43. Dua Sisi

317 41 2
                                    

"Masih mau menghindar, masih mau mengelak setelah aku tunjukkin rekaman cctv ini?" Arga mengembuskan napas, lalu duduk di kursi salah satu murid sambil memperhatikan Aiyra yang seakan-akan diam seribu bahasa.

"Jadi, memang kamu orangnya. Kamu yang sengaja membuang gelang itu, Aiyra. Apa maksudmu sebenarnya? Bukannya kita sama-sama merencanakan ini?" Menggeleng tak percaya. "Lalu, sebelum Arga ke sini, apa sedikitpun kamu nggak ada perasaan bersalah ke aku, Aiyra? Kamu sudah buat aku berada di posisi di mana teman-teman yang lain sama sekali seperti sudah enggak percaya sama aku!" teriak Zalfa penuh emosi.

Diam, setelah bukti yang Arga dapatkan dan banyaknya pertanyaan yang Zalfa beri ke Aiyra. Gadis itu masih terus-menerus diam. Tampak wajah Zalfa memerah seperti orang yang sudah makan begitu banyak cabai, karena kesal!

"Kenapa kamu melakukan itu padaku, kenapa, kenapa, kenapa? Hah! Jawab aku!"

Setelah cukup lama terdiam tanpa adanya terlihat keinginan untuk menjawab dari Aiyra, Zalfa kembali melempar pertanyaan. Makin emosi, sementara Arga memilih diam menyaksikan. Memang sudah seharusnya Aiyra berkata jujur. Apalagi sekarang bukti sudah berada di tangan, mau mengelak seperti apa lagi?

"Jawab aku, Aiyra!" Kembali teriakan dari Zalfa terdengar, membuat Aiyra pun akhirnya buka suara.

"Iya, aku orangnya." Tatapan yang semula sangat baik dan bersahabat, seketika telah lenyap. Berganti dengan tatapan serius tanpa perasaan. "Aku, aku yang membuang gelang itu."

Mendapat jawaban mutlak tanpa niat menyangkal, menjadi akhir dari kebenaran yang coba Arga jelaskan pagi tadi. Senyum tampak di bibir pemuda itu, merasakan penawar sesungguhnya hadir dalam hubungan beracun ini. Penuh dengan bisa (racun ular) yang silih berganti ada, tetapi sekarang sudah tidak.

"Kenapa? Hah! Kenapa?'' Nada Aiyra jauh lebih tinggi dari Zalfa sebelumnya. Dia balik berteriak, menatap Zalfa yang sudah sangat marah saat ini. "Aku sengaja melakukannya agar Brian tidak suka padamu, Zalfa! Agar dia, dia melenyapkan rasa suka pada gadis jahat sepertimu yang terus saja mencari musuh."

Kata akhir yang mengejutkan. Zalfa benar-benar tidak dapat percaya, bahwa hubungan persahabatan yang dijalin bersama Aiyra cuman jalan untuk menjatuhkannya secara bertahap. Sama sekali tak berdasar pada niat baik kedua pihak, tetapi hanya satu, menyakitkan!

Bahkan, dia sengaja dibuat seolah-olah menjadi gadis jahat di hadapan Brian.

Enggan percaya, tetapi ini kenyataannya. Kalau gadis yang telah dipercaya, sukses menampakkan ekspresi dusta sehingga celah yang siap terbuka pun memburam. Akan tetapi, Zalfa masih terus mendengar setiap ucapan Aiyra, walau sekarang hatinya begitu sakit!

"Tapi tidak, Brian masih terus peduli. Bahkan, sampai detik ini. Brian masih saja menanyakanmu walau hampir semua murid tidak lagi percaya padamu. Aku suka padanya, tapi dia malah suka padamu! Dia selalu menjadikan seorang Zalfa prioritas dan aku hanya orang tempatnya mendapat informasi tentang seorang Zalfa, aku muak!"

Mengangguk paham, Zalfa sudah sangat paham dengan semua yang telah Aiyra katakan. "Jadi, bukan karena aku cocok dengan Azlan sehingga kamu mendukung hubungan itu. Mau sejak aku belum punya hubungan dengan Azlan atau tidak, itu tak penting. Juga, ketika kamu memanas-manasi aku untuk menjatuhkan orang lain. Semua hanya untuk maksud lain dan kepentinganmu."

"Ya!" Memberi tatap tajam pada Zalfa, dengan intonasi yang masih tinggi. Perlahan wajah Aiyra tampak begitu menyeramkan, dapat terasa aura permusuhan begitu kuat. "Ya, bukan karena cocok." Tiba-tiba berbisik, senyum miring, ekspresi yang sangat jarang ada. Sekarang telah muncul. "Bukan juga karena yang lain akan lebih terkenal darimu di sekolah ini, tapi itu agar kamu!" Aiyra kembali berteriak, jari telunjuk terarah tepat di depan wajah Zalfa. "Agar kamu, menjauh dari Brian!"

"Aiyra!"

"Diam!" Aiyra balik berteriak. "Kamu ingin aku menjawab, maka inilah jawabannya!"

"Kamu benar-benar keterlaluan, Aiyra! Aku sama sekali nggak ada rasa ke Brian. Bahkan, sekali saja aku nggak pernah dekat dan berbincang dengannya. Seharusnya kamu jujur akan perasaanmu, bukan malah berubah menjadi monster mengerikan seperti ini!" Makin menjadi, tampak ngos-ngosan akibat terus berteriak. Namun, bukannya mendapat tanggapan baik dari Aiyra. Gadis itu, malah tertawa.

Seketika tawanya berhenti. "Hari ini kamu memang nggak ada rasa, tapi bukan nggak mungkin orang yang terus diberi perhatian dengan tulus enggan luluh. Zalfa, lebah nggak mungkin berpaling dari bunga sebelum bunga itu dihancurkan sampai tak tersisa. Oh, iya, tapi akan kuhancurkan bunga itu agar lebahnya tidak lagi mendekat."

"Tutup mulutmu, Aiyra! Kamu benar-benar keterlaluan!" Zalfa benar-benar muak kali ini, ingin memberi tamparan setimpal atas segala perbuatannya. Bahkan, menurut Zalfa itu belum sebanding dengan banyak hal yang ternyata direncanakan untuk menjatuhkannya.

Akan tetapi, Aiyra berhasil menepis. Balik mendorong Zalfa sampai terduduk ke lantai. Arga yang melihat itu, langsung menolong Zalfa. Sementara Aiyra merapikan rambut dan seragamnya. Melihat dengan tatapan tak suka, sesegera mungkin beranjak pergi. Sama sekali tidak berhenti, ketika mengetahui kalau Azlan dan Alma berdiri tak jauh dari ambang pintu.

Alma melihat Zalfa sejenak, ada Arga yang membantunya. Alma pun segera pergi ke ambang pintu, melihat Aiyra yang perlahan menjauh. Gadis itu berjalan tergesa-gesa, tetapi tiba-tiba saja berhenti. Untuk kedua kalinya, Alma tidak menyangka dengan kejadian yang dilihat saat ini.

Langkah Aiyra terhenti, sekarang rambutnya cukup basah akibat ulah beberapa siswi lain. Karena pistol berisikan air ditembakkan ke arahnya. Mengepal kedua tangan, lalu menoleh dengan tatap kesal.

"Ups! Kayaknya kami mainnya berlebihan, deh, sampai rambutmu basah Aiyra. Maaf, ya, Aiyra. Kami nggak sengaja."

"Kekanak-kanakan banget, sih! Makanya, kalau main itu lihat-lihat!" teriaknya.

"Ya, kami lihat, kok. Cuman yang kami lihat anak seorang penjahat sekaligus ... sudahlah, nggak perlu disebut. Jadi, kayaknya pantas, ya, kena air biar bersih dari kotoran," ledek salah satu siswi.

Mendengar hal itu, seketika sukses menghadirkan rasa penasaran Alma. Walau jaraknya berdiri dengan posisi Aiyra cukup jauh, tetapi suara siswi itu cukup besar dan cukup jelas terdengar. Apa itu hanya candaan?

Namun, kekehan dan juga sikap yang benar-benar disengaja begitu tampak. Keseriusan terlihat lebih mendominasi, sama sekali tidak seperti bercanda. Apa mungkin ada yang Alma belum ketahui? Bermasa bodoh, terkadang menjadi jalan terbaik untuk tidak pusing memikirkan permasalahan orang lain. Jauh lebih baik, agar tidak ikut campur. Akan tetapi, sepertinya ada yang berbeda ataukah cuman praduga semata?

"Apa maksudmu! Tahu apa kamu tentang kehidupan keluargaku? Hah!" Kembali berteriak, emosi Aiyra saat di dalam makin menjadi.

"Ya, kenyataannya seperti itu." Kembali menembaki Aiyra dengan pistol air, tetapi tidak begitu lama karena Aiyra langsung menjambak rambut siswi itu. Suara murid lain mulai terdengar mendukung gadis yang Aiyra jambak, satu pun tidak ada dukungan ke Aiyra.

Suara keributan tersebut, membuat murid lain makin banyak mengerumuni. Dari dalam kelas, Arga segera keluar. Melihat pertengkaran yang sepertinya sulit dipisahkan membuatnya segera pergi memanggil guru BK.

Argia (Tamat)Where stories live. Discover now