Chapter 5

2.5K 397 12
                                    

Alfarez
.
.
.
🍁🍁🍁

"Mas Azzam?!" Pekikku sedikit berteriak membuat Aufar sedikit menoleh ke arahku. Aku menutup mulut setelah menyadari suaraku terlalu keras. Angkat atau tidak, ya. Baru saja aku memikirkan tentang mas Azam, kini teleponku berdering karenanya.

"Gak diangkat?" Tanya Aufar menautkan alisnya. Aku menatapnya. Bagaimana aku mengangkat telepon dari laki-laki lain sedangkan dihadapan ku ada seorang suamiku.

"Itu orang yang Lo suka, kan?" Tanyanya lagi lalu meminum air yang tadi dia ambil.

"Dalam ilmu Sains, minum sambil berdiri dapat menyebabkan gangguan kesehatan ginjal," Paparku melirik sinis ke arah Aufar yang malah cuek saja dan melanjutkan minumnya sambil berdiri. Teleponku terus berdering meski sedari tadi tidak ku angkat sama sekali.

"Angkat aja kali. Kan gue dah bilang, Kita cuma nikah, Lo bebas pacaran sama siapa aja, begitupun gue." Tuturnya enteng. Ingin sekali ku layangkan ponselku agar mengenai kepalanya hingga membelah dua.  Lalu kuperiksa otaknya, kubenarkan kabel yang salah dalam otaknya! Manusia macam apa dia!.

Aufar berjalan mendekat ke arahku lalu menggeser panel hijau yang tertera di layar ponselku.

"Halo, Assalamualaikum, da?" Suara orang di seberang sana membuyarkan lamunanku. Aku menatap Aufar yang malah duduk di sampingku.

"Waalaikumussalam, mas," jawabku ragu-ragu. Hening. Mas Azam belum juga mengeluarkan suara setelah mendengar jawaban salamku. Ingin sekali kutanyakan padanya tentang kemana saja ia selama ini.

"Apa kabar, da?" Akhirnya setelah beberapa menit saling diam, mas Azam membuka suara lagi.

"Baik, Alhamdulillah, mas sendiri?" Aku malah balik bertanya. Percakapan kita malah terkesan seperti orang yang baru kenal.

"Da.. maaf, ya.. aku gak kasih kamu kabar. Aku ada kerjaan di luar kota. Sibuk  banget. Bahkan aku gak tahu kalau kamu ternyata menikah dengan orang lain. Maafin aku, da.." Aufar mengambil ponselku paksa lalu memencet tombol speaker.

"Aku bener-bener nyesel banget gak bisa cegah kamu. Apa kamu masih mau ngasih aku kesempatan?" Bicara apa mas Azam ini? Dia tahu aku sudah menikah, namun mengapa ia malah membahas perihal kesempatan?

"Aku tahu, kamu juga mencintaiku. Buku catatan kamu menceritakan tentang aku, cara pandangmu, semuanya. Aku tau itu, da.." aku membelalakkan mata. Bagaimana mas Azam bisa tahu tentang buku catatanku.

"Gue suaminya. Kalo Lo tau dia udah nikah, ngapain Lo masih nelponin dia?" Suara berat Aufar membuatku menoleh. Sekitar 10 menit yang lalu, dia bilang aku bebas berpacaran dengan siapapun. Sekarang? Dasar laki-laki plin plan.

Tidak ada jawaban dari mas Azam. Aufar tersenyum sinis, aku tidak tahu apa arti dari senyumannya. Sepersekian detik kemudian dia memencet tombol merah untuk memutus sambungan telepon.

"Kenapa, sih. Far?" Tanyaku ketika Aufar berdiri hendak kembali ke kamar rahasianya.

"Lo tau gak? Gak semua orang yang terlihat baik itu dalemnya baik juga." Aku mengerutkan kening mendengar perkataan Aufar.

"Lo percaya sama ... Siapa tuh namanya? Azam?" Aku mengangguk cepat. Bahkan aku sangat-sangat percaya kepada mas Azam. Aufar tersenyum sinis.

FARWhere stories live. Discover now