Chapter 05

1.1K 299 210
                                    

April berlari menjauh dari Nissa dan Fajri. Tidak dipungkiri kalau kepalanya masih terasa pusing, yang ia harapkan sekarang segera pulang ke rumah untuk menjatuhkan air matanya sebebas mungkin. Ia masih ingat janji SAFARI tidak boleh menangis dihadapan satu sama lain. Tapi cairan bening itu tidak bisa April bendung lagi, perlahan cairan hangat tersebut lolos dari kedua matanya.

April mengusap pelupuk matanya. "Cengeng! Gak boleh nangis! Maafin aku udah langgar perjanjian kita," lirihnya terisak seraya memaki diri sendiri. Tidak tahu kenapa perkataan sederhana yang dilontarkan Fajri sedikit menggoyahkan hatinya. Egois? Jadi selama ini tanpa dirinya ketahui, ia egois. Fajri menilainya demikian.

Seseorang mencekal pergelangan tangan April dari belakang, Nissa pun kaget melihat April yang mengangis. Segera Nissa menarik April ke dalam pelukkannya.

"Aji cuman khawatir sama lo, jangan nangis," ucap Nissa sambil mengelus-ngelus punggung April.

April mengangguk dalam pelukan Nissa. "Iya aku tahu, aku yang terlalu ambil hati, terlalu berlebihan," ucapnya parau. "Maafin aku udah Nangis di depan Kak Nissa."

Nissa melepas pelukkannya. "Kita hapus peraturan itu aja, menurut gue itu terlalu berlebihan. Semua orang berhak nangis buat bikin dirinya lega. Mulai sekarang, kita bebas nangis kapan pun yang kita mau." Nissa kembali memeluk April.

***

Fajri melihat pemandangan yang membuat bibirnya tertarik, dua gadisnya sedang berpelukan. Ia pun tersenyum, segera menghampiri mereka. Meminta maaf kepada Nissa dan April itu yang ia pikirkan. "Ikutan dong, gue juga butuh pelukan," ucapnya sambil merentangkan tangan.

"Enak aja, gak boleh!" ucap Nissa memperingati.

Fajri memawang wajah sok cool-nya, bukan sok deng memang fakta. "Gue tahu pelukan gue bisa bikin nyaman," ucapnya terkikik. April pun sedikit menarik sudut bibirnya, ia sudah tidak menangis lagi.

"Maafin gue ya, Ril. Harusnya gue tenangin lo bukan malah bikin lo nangis." Fajri menghela napas, "Lo nangis?" ia baru menyadari.

"Udah tahu yang keluar air mata. Kalo yang keluar duit ... eh jangan serem dong kalau ngeluarin duit."

"Apaan sih gak jelas banget," ujar Fajri menimpali. "Beneran gue minta maaf sama lo, dimaafin nggak? Kesalahan fatal sih kalo sampe gak dimaafin." Fajri lebay.

Kesekian kalinya hanya anggukan respon dari April.

Bisa dilihat sendiri, yang tadi itu apa? Pertikaian kecil berkedok persahabatan? Sekarang mereka sudah berbaikan, seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Memang terkadang kita harus mengalah dengan ego kita agar semua berjalan dengan semestinya.

***

Fajri menyemprotkan parfum ke seragamnya sambil berkaca, lalu ia mengambil tas yang berada di meja dan menyampirkannya di pundak. Sepasang earphone menyumpal lubang kupingnya, ia bersenandung lagu Teman Bahagia milik Jazz dengan suara emasnya.

"Aku ingin kamu, kamu yang kumau, belahan ji- ASTAGFIRULLAH!" teriak Fajri saat membuka pintu kamarnya. Ia kaget ada seorang perempuan sedang menggendong Aca dan Ica menatapnya kesal.

"Lama banget!" teriak Nissa dengan suara melengking seraya menghentakkan kakinya ke lantai.

Fajri mengusap-ngusap dadanya. "Lo ngapain, sih? Ngagetin aja, biasanya juga nunggu di bawah."

"Ica sama Aca ngajak ke sini, ya udah gue ke sini."

"Sinting, lo," ujar Fajri tak habis pikir, ia meninggalkan Nissa segera turun ke bawah. Kepala Nissa bergerak mengikuti arah Fajri, dan tak lama Nissa mengikutinya.

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang