21. Kejadian Mencekam

449 52 0
                                    

Setelah pulang sekolah, juga setelah cukup lama menunggu. Akhirnya Alma melihat Luna telah datang dari seberang. Gadis itu melambai dan dibalas lambaian tangan oleh Alma tak lupa senyum dari keduanya.

Luna sempat berhenti, karena lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Menunggu cukup lama, sampai kembali merah dan Luna pun melintas dengan langkah sedang menuju Alma.

Alma menunggu di seberang dengan tenang. Dia sibuk memperhatikan Luna, sampai tiba-tiba matanya harus membulat, suara Alma terdengar berteriak histeris dan perasaannya yang tenang berubah menjadi sangat terkejut.

Apa yang terjadi? Depan matanya sendiri, Luna?

"Luna!" teriak Alma langsung menghampiri tubuh gadis yang telah tergeletak di sana. "Luna!" isak Alma sambil memegang tangannya.

Orang-orang yang berhenti saat lampu merah, bergegas membantu. Salah satu taksi juga kebetulan di sana yang membawa mereka menuju rumah sakit. Sementara itu, mobil penabrak Luna melaju tanpa bisa dihentikan. Alma yang fokus pada Luna saat itu, tak berpikir untuk memperhatikan mobil tersebut.

***

Perasaan Alma sekarang campur aduk. Niat mau menemui Nabila, tampaknya tidak jadi karena kejadian ini. Alma duduk, sedikit menunduk, dengan pengelangan tangan menyentuh area lutut seraya meremas jari-jemarinya, menunggu dokter keluar dari ruangan.

"Kenapa bisa begini?" lirihnya tak percaya.

Seketika Alma duduk tegak, menatap ke depan. Merasakan sosok yang mengejarnya berada di sekitar sini. Alma memberanikan diri untuk melirik ke kanan perlahan, tetapi hanya ada beberapa suster ke luar masuk ruangan dan beberapa anggota keluarga para pasien lain.

Embusan pelan dan sedikit ada kelegaan pada perasaannya. Kalau apa yang dirasa dan dipikirkan sama sekali tidak benar. Namun, Alma perlahan melirik ke kiri. Dia datang! Ada di sini, Alma langsung menutup mata mencoba tenang, menahan diri untuk tidak lari, sebab mengingat Luna yang berada di dalam sana.

Ya, Alma akan di sini sampai dokter keluar dan mengatakan keadaan Luna sudah baik-baik saja. Alma mengatur napas, berusaha menenangkan diri-sendiri. Terasa mendekat, orang itu seperti mendekat. Tiba-tiba saja membuat Alma berteriak ketika ada yang menyentuh pundaknya.

"Alma, ini ibu."

Alma membuka mata, melihat pemilik suara yang memang dikenal dan benar itu adalah Delara, ibunya.

"Ibu." Tanpa menunggu lama, Alma langsung memeluk sang ibu. Menangis, meluapkan perasaannya.

"Tenanglah, temanmu akan baik-baik saja." Delara membalas pelukannya, mengusap pelan puncak kepala Alma.

"Luna akan baik-baik saja, Alma yakin, tapi ibu, orang itu juga di sini. Dia mengawasi Alma juga."

"Orang yang Alma sering bilang itu?" tanya Delara memastikan.

"Iya."

"Tenanglah, ada ibu di sini. Sebentar lagi, ayah juga akan ke sini."

Alma terus memeluk ibunya selama menunggu. Cukup lama, sampai akhirnya orang tua Luna yang Alma telepon menggunakan ponsel Luna juga datang, bersama ayah Alma.

Alma melepas pelukannya menyalami kedua orang tua Luna, lalu dia juga bercerita saat diminta bercerita. Usai itu, Alma kembali memeluk ibunya. Sampai beberapa menit berlalu dan dokter keluar.

"Keadaannya sudah membaik dari sebelumnya. Ada beberapa luka, tapi tak begitu parah. Jadi, kalian tenang saja."

Semua yang ada di sana pun, lega mendengarnya. Juga senyum terlihat, bukan lagi kecemasan. "Jadi, apa saya sudah bisa menemuinya, Dok?" tanya ibu Luna.

Argia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang