⚘ Extra Chapter - Dobel S (Ss) ⚘

381 20 0
                                    

Sudah tiga bulan lebih Almaira bersekolah di SMA Akasia dan selama itu juga, dirinya telah terbebas dari hal yang mengganggu. Memulai perjalanan baru yang tak disangka, dapat bertemu teman-teman terbaik sekolah tersebut. Namun, teman terbaik. Siapa bilang tidak pernah bermasalah? Tentu saja ada. Akan tetapi, setelahnya mereka saling meminta maaf.

Jam istirahat pertama pada hari Senin dibunyikan. Para guru keluar kelas, sedang murid-murid bergegas menuju kantin. Kelas yang tadinya dipenuhi manusia, tiba-tiba sepi. Ada yang ke kantin, ada memilih untuk berbincang depan kelas, dan ada juga yang bermain di lapangan.

Namun, hal tersebut tak berlangsung lama. Suara heboh dari seseorang berhasil mengalihkan perhatian. Murid yang tak di kantin, satu persatu berkumpul ke tempat suara berada. Menatap dengan ekspresi antusias, tetapi juga ada yang bingung.

"Beli satu, gratis satu, ayok!" Suara yang berasal dari Zalfa, masih terus berteriak. Sementara Alma dan ketiga teman lain membagikan kertas berisi varian rasa. Mereka saat ini sedang menjual kue brownies aneka rasa, dengan bentuk menggemaskan.

"Ayok beli, rasanya enak tau! Kalau buat difoto juga bisa banget, loh, bagus ini," ucap Luna tampak tersenyum. Gadis itu bukan hanya mencoba menjual, tetapi membangun kedekatan dengan mereka yang masih melihat-lihat.

"Kapan lagi coba, dapat kue imut dan murah. Terus juga gratis satu." Nabila menambahkan, langsung beberapa yang dijual terbeli.

Mereka melakukan hal ini dengan senang hati. Membagi satu persatu ke pembelinya, juga memberi kembalian pada mereka yang uangnya lebih. Satu kue dijual, dengan harga 3k saja. Bahkan, ada yang membeli tiga sampai empat karena menyukai rasanya.

Sayang setelah kurang dari 25 menit, berita Alma dan teman-temannya menjual di dalam lingkungan sekolah akhirnya tersebar. Arga langsung menghampiri mereka, dengan pesan yang dibawa dari wali kelas.

***

Keadaan tegang terjadi dalam ruang persegi empat, khusus sebagai tempat diskusi. Sudah ada Luna, Alma, Nabila, dan Zalfa duduk di sofa panjang yang muat empat orang. Sementara sofa samping kanan, Bu Farah selaku wali kelas. Sofa kiri, ada Arga ketua osis.

Hampir tiap masalah, osis selalu menjadi bagian yang terlibat. Selain agar para murid dapat belajar memecahkan masalah, juga supaya mereka tahu kalau tugas tersebut memiliki tanggung jawab besar dan bukan sebuah permainan. Sehingga, pada waktu pemilihan ketua osis baru. Dapat memperkecil kemungkinan yang ikut, cuman untuk bermain atau hanya ingin mendapat perhatian.

"Ini bukan masalah besar, tapi kalian harus tahu aturan. Tidak boleh menjual di dalam lingkungan sekolah tanpa adanya izin. Kecuali kegiatan itu, memang dari sekolah. Ya, semacam bazar tahun lalu." Bu Farah menjelaskan dengan nada pelan. Mimiknya nampak santai, tetapi juga tegas, serta pembawaan tenang.

Empat gadis itu, menunduk. Mereka mengakui hal tersebut salah. Apalagi sebelumnya Luna sudah menyebut aturan ini. Namun, masih tetap dilakukan. Hingga, hari ketiga menjual tersebar. Niat menjual kue memanglah baik, tetapi akan menjadi salah jika caranya tidak tepat.

Pandangan yang tadi tertuju pada semua. Kini, mengarah ke Luna. "Luna, harusnya kamu menjelaskan ini pada teman-temanmu. Kamu tau, bagaimana sekolah melarang ini, 'kan?"

"Maaf, Bu, saya mengaku salah. Saya sudah katakan aturan ini, tapi malah tetap ngelakuin." Luna tidak menatap Bu Farah. Dia masih menunduk, seperti yang lain.

"Tidak masalah, tapi jangan diulang lagi. Ibu harap ini menjadi yang terakhir kali kalian menjual kue di sekolah tanpa izin." Penglihatan kembali beralih ke murid lain. "Anak-anak, kami melarang dengan alasan tidak ingin konsentrasi kalian nanti jadi terganggu. Kalian lebih fokus ke jualan, daripada belajar. Bisa aja ada teman yang awalnya ke perpus baca buku, beralih mikirin dagangan. Bisa aja kalian sudah harus berangkat sekolah, tapi masih perlu ngurus jualan. Itulah sebab, kenapa ada aturan semacam ini."

Argia (Tamat)Where stories live. Discover now