24. Terima Kasih Almaira

364 46 0
                                    

Perlahan Azlan membawa jarinya mengetuk layar ponsel Alma. Entahlah, perasaan Zalfa tidak baik untuk ini. Seolah-olah ada kesalahan di sana yang sama sekali dia tak tahu apa?

"Azlan, dipanggil sama Pak Andi ke ruangannya."

Azlan menghentikan aktivitasnya untuk memutar video tersebut. Dia menoleh, begitu juga dengan anak-anak yang ada di sana. Alma menghela napas, sesegera mungkin gadis itu meraih ponsel lalu beranjak pergi. Lebih baik pergi daripada harus berhadapan dengan Zalfa ketika Azlan sudah ke ruang Pak Andi.

"Azlan, ayo cepat!" titah pemuda yang tak lain adalah Arga.

Azlan yang sempat memperhatikan Alma kembali menoleh. Memberi anggukan tanda setuju dan dia bergegas pergi dari sana. Zalfa memasang wajah lega, juga kesal pada Alma. Namun, biarkan saja. Azlan juga tak begitu serius menanggapi gadis itu.

"Mending kita makan, yuk!" ajak Zalfa dan diangguki oleh Aiyra.

Sementara itu, Alma berjalan cepat menyusuri koridor dan sungguh mata Alma harus terbelalak. Perasaannya langsung terkejut, sebab sebuah tangan yang lebih besar meraih tangannya berjalan cepat ke arah lain.

Dapat dia rasakan aura berbeda di sana. Entahlah, ada apa dengan pemuda ini? Alma sama sekali tak tahu.

Mereka akhirnya berhenti, sebab pemuda itu sudah menghentikan langkah. Dia berbalik, melihat Alma cukup lama, lalu pandangannya tampak teralih pada ponsel yang berada digenggaman Alma.

"Ponselmu?" tangannya terulur seperti meminta Alma agar memberikan ponselnya. Sementara sang pemilik perlahan melihat ponsel tersebut, lalu memberikannya.

"Bukannya Kamu dipanggil Pak Andi?" tanya Alma ingin tahu.

Terlihat gelengan dari Azlan. "Arga hanya mau mengurangi kerumunan dan jujur, aku ingin tahu apa videonya. Aku lihat kamu sangat antusias soal ini."

"Sangat!" Alma bergegas duduk ke kursi yang ada di belakang, membiarkan pemuda itu untuk menyaksikannya sendiri. Apa sekarang Alma seperti orang yang sangat suka mengadu? Tetapi semua yang dilihatnya apakah benar kalau harus disembunyikan? Alma menggeleng cepat dan diam melihat Azlan.

Azlan mengetuk layar ponsel dua kali, lalu memperhatikan sejenak. Kemudian memutar video tersebut.

***

Saat tengah asyik berbincang dengan Aiyra, tiba-tiba saja suara percakapan seseorang samar terdengar. Makin lama, suara itu makin jelas dan juga terulang beberapa kali.

"Aku udah nggak suka Azlan semenjak dia naik ojek online ke sekolah. Ya, aku sayang dia sekaligus juga karena kaya. Kalau sekarang, naik ojek gitu? Aduh! Mau taruh di mana mukaku ini?" ucap Zalfa, perbincangan mereka langsung mengarah ke sana setelah pemuda yang tadi duduk di samping Zalfa pamit pergi.

"Aku rasa Azlan emang jatuh miskin. Nggak guna lagi kalau gitu," ucap Aiyra.

"Aku senang bisa diputusin. Kalau masih pacaran terus gini, ya, nggak sebanding."

Tepat setelah ucapan itu, suara percakapan menghilang karena video sudah berada pada akhir. Zalfa dan Aiyra berdiri dari duduknya, melihat penuh keterkejutan berbeda dengan Azlan yang masih santai. Namun, raut wajahnya terlihat begitu menusuk.

"Jadi, begitu penilaianmu? Kelihatannya bahagia banget, ya?"

"Azlan, maksudku bukan begitu."

"Aku nggak bakal marah, kok. Justru dengan begini, aku ada bukti buat batalin semuanya secara nyata." Kedua sudut bibir Azlan terangkat sedikit, tersenyum tipis karena itu. "Aku senang nggak harus dekat lagi sama gadis yang cuman menilai seseorang dari hartanya doang."

Untuk sebentar Zalfa terdiam. Kenapa pemikiran Azlan begini? Salah! Ini salah! Nggak pernah ada orang yang berani berpikir jauh seperti itu padanya. Juga, tahu dari mana Azlan soal perbincangan itu?

