Chapter 47

416 92 9
                                    

Hari terkhir ujian. Fajri mengagetkan Nissa yang baru keluar dari laboratorium komputer. Nissa tiba-tiba memeluk Fajri. tentu saja hal ini membuat Fajri kaku.

“Nggak kaget, wlee!” Nissa dengan gemasnya menjulurkan lidar ke arah Fajri setelah melepaskan pelukannya.

Fajri mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. Dan mata Nissa membelak melihat se-bouquet bunga di tangan Fajri.

“Dalam rangka apa pake sok manis kasih bunga segala, Bapak Fajri?”

Fajri tersenyum. “Jelas karena ini hari terkahir ujian, dan sekarang kita uda bebas. Tinggal tunggu hasinya aja. Lancar?”

“Alhamdulillah.”

“Tumben Alhamdulillah,” ledek Fajri.

“Salah terus. Ayo balik!” Nissa menarik tangan Fajri.

“Gue kasih lo bunga bukan sekedar buat ngerayain ini hari terakhir ujian sebenernya,” kata Fajri di sela langkahnya menuju parkiran. Nissa masih terus menghirup wangi dari bunga tersebut.

Fajri memang sudah berencana memberikan bunga kepada Nissa di hari terakhir ujian. Tapi ada alasan lain tentunya.

“Kenapa?” tanya Nissa.

“Ada, deh, lo ikut aja pokoknya. Ya?”

“Iya, iyaaa!” cibir Nissa. “Kok gue nggak lihat Fiki, biasanya ngekorin lo terus?” lanjutnya.

“Dia masih jutek sama gue.”

Seperti biasa Nissa mengajak Fajri berhenti di toko bunga, membeli mawar untuk April. Ini mawar ke-22 yang Nissa beli di toko yang sama pula.

Um, Nissa jadi sendu mengingat angkanya. 22.

“Yang paling bagus, ya, Mas,” kata Nissa seperti biasa.

Nissa bingung, sedari tadi melihat raut Fajri mesem-mesem nggak jelas. Sebenanya ada apa? Apa yang terjadi dengan Fajri?

Sampai di parkiran rumah sakit pun Fajri masih senyum-senyum. Jelas saja hal ini membuat Nissa gatal ingin bertanya. Tapi niatnya itu Nissa urungkan, Nissa pikir Fajri sedang kasmaran. Terlebih kemarin-kemarin Fajri mengaku sedang menyukai seseorang.

Nissa baru menyadari kalau mereka turun di lantai empat, sedangkan ICU tempat April ada di lantai lima.

“Ji, kurang satu.”

“Kan emang setiap harinya lo beli satu,” balas Fajri.

“Bukan mawarnya. Ini lantai empat, Ji, kurang satu. Jangan bilang lo lagi ngigo.”

“Bener, kok, lo ikut gue temuin seseorang dulu.”

Nissa menghentikan langkahnya. Entah kenapa pikirannya langsung tertuju ke Fiki. Mengingat Fiki tidak menampakan batang hidungnya selama ujian.

“Jangan bilang Fiki sakit.”

“Hey, kenapa ke Fiki? Jangan bilang lo mulai suka sama dia.”

Tidak ada gubrisan. Fajri membuka salah satu pintu kamar rawat, masuk dan diekori oleh Nissa. Nissa melihat sekitar, orang-orang di sini tidak asing baginya.

Di atas brankar, seseorang dengan pakaian khas pasien dengan nebulizer yang menutup mulut dan hidung ... April.

Setelah Nissa mendekat dengan debaran jantung tak karuan, dia melihat mata April yang terbuka. Walaupun masih sayu. Saat itu juga Nissa meneteskan air dari matanya.

April sudah bangun dari koma.

Itu fakta yang sekarang Nissa saksikan.

Tepat sebelum lima menit bel ujian berdering, jari Fajri tertarik untuk membuka ponsel. Dan ternyata ada pesan dari Farida yang mengabarkan kabar gembira. April sudah sadar.

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Where stories live. Discover now