16. Selangkah, Dua Langkah

522 60 30
                                    

Alma menghentikan larinya, mengatur napas yang ngos-ngosan akibat berlari. Mau bagaimana lagi? Ini semua dilakukan agar segera menyudahi perbincangannya dengan Sakha. Akan tetapi, Alma berucap kebenaran kalau dia akan menemui Azlan.

Sesegera mungkin, Alma berjalan menuju ruang OSIS. Tampak Luna keluar dari sana bersama dua orang siswi lain. Menggunakan jas OSIS, Luna menghampiri Alma meninggal kedua temannya.

"Alma!"

"Eh, Lun."

"Ngapain di sini?" tanya Luna setelah sampai di depan Alma.

"Hm, ini, aku ... itu. Aa--" Belum sempat berbicara, Luna sudah lebih dahulu memotong ucapannya.

"Ngapain? Oh, aku tahu. Pasti mau ketemu Azlan."

Alma langsung nyengir menanggapi ucapan Luna. "Iya."

"Hm, kayaknya Azlan ada di kantin, deh."

"Begitu, ya? Oke, aku ke sana sekarang." Alma bergegas pergi.

"Eh, Alma! Belum selesai ngomong juga. Main ditinggal aja, sudahlah."

***

Setelah menemukan Azlan, Alma bergegas menghampirinya. Tanpa diminta, dia segera mengambil tempat di samping Azlan memperhatikan beberapa luka memar di sudut bibir, juga bagian kening.

"Aduh! Kok bisa gini?"

"Ngapain Kamu ke sini? Sana pergi!" usir Azlan tak peduli.

"Aku ke sini, karena khawatir sama Kamu. Aku kompres, ya?"

"Enggak! Sudah, pergi sana!"

Alma menghela napas. Memperhatikan sejenak, lalu berdiri. "Aku ambil air sama handuk kecil dulu, barangkali Bu Lina punya."

Azlan langsung menggebrak meja, membuat Alma terkejut. Dia mengepal tangan, berdiri dengan cepat. Kemudian mengarahkan pandangan penuh amarah pada Alma.

"Sudah berapa kali aku menyuruhmu pergi, sudah berapa kali? Hah! Ini bukan urusanmu, jangan menggangguku! Pergi!" Azlan ingin mendorong Alma, tetapi diurungkan. Dia masih ingat kalau dalam kehidupannya juga ada seorang perempuan dan itu, ibunya.

"Aku hanya mau membantu."

"Pergi! Aku bilang pergi, ya, pergi!"

"Aku benar-benar mau membantu, bukan hal lain."

"Pergi Almaira!"

Mendengar itu, Alma pun perlahan mundur selangkah demi selangkah. Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk menemui Azlan. Emosi pemuda itu, benar-benar meledak.

Alma terus mundur selangkah, dua langkah dan akhirnya berbalik. Mengatur napas yang sempat terkejut, lalu sesegera mungkin berlalu dari sana. Meninggalkan Azlan sendiri yang masih saja terus emosi.

Alma berlari menyusuri lorong yang mengarah ke kelas. Namun, langkahnya harus terhenti melihat Sakha berdiri di salah satu pilar yang dekat kelas.

Seketika, Alma mulai merasa gugup. Bagaimana jika Sakha bertanya tentang hal tadi, apa yang harus dijawabnya? Selangkah, dua langkah. Alma berjalan menuju kelas, mencoba tenang.

Dari arah berbeda, Sakha ternyata melihat dan memang menunggu Alma kembali. Bergerak cepat, Sakha berjalan menghampiri Alma. Saat ini, dia tidak memegang biola. Alat musik yang jarang sekali lepas dari genggaman hari ini, ditaruh dekat mejanya. Demi siapa? Sepertinya kalian pasti sudah tahu, ya, kalau itu, demi mencari apa yang ingin Sakha ketahui. Juga ingin membantu, untuk menyelesaikannya.

Demi siapa? Demi rasa penasaran yang menggebu, mungkin juga demi Alma.

Selangkah, dua langkah. Jangan tanyakan, langkah Alma begitu berat saat menyadari Sakha menghampirinya. Makin dekat, Alma berhenti. Kakinya sangat berat, seolah-olah tak lagi mampu melangkah sekarang, detik ini, menit ini, tidak bisa.

Argia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang