Chapter 30

2.1K 420 73
                                    

Something
---

Aku membereskan buku-buku anak panti setelah mereka pulang. Ditemani mbak Namira, akhirnya kami mulai mengajar beberapa pelajaran hari ini. Mbak Namira diluar dugaanku, dia baik, bahkan sangat baik.

Kupikir, dia lebih baik untuk mas Azzam daripada diriku.

"Maaf, ya?" Ucap mbak Namira setelah kami selesai membereskan ruang tamu itu. Aku mengerutkan kening. Bi Suni datang dengan lemon tea nya, sesuai pesanan Mbak Namira.

"Kenapa, mbak?" Aku bertanya sambil menyeruput lemon tea milikku. Mbak Namira mendekat lalu memegang tanganku.

"Kamu... Suka mas Azzam, kan?" Tanyanya membuatku tersenyum tipis, lalu mengangguk. Mbak namira menghela nafas.

"Gara-gara aku—"

"Tapi dulu, mbak. Sekarang sudah tidak lagi. Lagipula, jika mbak Namira tidak menikah dengan mas Azzam, belum tentu aku juga menikah dengannya." Jelasku lalu tersenyum. Mbak Namira menghela nafas lagi.

"Mai, suamimu itu... Jahat?" Mataku membulat ketika mendapati pertanyaan seperti itu dari mbak Namira. Aku segera menormalkan mimik wajahku lalu menggeleng.

"Mbak, kok nanya kayak gitu?" Mbak Namira tersenyum tipis.

"Mas Azzam bilang, kamu dijodohin sama pria tidak sopan. Bahkan, beberapa kali mas Azzam sempat bertemu dengannya dirumah sakit." Aku mengerutkan kening.  mas Azzam pernah ketemu Aufar? Kenapa Aufar juga tidak bercerita?.

"Rumah sakit?" Mbak Namira mengangguk yakin.

"Entahlah, aku juga tidak terlalu memperhatikan cerita dari mas Azzam. Mungkin mas Azzam salah orang." Mbak Namira menyeruput lemon tea dingin yang berada didepannya. Aku hanya mengangguk-angguk masih berfikir.

"Allohuakbarrr... Allohuakbarrr.."

"Eh udah adzan." Kata mbak Namira mendengar adzan. Aku mengangguk lalu kami sama-sama terdiam. Mendengarkan suara adzan hingga selesai. Setelah suara adzan itu selesai, aku segera memejamkan mata lalu berdoa.

Allah SWT menyediakan waktu-waktu yang mustajab atau waktu ketika doa mudah diterima kepada umat Islam.Salah satunya saat berada di antara adzan dan iqomah.

Namun, Remaja zaman sekarang malah sering menggunakan waktu tersebut untuk bermain ponsel. Sungguh tidak menguntungkan.

"Yaudah, aku balik dulu, ya, mai?" Mbak Namira berdiri, lemon tea nya sudah dihabiskan olehnya membuatku tidak bisa menahannya untuk tetap disini.

"Loh, gak sekalian sholat Dzuhur disini?" Tanyaku membuat mbak Namira menggeleng.

"Aku lagi halangan, mai." Ujarnya membuatku mengangguk mengerti. Aku berdiri, mengantarkannya menuju pintu. Mbak Namira memakai helm putihnya lalu menaiki motor itu. Wanita berparas cantik itu lalu pamit memberi salam, setelah itu dia menancapkan gas keluar pagar itu.

Aku menghela nafas berat. Rumah ini kembali sunyi setelah anak-anak pergi.

"Neng, neng Maidaaa!" Aku menoleh mendengar namaku dipanggil oleh pak Odap. Pak Odap berlari tergopoh-gopoh menuju kearahku. Aku mengerutkan kening.

Pak Odap menormalkan deru nafasnya setelah sampai tepat dihadapanku.

"Ada apa ya, pak?" Tanyaku membuat tangan pak Odap menyerahkan sebuah bingkisan. Aku semakin mengerutkan kening, lalu menerimanya ragu-ragu.

"Ini, tadi ada kurir yang tiba-tiba ngasih ini. Katanya tolong dikasih ke Bu Maida, gitu." Aku mengerutkan kening.

"Tapi saya gak pesan apa-apa, pak?" Aku semakin bingung dibuatnya.

FARWhere stories live. Discover now