Chapter 20

2.5K 448 43
                                    

Deep Talk
----

"Ajari aku untuk mengenal Tuhanmu, ajari aku untuk mencintai Tuhanmu." Aku terdiam menatap matanya. Ada rasa bersalah disana.

"Arga. Nama gue dulu, sebelum om Radit menggantinya. Arga adalah singkatan dari nama bokap nyokap gue, yaitu Arley dan Gantari. Bokap gue keturunan Amerika dan nyokap gue Asli orang Indonesia. Mereka ketemu di Amerika." Aku tidak menemukan kebohongan dari raut wajahnya.

"Mereka ketemu saat nyokap belajar disana. Bokap gue sangat mencintai nyokap, begitupun sebaliknya. Akhirnya mereka menikah meskipun orang tua nyokap gue gak setuju." Dia menarik nafas.

"Mereka nekat menikah. Dan akhirnya lahirlah gue. Gue lahir dikeluarga yang bahagia. Sederhana tapi selalu cukup. Bokap gue pekerja keras, nyokap gue ibu rumah tangga yang baik."

"Tapi satu hal yang gak gue dapetin dari mereka. Yaitu, pendidikan agama. Bokap gue gak beragama. Nyokap gue ikutin bokap. Gue gak pernah diajarin tentang keberadaan Tuhan.

Waktu gue Sekolah Dasar, banyak temen gue yang pake kerudung. Disekolah diajarin agama, tapi, gue selalu bingung, kenapa guru gue gak pernah nyuruh gue belajar itu. Setiap ada temen gue tanya, 'agama Lo apa?' Gue selalu bertanya-tanya ke diri gue apa agama gue? Gue bertanya-tanya apakah agama itu penting? Apakah seseorang harus hidup dengan agama?"

Aku mendengarkannya dengan seksama.

"Lo adalah orang pertama yang tau masa lalu gue." Aku tidak tahu harus berkata apa. Aufar benar-benar penuh misteri.

"Bokap nyokap gue memang orang yang gak percaya dengan Tuhan. Mereka bilang, gue harus berusaha agar bisa mendapat apa yang gue mau. Kata mereka, Tuhan gak pernah bantu kita. Hari itu gue percaya apa yang mereka katakan.

Gue menentang semua teman-teman gue yang percaya Tuhan. Tapi, semakin gue meyakini Tuhan gak ada, gue malah semakin kacau. Gue gak punya arah, gue tersesat." Suaranya melemah.

"Hingga saat gue menginjak umur 16 tahun, gue mulai merasakan hal-hal yang aneh. Gue mulai butuh tujuan. Gue harus tau tujuan hidup gue. Gue mulai ngerasa bingung.

Gue bener-bener gak tau harus cerita ke siapa. Karena bokap dan nyokap juga gak mau gue beragama. Sampai saat itu, ada satu kejadian yang bener-bener bikin gue gak percaya adanya Tuhan. Gak percaya Tuhan itu adil." Aku mengerutkan kening.

"Kejadian?" Aku mengulang kata-katanya. Dia mengangguk pelan.

"Hari itu, Bokap, Nyokap, dan gue bersiap akan pindah ke Amerika. Kami menggunakan mobil milik Bokap menuju bandara. Namun, diperjalanan, Kecelakaan antar mobil terjadi. Bokap Nyokap Meninggal ditempat. Hari itu tepat hari ulang tahun gue yang ke tujuh belas tahun." Aku menutup mulutku, terkejut.

Air matanya mulai menetes deras. Dia menutup wajahnya.

"Kecelakaan yang sangat tragis. Gue takut... Gue takut..."  Mataku berkaca-kaca.

"Gue takut hidup sendirian. Kalo emang Tuhan itu ada, berarti Tuhan gak adil. Tuhan ngebiarin gue hidup sendirian diusia  gue yang masih terbilang kecil." Dia menghela nafas.

"Gue dilarikan ke Rumah Sakit bersama dengan Nyokap, Bokap, dan 2 orang yang berada di mobil yang bertabrakan dengan mobil bokap, berharap gue juga ikut mati hari itu. Namun, entah mengapa hidup gue terselamatkan." Pria itu menghela nafas.

"Dua orang pemilik mobil itu adalah Om Radit dan Istrinya." Aku membelalakkan mata.

"Jadi, itu alasan kenapa kamu membenci om Radit?!" Aku masih tidak percaya, masa lalunya sungguh misterius.

FARWhere stories live. Discover now