Chapter 44

2.9K 391 71
                                    

14 Surat dalam botol
.
.
.
🍁🍁🍁

POV Maida :

Pintu rumah besar itu terbuka. Umi sudah berada disana, duduk menungguku pulang bersama Fatimah. Aku memeluk Umi, sesenggukan. Umi yang selalu tahu perasaan anak perempuannya itu mengelus kepalaku.

"Sabar, ya, mbak." Fatimah ikut memelukku membuatku semakin menangis. Menangis berlarut-larut seperti ini memang tidak baik, namun, bagaimana?

Bukankah juga tidak baik menahan kesedihan sendirian? Aku menghela nafas agar dadaku tidak sesak. Selama ini, mereka lah yang menjaga rumah ini. Aku tersenyum tipis lalu mengangkat koper menuju tangga.

Masih kuingat dengan jelas bagaimana Aufar membawaku kerumah ini. Membentak ku saat aku meminta aku saja yang membawa koper itu. Aku menaiki tangga dengan membawa koperku sendiri. Menatap tembok didekat tangga.

Tempat ini adalah tempat saat aku dan Aufar bertengkar hanya karena mas-mas WiFi yang wajahnya kekorea-koreaan. Aku menggigit bibir bawahku.

Ceklek.

Aku membuka pintu berwarna putih itu. Kamar itu masih bersih. Aku mengambil Al-Qur'an yang sering digunakan Aufar mengaji akhir-akhir bulan ini. Memeluknya. Bagaimana aku bisa melupakannya jika seperti ini?

Aku meletakkan koperku didepan lemari. Tidak berniat untuk membereskannya.

"Kamu jahat,mas!" Kataku setelah menatap sofa. Pria yang biasanya duduk disofa itu seperti masih berada disana. Aku berjalan menuju pintu kamar rahasianya. Mengingat perintahnya untuk mengambil sebuah botol disana.

Pintu terbuka. Aku berjalan menuju kasir kecil pria itu. Mencari botol yang ia maksudkan. Botol itu dulu hampir ku buang karena membersihkan kamar itu. Aku mengambilnya, lalu membukanya.

Surat-surat itu benar-benar berjumlah 14 dan dilipat dengan rapi. Disetiap atas lipatannya ia menuliskan nomor. 1 hingga 14. Aku tersenyum, ternyata dia juga suka menulis.

Aku membuka lipatan kertas yang bernomor 1.

"Azura Maida Zayna. Jika diambil huruf depannya saja adalah AMZ. Gue artikan menjadi AMaZing. Kata itu dalam bahasa Inggris artinya Luar biasa. Seperti saat gue melihat Lo. Luar biasa! Kerudung berwarna pink soft yang terbalut di kepala Lo membuat wajah Lo bersinar.

Gue gak pernah percaya sama cinta pandangan pertama. Tapi sama Lo, gue seolah ngerasain itu. Hari itu bukan hari pertama kita bertemu. Kita pernah bertemu sebelumnya, saat umur gue 20 tahun.

Gue disuruh bokap main ke desa Lo. Dan gue lihat Lo lagi ngajarin anak-anak ngaji. Lo pake kerudung warna biru muda kalo gak salah. Tapi Lo mungkin gak lihat gue.  Kedua kalinya kita bertemu adalah dalam mimpi. Iya, Lo dengan tidak sopan Dateng ke mimpi gue.

Dan pertemuan ketiga adalah hari ini. Gue gak nyangka kalo elo yang akan dijodohin sama gue. Gue diam-diam memperhatikan Lo. Lo adalah perempuan pertama yang buat gue penasaran. Gue penasaran dengan gaya hidup, agama, dan segalanya tentang Lo.

Tapi sayangnya, gue bukan orang yang bisa ngungkapin perasaan dengan cara yang tepat. Gue yang bukan spek pangeran ini, mimpi bisa bimbing Lo yang udah spek bidadari  itu. Maafin gue."

FARWhere stories live. Discover now