Chapter 32

1.9K 388 55
                                    

Selamatkan Jantungku!
---

Aku meregangkan tubuhku saat bangun tidur. Jam menunjukkan pukul setengah lima pagi. Aku melirik Aufar yang masih terlelap. Aku menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Woi, mas. Bangun. Udah shubuh!" Kataku masih menggoyang-goyangkan tubuhnya. Dia membuka matanya perlahan.

"Ngapain?" Tanyanya lalu mengucek matanya. Aku menghela nafas.

"Sholat, lah!" Jawabku lalu turun dari kasur, menarik tangannya agar bangun. Pria itu terduduk dengan malas. Rambutnya masih berantakan. Aku segera menuju kamar mandi untuk mandi.

Kata Abi, mandi sebelum shubuh itu banyak memiliki manfaat. Makanya sebisa mungkin, aku selalu melaksanakan mandi sebelum shubuh.

Setelah menyelesaikan aktivitasku dikamar mandi, aku segera keluar menggunakan handuk yang masih menutupi rambutku untuk mengatasi agar air yang masih ada dirambutku tidak menetes kemana-mana. Aufar malah kembali tertidur dikasur itu.

Aku segera mendekati pria itu.

"Mas, bangun, ya Allah." Aku meletakkan tanganku yang dingin itu kewajahnya. "Ih, dingin banget!" Pria itu langsung membuka matanya.

"Bangun!" Titahku membuat pria itu terduduk dengan mata sayup-sayup. Aku tersenyum melihatnya, dalam keadaan seperti ini, pun, dia masih terlihat tampan.

"Ngapain, sih? Masih ngantuk, ini." Keluhnya sambil menguap.

"Udah hampir jam lima ini. Ayo ibadah!" Kataku lalu menarik tangannya. Dia tersenyum tipis.

"Loh, semalem kan udah ibadah." Katanya lalu terkekeh, membuat wajahku memerah. Aku menjambak rambutnya membuatnya mengaduh.

"Gak usah ngomong macem-macem. Gak malu apa sama yang baca?!" Omelku membuatnya meringis menunjukkan sederet gigi putihnya. "Mandi sana!" Perintahku. Ia segera bangkit lalu menuju kamar mandi dengan membawa handuk berwarna army miliknya.

Aku hanya tertawa melihatnya. Kusiapkan sajadah untuknya dan sajadah untukku. Wudhu' ku menjadi batal karena harus menarik tangannya tadi. Sepuluh menit kemudian, Aufar keluar dari kamar mandi.

"Ayo sholat!" Ajaknya membuatku tersenyum. Aku mengangguk lalu menuju kamar mandi untuk berwudhu.

***

"Gini, nih. Makanya jangan buru-buru." Aku membenarkan dasi tidak rapi yang terpasang dileher Aufar. Aufar tersenyum tipis. "Iya, habisnya ini udah mau telat." Jawabnya seperti anak umur 5 tahun.

"Nah, udah. Sana berangkat!" Titahku membuat ekspresi wajahnya berubah. Dia menoleh kearahku dengan wajah cemberut. Aku mengerutkan kening.

"Kenapa lagi?" Tanyaku membuatnya semakin cemberut.

Aku tidak mengerti apa yang dia maksudkan. Aku segera mengambilkan tas miliknya yang masih tergeletak di atas sofa.

"Ini?" Tanyaku sambil mengangkat tasnya membuatnya menggeleng.

"Apa, sih?" Tanyaku. Wajahnya berubah menjadi malu-malu. Dia menunjuk pipinya dengan jari telunjuknya. Aku tertawa melihat tingkahnya.

"Ya Allah!" Pekikku masih tertawa. Aufar ikut tertawa. Dia masih menunjuk pipinya. Aku tersenyum lalu menggeleng-gelengkan kepala. Wajahku mendekat ingin melakukan apa yang dia minta.

Cup!

Wajah pria itu tiba-tiba menoleh lalu bibirnya menyentuh bibirku. Aku segera menjauhkan wajahku, lalu memukul pundaknya. Pria itu membulatkan mata.

"Modus!" Omelku lalu melipat kedua tanganku didada. Sejujurnya aku ingin berteriak sekarang juga. Wajah Aufar justru menjadi panik.

"Eh, tadi gue. Sorry, aku lupa naruh air minum dimana, Seingetku disini." Katanya lalu menoleh ke kanan dan kiri. Aku mencibir. "Tuh disebelah kiri. Ngapain nengoknya ke kanan?" Tanyaku membuat Aufar tertawa.

FARWhere stories live. Discover now