41. Racun

433 42 1
                                    

Nggak terasa sudah masuk Bulan Ramadan. Oleh karena itu, aku dan para pemeran cerita Argia mengucapkan Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan 1442 H, bagi yang menjalankan. Juga, mohon maaf lahir dan batin. 😊🌷

Baiklah, langsung saja. Selamat membaca. 🌷

--
---

Dalam ruang yang tak seluas kamarnya di rumah orang tua, dalam suasana di mana detak jam mendominasi seiring hawa sejuk menyapa, dan dalam remang-remang ketika cahaya bulan menyusup menjadi penerang. Tepat jam satu malam, Azlan masih belum tidur.

Usai menyelesaikan tugas seni budaya di jam 9 kurang 10 menit. Pemikiran Azlan seketika teralih pada kejadian saat di sekolah tadi. Menciptakan ragam tanya, juga membuat rasa penasaran. Sudah jelas ini bukan permasalahan dengan papanya, melainkan pada benda berbentuk bulat yang menjadi perhiasan indah di jari manis seorang gadis.

Seharusnya bukan masalah.
Seharusnya tak perlu dipikirkan. Namun, ada yang berbeda, juga ada yang terasa enggan menolak untuk asing.

Begitu banyak cincin seperti itu di toko perhiasan, begitu banyak yang akan memiliki kesamaan dengan cincin miliknya, tetapi tidak untuk ukirannya. Ukiran itu, berhasil menarik perhatian. Menyegarkan ingatan menyusuri tiap inci kenangan masa kecil.

"Terima kasih."

Kembali terbayang kala ungkapan tersebut terucap. Hari di mana wajah seorang gadis kecil saat tengah berdiri di taman rumahnya menatap wajah bocah laki-laki, yang melihat dari balik tembok pembatas tersebut sambil tersenyum. Ya, hari itu pun menjadi hari mereka berpisah.

Cukup lama berpikir, sampai keadaan gelap benar-benar hadir. Bukan keinginannya untuk terlelap, tetapi akhirnya rasa kantuk membuat Azlan terlelap. Saat ini, jawaban instan tanpa alasan enggan menumbuhkan rasa percaya. Sehingga, niat untuk mencari tahu soal cincin milik Alma jauh lebih kuat.

Angin berembus cukup kencang dari hari biasanya, tanpa perintah menerbangkan kertas yang berisi gambaran milik Azlan. Tugas seni budaya yang besok harus dikumpulkan nyatanya telah berserakan. Azlan juga sudah terlelap.

***

Bukan maksud Arga ingin membuat hubungan keduanya memanas. Akan tetapi, apa yang dilihatnya kemarin seolah memberi isyarat asing. Bahwa ada maksud terselubung untuk menjatuhkan yang lain secara bertahap. Mengharapkan semua itu hanya firasat negatif, tetapi setelah senyum tampak berbeda semua mulai jadi sesuatu yang tidak sama.

Ingin diurungkan, tapi nyatanya makin menggebu. Memaksa mulut buka suara, seiring langkah menuntun menemui pemilik gelang yang dia temukan. Terlihat begitu akrab, apakah sebuah kepura-puraan semata?

"Zalfa!" Suara yang tak asing lagi, membuat sang pemilik nama menoleh. Jelas menatap heran. Arga juga tidak akan aneh dengan ekspresi tersebut. Mengingat Zalfa tidak masuk dalam organisasi, tentu bukan hal yang biasa, lalu kenapa memanggilnya? Apalagi sekarang masih sangat pagi.

Saat Zalfa berhenti, begitu juga dengan Aiyra. Teman yang sekaligus telah menjadi sahabatnya ikut berhenti. Arga bergegas menghampiri. Untuk sejenak memperhatikan Aiyra. Namun, dengan cepat cubitan di perut membuatnya meringis.

"Aduh, aduh, sakit, Za!"

Sama sekali tak ada sepatah-kata yang terucap dari mulut Zalfa, ia justru langsung berkacak pinggang. Masih diam menunggu apa yang akan Arga sampaikan. Tak butuh waktu lama, karena Arga sendiri juga tidak ingin berlama-lama.

Kejadian yang sempat membuat seisi kelas XII IPS 2 panas. Terlebih beberapa perbincangan yang Arga dengar melalui anak-anak. Hal itu dia ceritakan. Itu dikatakan pada Zalfa, seperti mengulang kejadian kemarin. Namun, dalam bentuk singkat. Sampai pada tuduhan yang mengarah pada Alma.

Argia (Tamat)Where stories live. Discover now