22. Jadi, Apa Jawabannya?

403 50 0
                                    

Untuk sebuah keputusan sulit yang akhirnya terpilih. Semua itu, tiba-tiba saja muncul di permukaan membuat Alma terus-menerus meyakinkan diri pada pilihannya sendiri.

Haruskah dia mengatakan, kalau pilihan apa pun yang akan terpilih nanti. Semua itu, akan tetap berdampak pada dirinya sendiri. Alma tidak mau mendatangkan penyesalan itu, juga tak mau mendatangkan perasaan yang jauh lebih menggiring pada sebuah tempat gelap.

Ada satu kesempatan yang berwujud pilihan dan percaya atau tidak, bisa saja ada perubahan yang hadir pada kesempatan itu.

"Aku tak pernah tahu, akan berada pada titik ini. Titik di mana aku harus memilih, atau menghilang dengan sejuta perasaan was-was."

-Almaira Mahveen-

Jika ada pilihan berhenti, maka Alma akan memilih itu. Namun, tidak untuk ini. Tak ada kata itu, sebab dunia ini bukanlah dunia game yang untuk menghentikannya tinggal menekan tombol bertuliskan off dan lihatlah, semua berhenti.

Tidak, kalian harus bangun dan mendapati bahwa kalian sedang tidak berada di dunia game. Melainkan dunia nyata dan di sinilah Alma, berada pada posisi memilih satu di antara tiga pilihan. Semua itu tidaklah mudah. Namun, dia tetap mencoba memilihnya berharap pilihan itu akan berdampak baik.

***

Masih sangat pagi. Bahkan, anak-anak yang datang bisa dihitung. Namun, pagi-pagi sekali Alma sudah mengirim pesan pada Sakha untuk bertemu lebih awal. Tidak mau menyia-nyiakan waktu, sebab tak ada yang tahu apakah pilihannya akan tetap sama kalau memilih bertemu setelah jam istirahat, dan lainnya.

Pilihan bisa saja berubah, 'kan? Maka dari itu, Alma tak mau mengulur lebih banyak waktu. Balasan dari seberang sana memberi persetujuan untuk bertemu lebih awal. Alma belum sampai di taman dan Sakha sudah berada di sana, menunggu sambil memainkan alat musik kesayangannya.

"Sakha!" panggil Alma, lalu berjalan cukup cepat.

Sakha menghentikan permainan musiknya, lalu menoleh. Dia langsung menaruh alat musik, menunggu Alma sampai.

"Sudah lama di sini?" Alma mengambil duduk di sampingnya, melihat Sakha yang masih memperbaiki posisi biola miliknya.

"Enggak, aku baru sampai lima menit yang lalu."

Alma mengangguk. "Sepertinya Kamu sangat ingin mendengar jawabanku, ya?"

Sakha menoleh dan sekarang menghadap Alma. "Ya, begitulah. Aku sangat ingin melihatmu nggak lagi merasa terus ada yang mengawasi."

Alma memperlihatkan senyum manis, seketika membuat Sakha merasakan sesuatu di hati. Entahlah, apa itu? Sakha tidak tahu.

Alma menarik napas. Kemudian mengembuskannya perlahan, untuk sekali lagi meyakinkan diri dengan pilihannya hari ini. Anggukan pelan terlihat, Alma melihat Sakha.

"Ada tiga pilihan dan semua kurasa memiliki dampak pada diriku sendiri. Entah, itu yang pertama, kedua, atau ketiga. Aku sudah pikirkan, aku juga sudah meyakinkan diri terhadap pilihan ini dan ya, aku nggak mau terus terjebak pada perasaan tentang orang itu." Alma kembali mengangguk pelan.

Ada hal yang kiranya ingin berusaha Alma lawan. Bahkan, hilangkan setelah pilihannya jatuh pada nomor tersebut. Yaitu perasaan takut berlebih terhadap hal yang masih belum jelas.

"Aku ingin menjadi sebuah kunang-kunang yang bersinar di antara malam, agar dapat berhasil menaklukkan perasaan takut ini. Melalui cahaya harapan, yang bersinar."

Argia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang