Chapter 30

484 109 24
                                    

Nanti konfliknya, nge-gaje dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nanti konfliknya, nge-gaje dulu.

______________

"Ji, April udah pulang duluan. Gue sama lo lagi." Nissa dengan wajah lesunya berjalan beriringan dengan Fajri.

"Kan emang udah gitu. Tiap hari juga elo pulang pergi sama gue, Nis, sekarang."

Setelah bel, Nissa langsung berhambur ke kelas April. Tapi, kata teman April yang namanya Yulia, dia sudah pulang. Dan setelah Nissa cek ke parkiran memang benar, motor April udah nggak ada.

Alhasil Nissa harus menunggu Fajri yang sedang ada mata pelajaran tambahan untuk persiapan UN. Tadinya Nissa ingin pulang bareng April saja.

"Udah lebih dari seminggu loh, Ji, April gitu terus. Terakhir kita bareng-bareng itu waktu pergi ke bazar makanan. Tapi, kalau di rumah dia biasa aja kok nggak aneh-aneh. Cuma di sekolah aja dia seolah ngehindar. Apa lo juga ngerasa?" tutur Nissa.

Fajri bergedik. "Biarin dulu aja. Lo kayak orang yang baru kenal April aja. Dia kan emang gitu, Nis, selalu butuh waktu buat sendiri dan nggak mau berkomunikasi sama banyak orang."

Sekarang mereka sudah sampai parkiran. Fajri memberikan helm ke Nissa.

"Tapi, Ji, kayak aneh aja gitu loh."

"Aneh gimana, sih. Bukannya lo juga tiap hari masih suka main ke rumahnya? Tapi, iya, sih beberapa kali gue temuin dia tuh kayak ngehindar juga."

"Nah, kan!" Nissa berseru.

Ke Aji juga sama. Gue kira ke gue doang. Masuk akal sih kalau April kasih jarak dulu sama gue, mungkin dia nggak mau terlibat masalah balikkannya gue sama Farhan. Tapi masa sih April kayak gitu.

Benar, April memang menghindar dari Fajri dan Nissa. Kalau biasanya mereka suka kumpul di rumah Fajri, sekarang April tidak ikut-ikutan. Jangankan kumpul, berangkat dan pulang sekolah pun seperti tidak ingin berbarengan dulu.

"Nis, lo nggak nyadar kalau lo juga akhir-akhir ini aneh tahu."

Jantung Nissa dag-dig-dug. Ia takut karena Fajri sepertinya mulai curiga. "Ah elo. Aneh gimana? Makin cantik, ya? Makin gemesin? Iya, sih, gue juga ngerasa kalau itu."

Dengan nikmatnya Fajri meloloskan geplakan di kepala Nissa, diikuti telapak tangan lebarnya yang mulai nakal mengacak rambut Nissa.

***

April membuka pintu rumahnya lemah. Kepalanya menunduk, saat ia berbalik setelah merapatkan kembali pintu ia dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba berdiri di hadapannya.

Dengkusan kasar keluar dari mulut April. Ia tidak menghiraukannya dengan terus mengabaikan Fenly yang mulai mengikutinya.

Fenly meraih tangan April saat April ingin menaiki anak tangga.

"Mau apa?" tanya April terpaksa mengeluarkan suara.

"Cek keadaan kamu."

"Kak! Udah, tolong biarin aku kayak gini aja. Kak Fenly nggak usah repot-repot urusin aku terus."

Fenly menarik April untuk agar lebih dekat, lalu menangkup bahu April. Wajah Fenly sedikit mengernyit dengan embusan napas yang bisa April dengar.

"Gak akan. Kakak gak akan lepasin tanggung jawab Kakak untuk sembuhin kamu, Ril."

Kali ini Fenly benar-benar di atas serius. Sudah greget sama kelakuan April yang sangat membahayakan diri sendiri.

"Aku, kan, udah konsumsi obat-"

"Itu cuma buat redain rasa sakit kamu doang. Bukan buat sembuhin kamu!"

Nada bicara Fenly sudah berubah. Terdengar seperti bentakkan dengan tekanan ringan dalam ucapannya.

Sekali lagi April mengembuskan napas kasar. Bola matanya bergerak tak beraturan, sebisa mungkin ia tahan agar tidak kecolongan berkedip. Kalau matanya berkedip, air itu pasti tumpah.

Bi Sri yang sedang di dapur pun sempat mengintip, dengan perasaan tidak enak karena menurutnya April dan Fenly sedang berantem.

"Aku gak bau ngebebanin orang-orang."

Fenly mengusap mukanya kasar. "Justru dengan sikap kamu kayak gini yang bikin orang lain terbebani, Ril. Kamu inget seminggu lalu kamu pingsan terus nyusahin temen kamu?" Perlahan Fenly mengatupkan mulutnya.

Sekuat mungkin April menggigit bibir dalamnya kuat-kuat. Matanya sudah mengembun. Fenly sadar yang barusan ia katakan itu salah. Seharusnya Fenly tidak bicara seperti itu.

"Nangis aja, Ril, gak pa-pa. Maaf Kak Fenly gak bermaksud buat kamu kayak gini." Lalu Fenly menarik April dalam pelukan hangatnya. Seperti pelukan yang disalurkan dari seorang kakak untuk adeknya.

Selanjutnya apa yang terjadi? Hanya suara isakkan dan kata maaf yang bersahutan mereka lontarkan.

"Maaf, Kak, aku bandel banget, ya?"

***

Fajri memarkirkan motornya di tepi jalan dekat penjual nasi goreng. Laki-laki tersebut mengaku lapar dan mengajak Nissa mampir ke sini.

Tidak sungkan-sungkan Fajri langsung memesan dua porsi untuk ia makan sendiri. Memang Fajri ini kalau urusan makan, dia rajanya.

"Nis, gue ada ide," ujar Fajri tidak jelas karena mulutnya penuh.

"Apaan, sih, kalau ngomong itu telen dulu makanannya!" gerutu Nissa.

Fajri menyesap es jeruknya, lalu bersendawa kecil. Astaga, derajatnya turun seperempat.

"Aji lo dari kapan sih belajar jorok gitu? Gue saranin jangan banyak gaul sama si Fiki, pasti gara-gara dia, kan?"

Di mana-mana hobinya ribut terus, heran.

Cuma Fajri abaikan. Lalu Fajri mulai berbicara. "Besok ajak April ke rumah pohon. Kita introgasi dia, kenapa dia ngehindar terus."

Nissa melempar wajah Fajri dengan sedotan. "Kan lo yang bilang diemin dulu aja. Gimana, sih, plin-plan banget hidup lo."

Fajri memasukkan suapan nasi goreng terakhirnya. "Gue curiga sama dia. Tapi gue juga curiga sama lo."

Oke, Nissa dibuat bungkam sekali lagi.

_______________

Catatan buat bagian ini, menurut aku gak jelas banget. Udah ah males, loncatin aja ya ke ending 😂.

Kalau gitu, langsung swipe up deh. Double up, nih.

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang