Chapter 03

1.6K 410 321
                                    

Yang semalam ngakunya marahan sama sang Ayah, sekarang sudah baik-baik saja. Berarti benar, semalam Fajri cuman kesel. Fajri berargumen masih punya banyak waktu buat bujuk Ridwan bisa mengizinkannya ikutan audisi boygroup. Tiga bulannan lagi, Fajri akan melepas masa putih abunya. Kalau benar alasannya Ridwan seperti itu-fokus ujian, selelah lulus Fajri pasti boleh dong lakuin apa yang dia mau? Termasuk jadi boy band.

Fajri meminum susu coklatnya sampai habis sebelum ia pamit untuk berangkat ke sekolah. Setelah menyalimi Ayah dan Bundanya, Fajri langsung melesat ke halaman rumahnya dan mendapati Nissa sedang berjongkok. Nampaknya Nissa sedang mengusili Aca dan Ica-kucing kembar kesayangan Fajri.

Nissa sadar Fajri sudah keluar rumah. "Pulang sekolah kita main lagi, ya. Janji deh kali ini Nissa beneran ajakin main kalian." Nissa berbicara kepada dua kucing berbulu lebat itu. Kucing yang memiliki bulu gold mengeong seolah mengerti apa yang dikatakan Nissa.

"Kebiasaan ih lo, Nis. Setiap pagi ajakin kucing gue ngomong, kalo mereka stres denger suara lo gimana?" Satu pukulan pun lolos mengenai bahu Fajri.

Nissa mendengus kesal. "Kebiasaan lo, Ji. Pagi-pagi bikin gue bete," ucap Nissa seraya meninggalkan Fajri dan langsung menaiki motor April.

Untung gue sayang. Batin Nissa.

Apa katanya? Sayang? Uhmm.

Yang ditinggalkan hanya menatap Nissa dengan mulut sedikit terbuka.

Disepanjang perjalanan menuju sekolah, seperti biasa Fajri selalu ada di belakang motor April. Fajri harus memastikan Nissa dan April sampai ke sekolah baik-baik saja.

***

"Gimana, udah rapih kan rambut gue?" tanya Nissa sambil menyisir-nyisir rambut dengan jari tangannya yang lentik.

"Rapih," timpal Fajri yang sedang melepaskan helm full face hitamnya.

"Kaca gue ketinggalan deh kayaknya." Nissa baru menyadari kaca pink berbentuk bulatnya tertinggal di teras rumah Fajri tadi. Nissa mengerucutkan bibirnya.

April yang hanya menyimak pun menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa perlu aku korbanin kaca spion aku?"

Mata Nissa berbinar sebelum ia berkata, "Gak usah, deh," jawabnya malas.

Koridor sekolah sudah cukup ramai, tak heran saat mereka bertiga bejalan selalu ada siswa yang memperhatikan mereka. Menjadi pusat perhatian, karena di sana ada Fajri tentunya.

"Ril, nanti pulangnya harus bareng, gak boleh pulang duluan lagi kayak kemarin, Okey? Ya, Nis?"

"Iya, Aji, iya," timpal Nissa.

Sisi lain siswa berbadan jangkung berjalan lebih cepat sambil sesekali berdecak. Dari tadi ia berusaha memangggil seseorang tapi tidak digubris. "Cakep-cakep pada budek amat, heran deh gue."

"Anis!" panggilnya setengah berteriak, tapi tetap yang dipanggil tidak menoleh.

"Woy, Anis!" panggilnya lagi, kali ini lebih dekat. Akhirnya mereka yang dipanggil menoleh juga.

"Anis siapa?" tanya April bingung.

"April, Nissa kalian tega banget, ya, gue panggil dari parkiran gak di anggap." Fiki mendengus dengan napas yang sedikit memburu.

"Sori, ya, Fiki chubby," Nissa mencubit pipi Fiki, "Tapi gue gak denger ada yang manggil, kan Ril gak ada yang manggil gue?" April menggeleng cepat.

"Gue manggil kalian tuh Anis, April Nissa gimana, sih." Fiki memutar bola matanya seraya meraba pipinya yang baru saja di cubit Nissa.

Fajri melongo, "Panggilan macem apasih, kita itu SAFARI. Jol we Anis, aneh."

Tentang Kita | FAJRI UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang