Chapter 37

1.8K 359 12
                                    

Sepertiga malam
---

Point Of View :

Aufar terbangun tepat jam 2 pagi. Tadi, dia pulang sekitar pukul setengah sembilan malam, dan Maida sudah tertidur pulas. Aufar memilih tidur di mushola agar Zayna-nya tidak terganggu.

Pria bertubuh jangkung itu berjalan menuju kamar mandi disamping mushola itu. Matanya masih bengkak karena menangis semalaman. Wajahnya masih kusut karena memikirkan Zayna-nya semalaman.

Aufar menggelar sajadah lalu sepersekian detik kemudian, dia melakukan sholat sunnah Tahajud. Sholat yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Munafik, memang. Dia melakukannya karena memang hatinya kacau. Namun, seseorang yang hanya bersujud saja kepada Allah tidak pernah Allah sia-sia kan, apalagi yang rela membuka matanya disaat orang-orang sedang terlelap.

Katanya, disepertiga malam inilah Allah SWT turun dari langit ke bumi dan memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk memohon dan mengadu dalam kesendirian, berdua dengan-Nya.

Aufar menoleh ke kiri pertanda ia mengakhiri sholatnya. Air matanya jatuh lagi. Tadi, ketika sujud, dia juga sudah menangis. Hatinya benar-benar sedang kacau.

"Ya Allah, Yang Maha Hidup dan Yang Maha Berdiri Sendiri. Saya meminta izin untuk menceritakan segala keluh kesah yang tidak mungkin saya ceritakan kepada orang lain. Saya Aufar, Hamba-Mu yang mungkin dosanya sudah melebihi besar dunia ini. Bolehkah Engkau mengampuni saya?" Aufar menghela nafas, masih tetap menangis.

"Maukah Engkau mendengarkan segala hal yang ingin saya ceritakan malam ini? Ya Allah, Yang Maha Bijaksana. Sungguh, kali ini aku benar-benar meminta keadilanMu. Ya Allah, untuk pertama kalinya, saya menangis malam-malam dalam kesendirian. Akhirnya saya tau, apa yang dirasakan om Radit saat itu. Dia butuh sandaran, dan engkau adalah sebaik-baik sandaran."

"Akhirnya saya tau, alasan dia bercerita kepada-Mu. Itu karena, memang bercerita kepada-Mu sungguh tenang. Saya sudah coba untuk menjadi hamba terbaik didalam agamaMu, saya coba jadi suami yang baik karna dalam Islam, seorang laki-laki tidak diizinkan menyakiti perempuan nya." Aufar menempelkan tangan ke wajahnya, menangis tersedu-sedu.

"Saya pernah membaca,Jika seorang laki-laki membuat perempuannya menangis, maka setiap langkah lelaki itu akan dikutuk Malaikat. Saya sungguh tidak ingin menjadi orang yang terkutuk. Ya Allah, tolong, saya tidak ingin membuat wanita itu menangis."

"Satu-satunya wanita yang bisa membuat dunia saya berwarna, wanita kuat yang mampu merubah saya hingga seperti ini. Saya tau, saya benar-benar angkuh, menjauhi-Mu bahkan membenci-Mu. Tapi, saya meminta, tolong jangan pisahkan saya dengan bidadari yang engkau kirimkan. Saya takut... Saya takut kehilangan bidadari-Mu. Dia adalah bidadari ter-bidadari yang pernah saya lihat." Aufar menatap tempat sujudnya, pandangannya kosong.

"Ya Allah, saya ingin memiliki keluarga yang harmonis, seperti keluarga Rasulullah Saw. Meski saya tahu, saya tidak mungkin menjadi Rasulullah. Tapi, saya sungguh ingin membahagiakan Zayna sebagaimana Rasulullah membahagiakan Siti Khadijah."

"Saya benar-benar meminta keadilanMu ya Allah. Jika benar engkau adalah tuhan yang baik, maka berikan saya keadilan. Engkau yang maha mengetahui isi hati. Engkau pasti tahu betul bahwa saya sangat mencintai Zayna. Sangat." Aufar menutup wajahnya, berhenti berkata-kata.

Kata-kata nya terhenti disitu. Hatinya sudah tidak kuat untuk mengungkapkannya. Sehingga dia tidak sadar, bahwa Maida berdiri dibelakangnya. Mengamatinya sambil memeluk sajadahnya.

FARWhere stories live. Discover now