly berjongkok, lalu memegang kedua bahu gadis yang sedang menahan rasa sakit tersebut agar melihat ke arahnya.

"April, hey!" ujar Fenly menekan bahu April. April tidak menyahut, ia terus memegangi kepalanya yang pusing sembari menunduk.

Fenly berusaha menegakkan tubuh April, ia mengambil kotak tisu yang ada di nakas menarik beberapa lembar lalu ditadahkan di depan hidung April.

"Kita ke rumah sakit, ya, Ril," ajak Fenly nyaris menggendong tubuh April. Tetapi, April menolak dengan gelengan kepala, menahan tangan Fenly yang siap mengulur, ia tidak mau.

Dengan bandel, April selalu saja menundukkan kepalanya. "Jangan nunduk, Ril!" titah Fenly mulai meninggikan suaranya.

"Kak-Dokter ngapain di sini?" tanya April disela ringisannya setelah darah di hidungnya berhenti keluar dan rasa pusing di kepalanya berangsur melebur.

Semenjak Fenly menjadi dokter April tidak lagi memanggilnya dengan sebutan kakak. Meskipun ia tidak biasa memanggil dokter, dan sering keceplosan.

"Temuin kamu," jawab Fenly dengan nada kecewanya.

Fenly kecewa, karena April tidak datang lagi ke rumah sakit untuk melanjutkan pengobatan. Fenly kecewa, karena April selalu saja menghindar saat ia ingin menemuinya. Dan Fenly kecewa, April perlahan seolah ingin membunuh dirinya sendiri.

Tidak habis pikir, dengan isi otak April. Fenly menyorot mata April dengan penuh harap.

"Kak-ugh Dokter Fenly mendingan pulang, saya bisa urus diri saya sendiri."

"Ril, dengerin Kakak." Fenly mengangkat wajah April agar menatapnya. "Kamu bisa sembuh, kamu pasti sembuh. Mau, ya, lanjutin kemonya?" bujuk Fenly.

April menyingkirkan tangan Fenly dari bahunya. "Gak perlu repot-repot. Nanti juga akhirnya bakalan mati," ucap April membuat Fenly melotot. Demi apa pun yang barusan April katakan menggores hati Fenly.

Fenly ikut berdiri ketika April bangkit dari duduknya. Matanya mengikuti arah berlalunya April yang masuk ke dalam kamar mandi.

Dokter muda tersebut mengendus oksigen panjang lalu mengembuskan kasar. Ia mengayun langkah, berhenti di depan kamar mandi April lalu menyandarkan punggungnya di tembok dengan tangan bersidekap.

"Keras kepala," cibir Fenly. Pandangannya menyapu seluruh sudut ruangan. Dan perhatiannya jatuh pada foto yang berdiri di meja belajar April. Fenly menyunggingkan senyuman.

Sebegitu sayangnya April kepada Fajri dan Nissa. Cetakan foto yang menampilkan tiga orang remaja itu satu-satunya figura yang April simpan di meja belajarnya.

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang