8. Ada yang Kurang

905 112 5
                                    

Suara gebrakan di meja ruang makan, menyudahi aktivitas makan Azlan. Bukannya menjadi pagi yang tenang, malah harus tak tenang seperti ini. Karena dari tadi, papanya terus saja meminta agar Azlan minta maaf pada Zalfa.

Bukan hanya itu, papanya juga meminta agar Azlan mau balikan dengan Zalfa. Namun, Azlan memilih tak acuh. Dia segera bangun dari duduknya beranjak pergi dengan diam. Biasanya mencium punggung tangan sang papa, kali ini tak dilakukan Azlan.

***

Suara motor terdengar, terparkir di parkiran SMA Akasia. Ya, bukan hal aneh jika ada yang mengendarai motor. Karena tak sedikit yang menggunakannya. Sama dengan Alma, hari ini gadis itu memilih membawa motor daripada diantar oleh sang ayah.

Namun, bukan karena terus diantar. Akan tetapi, karena perkataan ayahnya semalam sukses membuat Alma terkejut. Kalau Sakha anak yang baik, dia juga senang kalau Alma dekat dengan Sakha. Bahkan, siap jika Alma mau menikah setelah lulus.

"Tidak!" Alma menggelengkan kepalanya, mengusir perkataan sang ayah yang terngiang-ngiang.

Sesegera mungkin, Alma menaruh helm lalu beranjak pergi dari tempat parkir. Memasuki sekolah dengan tenang, berjalan menyusuri lorong menuju kelasnya.

Baru beberapa langkah, bel sudah berbunyi. Mengharuskan Alma sedikit berjalan cepat. Tampak banyak murid yang terlah masuk, Alma pun baru saja telah masuk.

Tak disangka, Sakha sudah berada di tempat duduknya. Pandangan mereka sempat bertemu, tetapi Alma sesegera mungkin memutus kontak itu. Berjalan ke tempatnya. Jangan tanya tentang hatinya, Alma merasakan sesuatu yang aneh. Apalagi dengan perkataan ayahnya, membuatnya canggung. Sangat canggung.

***

Usai pelajaran, bel istirahat pun berbunyi. Alma memasukkan bukunya ke tas.

"Alma." Suara yang tak asing baginya, ya, siapa lagi kalau bukan salah satu dari teman sekelasnya, Sakha. Pemuda itu membuat Alma, seketika kembali merasa canggung. Namun, sebisa mungkin untuk segera menguasai diri dan terlihat biasa saja.

Alma menoleh sambil tersenyum. "Eh, iya, ada apa?"

"Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Sakha memastikan.

"Hah! Iya, aku baik, kok." Alma kembali tersenyum.

"Tapi, tadi?" tanya Sakha sekali lagi, memastikan sekali lagi.

"Enggak, enggak ada, kok." Alma segera bangkit. Dia pamit dari hadapan Sakha, karena Luna sudah memanggilnya untuk ke kantin. Salah satu tempat favorit para anak sekolah, ketika bel istirahat.


Sampai di kantin, mereka segera mengambil tempat duduk sebelum ada yang mengambilnya. Jika jam istirahat, tak ada jaminan bangku kosong ada. Bahkan, sekarang. Semua hampir dipenuhi murid yang ada di sini.

Berbeda dengan kedua temannya yang memesan makanan sekaligus es, Alma hanya memesan es teh saja.

"Loh, kok, kamu cuman pesen itu?" tanya Nabila.

"Iya, soalnya aku sudah makan dari rumah. Jadi, masih kenyang. Makannya nanti saja," ucap Alma dan keduanya mengangguk paham.

"Oh, iya, kayaknya nanti aku nggak langsung ikut kalian ke kelas. Soalnya, aku ada urusan sedikit," ucap Luna.

"Urusan apa?" Nabila memperhatikan Luna, terlihat dia meminta jawaban.

"Entahlah, dipanggil tadi."

Argia (Tamat)Where stories live. Discover now