42. Memori

352 47 7
                                    

Baik Alma, Luna, dan Nabila. Mereka tampak asyik berbincang, tetapi tanpa sadar Azlan tiba-tiba saja muncul hampir mengejutkan. Namun, sama sekali tidak bertingkah usil yang dapat berefek teriakan kencang dari ketiganya. Sama sekali enggan basa-basi, langsung mengutarakan maksud.

"Aku ingin bicara padamu, tapi bukan di sini." Mata Azlan terarah tepat ke Alma tanpa sekalipun mengalihkan pandang.

Suasana mulai sedikit canggung, ditambah tatapan bertanya-tanya dari sekitar. Sebab saat ini, mereka berada di kantin beberapa menit setelah bell istrahat berbunyi. Namun, dengan cepat Azlan pergi. Sementara Alma diam sejenak dan dalam detik ke sepuluh, dia pun berdiri dari kursinya.

Alma memiliki hak untuk menolak mengikuti dan tidak pergi, tetapi bicara dengan Azlan adalah hal yang sangat jarang. Jelas pemuda itu memiliki maksud kuat. Jadi, Alma akan pergi menemuinya.

"Hm, aku pergi dulu." Usai mengatakan itu dan direspon anggukan oleh kedua temannya, Alma bergegas meninggalkan kantin.

***

Beberapa langkah menjauhi kantin, Alma pun mengarahkan pandangannya ke segala penjuru. Mencari keberadaan Azlan, sampai lima detik berikutnya Azlan terlihat menghampiri sambil membawa tas.

''Ayo, ada yang mau kubicarakan!" ajak Azlan yang diangguki oleh Alma.

Mereka berjalan menuju tempat duduk yang berada tak jauh dari lapangan. Tidak panas, sebab terdapat pohon yang tumbuh subur dan lebat. Sampai di sana, Alma langsung duduk begitu juga Azlan. Setelah duduk, Alma memperhatikan Azlan yang sedang mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

Sebuah buku tulis. Cukup berbeda dari buku tulis kebanyakan, karena milik Azlan memiliki nomor halaman. Saat dibuka satu persatu. Walau tidak begitu terlihat oleh Alma, tetapi dia dapat memastikan kalau ada banyak gambar indah di dalamnya. Namun, tak begitu lama sampai Azlan berhenti membuka halaman buku tersebut. Halaman dengan angka 54 yang tertulis pada bagian pojok kanan bawah, seketika mengejutkan Alma. Karena halaman tersebut dirobek oleh Azlan.

"Kok, dirobek?"

Hanya tatapan tanpa ekspresi yang didapatkannya dari pertanyaan tadi. Membuat Alma sedikit cemberut, sampai kertas yang tadi dirobek diperlihatkan padanya. Ya, ada sedikit kejelasan bahwa Azlan merobek kertas itu karena tidak mau memperlihatkan seluruh isi dari buku tersebut. Mungkin kejelasan ini cuman perkiraan Alma, tetapi setidaknya rasa penasarannya sudah cukup terobati.

Kertas kosong dengan banyak garis, layaknya kertas di buku catatan biasa. Namun, dengan cepat Azlan membalik menampakkan angka halaman ke-55 dan apa yang sukses membuat Alma tercengang adalah gambar yang ada, dengan detail yang menurutnya sudah sempurna.

Akan tetapi, jika diamati lebih jauh gambarnya sangat mirip dengan milik Alma dan mungkin, sama sekali tidak ada perbedaan. Dua gambar cincin yang satu terlihat dari luar dan satunya dari dalam. Gambar cincin dengan ukiran yang sama seperti miliknya, ukiran bunga. Kemudian anisial 'R' pada gambar cincin kedua yang berbentuk kaligrafi.

Cukup melihat gambar tersebut, Alma sudah tahu kalau gambar itu mirip dengan cicin miliknya. Azlan pun tidak perlu mengatakan kalau gambar itu mirip dengan milik Alma, sebab Alma sudah mengetahuinya. Terlebih ukiran, bentuk kaligrafi pada anisial tersebut, dan anisialnya sendiri.

Lalu, apa maksudnya?
Pandangan beralih dari kertas ke Azlan, ingin segera menemukan jawaban yang tepat. Bukan sekedar terkaan. "Apa maksudmu dengan ini?"

"Menurutmu bagaimana?" Seolah menciptakan teka-teki, Azlan kembali melempar pertanyaan.

Alma masih tidak mengalihkan pandangan. "Bagus." Satu kata tanpa keraguan. Ya, karena memang menurut Alma gambarnya bagus. "Gambarnya bagus, tapi apa maksudmu dengan ini? Aku sama sekali nggak ngerti."

Argia (Tamat)Where stories live. Discover now