29. Permainan Ilusi

384 46 0
                                    

"Sukses berawal dari sebuah proses panjang. Menginginkan kata sukses, berarti harus siap menemui proses lebih dahulu."

-Almaira Mahveen-

Seperti tempat dalam sebuah permainan, mencari keberadaan seseorang yang merupakan target. Begitulah posisi Alma saat ini, mencari orang misterius tersebut. Berpikir kritis, juga bertindak cerdas sesuai arahan agar sukses mencapai tujuan.

Tidak mudah, tetapi Alma akan terus berusaha dan mencoba sampai berhasil. Terlebih Alma bersyukur memiliki dukungan dari kedua orang tua, Sakha juga ikut mendukung dan itu, makin membuat Alma merasa yakin. Kalau dia mampu menemukan titik terang, bukti nyata sekaligus menaklukkan rasa takutnya.

***

"Melalui cermin, kamu bisa melihat apa yang terjadi di belakang tanpa berbalik. Kamu bisa langsung mengetahui peneror itu, ada atau tidak." Begitu sedikit penjelasan Sakha, saat berbincang bersama Alma pagi tadi.

Jam istirahat pertama, Alma langsung pergi ke koridor yang sama seperti hari sebelumnya. Langkah terhenti tepat di tengah antara menuju luar sekolah atau perpustakaan. Namun, secepat langkahnya tadi tiba-tiba oksigen di sekitar sini terasa mulai menipis. Alma merasa detak jantung sedikit cepat, apa mungkin orang misterius itu ada?

Alma menggeleng, langsung memejamkan matanya sejenak. Baik, sekarang tak perlu berbalik. Cukup melihat melalui cermin kecil yang Alma pegang. Akan tetapi, walau tidak berbalik tetap saja masih merasa takut. Mengatur napas, menenangkan diri. Jangan menunduk dan membuat diri makin dikelilingi ketakutan.

Tak akan ada yang berubah, jika terus menuruti rasa takut. Alma mengangkat wajah, perlahan membuka matanya. Merapikan rambut menggunakan jari-jemari, lalu dengan tangan bergetar Alma mengangkat cermin yang dipegang.

Tanpa berbalik, ya, tidak lagi berbalik Alma bisa melihat area belakang.

"Aaa!" Alma refleks berteriak, tetapi cermin masih belum memperlihatkan wajahnya. Itu berarti, Alma masih belum melihat area belakang. "Tenang Alma," lirihnya lalu membawa cermin tersebut memperlihatkan wajahnya.

Namun, dalam sekejap saja seperti ada bom meledak, Alma terkejut! Bukankah ini terasa aneh? Pasalnya, bagaimana mungkin bisa tidak terlihat secepat itu? Alma langsung menurunkan cermin dengan cepat. Sebab apa yang dia lihat hanya koridor kosong. Tidak ada siapa pun seperti yang terpikir. Dalam waktu singkat otak Alma bekerja ekstrak keras, mencari jawaban dari segala macam pertanyaan atas perasaan takutnya tadi. Kenapa bisa, ke mana dia?

Tak mau membuang waktu lebih banyak, memilih melanjutkan langkah dan mencoba abai dengan kejadian ini. Tangan beralih pada ponsel, membuka aplikasi berbentuk nada. Setidaknya agar tidak selalu tegang, takut, dan terkejut Alma memilih memutar musik.

"Astagfirullah!" Alma kembali menyentuh di mana jantungnya berada, dengan telapak tangan. Belum sempat memutar musik, Alma sudah harus terkejut lagi. Dari belakang, pintu perpustakaan tertutup rapat. Tak hanya memekakkan, juga menghadirkan pertanyaan baru. Karena siapa saja yang masuk perpustakaan diharuskan tenang, tetapi ini malah pintunya tertutup sangat kencang.

Bukankah ada penjaga perpustakaan yang membuka-tutup tanpa menciptakan suara keras seperti itu? Atau ... astaga! Jangan katakan kalau yang tadi adalah orang misterius yang baru saja memunculkan perasaan takut Alma?

"Sakha!" Secepat mungkin, Alma mengutak-atik ponsel. Membuka logo berwarna hijau, mencari nama Sakha.

Namun, belum sempat menghubungi Sakha, ponsel sudah lebih dahulu terlepas dari genggaman Alma. Perasaan terkejut, bercampur takut sekarang lebih besar dan makin menjadi. Karena baru saja merasa ada yang berhenti tak jauh di belakang, seolah-olah berdiri diam memandang Alma.

Argia (Tamat)Where stories live. Discover now