"Maksudku bu--"

"Diam! Udah jelas ada buktinya. Bahkan, aku perdengarkan padamu, tapi kenapa kamu masih mau ngelak? Jujur aja lagi, dengan begitu dari pihakmu dan pihakku bisa sama-sama nggak terikat lagi." Azlan berbalik, memunggungi Zalfa. "Lagian siapa juga yang setuju dengan hubungan ini? Nggak! Aku nggak peduli dan satu lagi, naik ojek bukan berarti orang itu nggak keren atau mungkin nggak punya apa-apa." Tanpa menunggu ucapan Zalfa lagi, pemuda itu melangkah pergi dari sana.

Langkah cepat, sorot mata tajam membuatnya tampak seperti pemuda yang saat ini sedang marah. Huh! Ada sedikit kekeliruan menilai kalau Zalfa memang menyukainya, tetapi sekarang tidak lagi. Bukti nyata ini akan diberikan kalau Azlan sudah pulang ke rumah papa dan mamanya, tetapi kapan? Bahkan, sekalipun ingin pulang Azlan masih merasa tak mau menemui sang papa.

Azlan telah sampai di tempat yang paling sering dia datangi. Bukan tempat favorit, tetapi di sinilah Azlan dapat merasa memeluk kesunyian bersama terpaan angin. Tubuh disandarkan pada tembok, kaki kiri yang tetap dibiarkan lurus, dan kaki kanan menekuk sebagai penopang tangan kanan yang sedang memainkan ponsel milik Alma, memutarnya pelan.

Memikirkan keajaiban yang sebentar lagi berada di depan mata. Saat perjodohan itu putus, saat perjodohan itu tinggal menjadi kenangan buruk masa lampau dan tak, 'kan menjadi cerita untuk masa mendatang.

Sebenarnya butuh bukti lagi, tetapi dengan ini Azlan yakin sang mama akan berpihak padanya atau ... tidak? Huh! Jangan langsung putus asa, Azlan meyakinkan diri kalau mamanya akan percaya dan menyetujui perjodohan itu putus.

Sekali lagi, senyuman tipis tercipta. Adakah perasaan senang? Ya, tentu saja ada dan sangat nyata! Azlan seperti merasa perasaan senang kembali menjalar dalam dirinya. Walau semua belum dikatakan, tetapi Azlan telah merasa senang dengan ini.

Cahaya seperti hadir kembali dalam kehidupan gelapnya. Cahaya redup itu, perlahan bersinar terang dan saat ini penyebab semua itu dari Almaira. Sosok gadis yang baru saja memberi satu bukti yang dapat memperkuatnya.

Ponsel itu berhenti dimainkan, Azlan ingin berterima kasih pada Alma dan sekalian mengembalikan ponselnya. Apa sekarang? Ya, sekarang saja. Secepat mungkin, Azlan beranjak pergi berjalan mencari keberadaan Alma.

***

Menyusuri beberapa tempat di sekolah, tetapi gadis yang Azlan cari masih belum kelihatan dan malah menemukan para gadis yang membuat Azlan kesal, karena kembali mendengar cerita dirinya yang dianggap sudah tak punya apa-apa karena naik ojek online. Apa salahnya? Nggak boleh, kalau Azlan juga naik ojek? Huh!

Azlan melanjutkan langkah, mencari gadis itu di sekeliling, masih belum ketemu juga dan membuat Azlan berhenti, berpikir ada di mana dia? Apa mungkin di taman? Barangkali.

Secepat mungkin, langkah Azlan menuju taman. Dia ingin mengucap terima kasih, pantas gadis itu menerimanya karena hari ini sudah sangat membantu.

Saat melihat taman, mata Azlan benar menangkap sosok gadis itu sedang duduk di salah satu kursi seorang diri. "Alma," lirihnya bergegas akan menghampiri, tetapi langkah Azlan melambat dan akhirnya berhenti.

Ada Sakha yang menghampirinya. Tampak Alma tersenyum, lalu memberi buku. Entah, Azlan tidak tahu buku apa itu? Tidak tahu. Dari yang dilihatnya, hubungan mereka perlahan sudah mulai lebih dekat dari pertama kali.

Azlan menghela napas kasar. Merasa tak sopan, jika harus mengganggu keduanya. Baiklah, Azlan akan mengatakan di sini.

"Terima kasih Almaira," lirihnya dan bergegas pergi dari sana dengan cepat.

Sepertinya, Azlan akan mengembalikan ponsel Alma di kelas saja nanti.

Argia (Tamat)Where stories live. Discover now