Chapter 35

1.8K 359 28
                                    

Bagaimana ini?

----

"Alhamdulillah, akhirnya pulang juga." sambutku lalu mencium tangan pria itu. Aufar baru saja kembali dari perjalanan dinas nya keluar kota selama dua minggu. Pria itu tersenyum lalu meregangkan tubuhnya.

"Aku capek banget, langsung istirahat boleh gak sih?" Tanya Aufar membuatku mengangguk cepat.

"Eh, kok muka kamu pucet sih? Kenapa? Sakit?" Aufar meletakkan tangannya di keningku. Aku menggeleng pelan lalu tersenyum kecil.

"Udah kamu istirahat aja dulu." Aku segera membawa tas nya yang mungkin hanya berisi laptop. Pria itu segera berjalan menuju kamarnya. Aku mengikuti langkahnya.

"Ini aku langsung tidur, gak papa, kan?? Kalau mau denger ceritaku nanti sore aja, ya?" Aku mengangguk tersenyum. Selama dua Minggu berpisah, kami hanya berkabar sesekali. Kami sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing.

"Udah tidur aja. Aku juga masih mau bantu-bantu bi Suni nyuci." Aku tersenyum membuatnya menganggukm matanya yang sayu membuatku tak tega jika ia harus tetap membuka matanya.

***

"Mas??! Mas?? Itu didepan rumah ada Nanda,"  aku mengetuk-ketuk pintu kamar mandi karena pria itu sedang berada didalamnya. Aku tidak tahu mengapa gadis berambut pirang bernama Nanda itu tiba-tiba muncul didepan pintu, menggedor-gedor nya sambil menyebut nama Aufar.

"Siapaaa?!"

"Nanda, mas. Ada apa, ya?" Tanyaku masih dalam keadaan panik. Aufar segera membuka pintu kamar mandinya, dia menggunakan celana pendek dan kaos oblong.

"Kok bisa?!"

"Gak tau. Tiba-tiba Dateng marah-marah." Jelasku masih panik. Aufar mengelus pundakku.

"Udah, jangan panik. Biar aku yang nemuin dia. Anak itu emang sering bikin masalah." Aufar segera memakai sarung nya untuk menutupi auratnya. Bukankah aurat pria itu diantara pusar sampai lutut, kan?

Aku menghela nafas lalu segera memakai kerudung selopku. Pria itu sudah berjalan cepat menuruni tangga. Aku menuruni tangga setelah pria itu sampai diruang tamu.

"Kurang ajar kamu ya!" Suara perempuan itu menggelegar ketika pintu terbuka. Aku mengerutkan kening lalu menuruni tangga. Aku menyembunyikan diriku didapur, percakapan kedua orang itu masih berlanjut.

"Non gak ikut?" Tanya bi Suni dengan wajah tidak kalah panik denganku. Aku menggeleng. Aku tau, urusan Nanda adalah dengan Aufar, bukan denganku. Aku tidak ingin mencampurinya sekarang.

Bi Suni mengangguk lalu segera pergi dari dapur.

"Tanggung jawab! Anak yang ada diperut gue. Anak Lo, far!!" Hatiku mencelos mendengar kalimat yang keluar dari mulut wanita itu. A-anak? Pe-perut?!.

"Anak apa?! Gue gak pernah—"

"Bacot! Lo harus tanggung jawab! Lo pikir gue bakal diem aja?!" Suara gadis itu meninggi.

"Nan, kalo Lo punya masalah sama gue, gak gini cara nyeleseinnya. Gue udah punya Zayna, dia istri gue. Lo—"

"GUE GAK PEDULI. GUE GAK NANYA!!"  Aku mengintip pertengkaran kedua orang itu. Terlihat Nanda sedang mengacak-acak rambutnya frustasi. Aku menggenggam saku gamisku.

"Lo jahat, far!" Perempuan itu memukul pundak Aufar lalu menangis. Aku mengerutkan kening, mataku berkaca-kaca.

"Gue? G-gue kenapa? Lo gak usah banyak bacot ya! Gue gak ngapa-ngapain Lo!" Nanda mendongak, aku tidak tahu siapa yang harus ku percaya disini. Bahkan Nanda yang kulihat dia adalah wanita yang kuat saja menangis sekarang.

"Lo gak inget selama perdin Lo ngapain sama gue?!" Hatiku mencelos lagi. Lolos. Air mataku lolos menetes. Ngapain? Sama Nanda?!

"Lo kalo ngomong jangan asal ya! Gue gak ngapa-ngapain Lo. Sadar woi! Jangan mabok!" Aufar menggoyangkan pundak Nanda. Nanda masih terus menangis.

Prang...

Aku menutup mulutku ketika tidak sengaja memecahkan gelas yang berada dipinggir meja itu. Dua orang yang sedang berdebat itu menoleh hampir berbarengan. Aufar segera berjalan cepat ke arahku. Tangan Nanda menahan tubuh Aufar.

"Lo ngapain sih, nan? Sialan Lo ya! Istri gue sampe nangis!" Bentak Aufar membuat dadaku semakin sakit.

"Terus gue apa? Gue juga nangis. Lo—"

"Lo bukan istri gue!"

"Terus?! Selingkuhan Lo?!"

"Lo apaan sih, nan? Allah itu maha melihat, ya!" Bentak Aufar lalu melepaskan tangan Nanda. Aku yang sedari tadi melihat mereka itu langsung membalikkan badan.

"Dih, sok ustadz Lo. Lo itu bapak dari anak yang gue kandung Aufar!"

Aku memegang dadaku kuat-kuat. Menggigit bibirku agar air mata ku tidak turun terlalu deras.

"Zay. Sumpah demi Allah. Gue—"

"Kamu urus urusanmu saja. Saya mau keatas." Potongku cepat lalu segera menaiki tangga. Sesak sekali rasanya. Aku segera menutup pintu kamar itu lalu menguncinya.

Aufar sedari tadi mengetuk-ngetuk pintu itu. Aku menahan tangisanku.

"Zay. Kamu percaya aku kan? Plis. Kali inj percaya aku." Aku masih menahan diriku agar tangisanku tidak bersuara. Sungguh, menangis tanpa suara lebih menyakitkan.

"Kenapa?"

"Karena, Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Kata pria itu keras.

"Jangan main-main sama ayat itu. Itu firman Allah khusus untuk nabi Muhammad. Bukan dipakai sembarang orang!" Bentakku.

"Aku sayang sama kamu. Aku berubah demi kamu. Aku berani sumpah didepan Al-Qur'an!" Pria itu membuatku semakin menangis. Aku berjongkok lalu menenggelamkan wajahku ditanganku.

"Zay, Lo percaya sama cewek itu? Omongannya itu gak ada yang bener. Gue— gue sayang banget sama Lo, zay! Mana mungkin gue selingkuh." Kata Aufar terdengar frustasi. Aku tidak tahu bagaimana harus menyikapinya.

Aku mengambil hasil test-pack yang ada di saku gamisku. Dua garis biru itu menghiasi hasil test-pack tersebut. Iya, aku positif hamil. Seharusnya ini menjadi momen bahagia saat aku memberitahunya tentang kehamilanku.

Namun, Justru Allah berkehendak lain. Aku terus menangis membiarkan mataku membengkak karena kehabisan air mata.

***

Alhamdulillah bisa up hari ini ❤️

Tapi dikittt bgttt, maaf yaa🥺🤣🤣

Semoga feelnya dapettt. Aamiin aamiin aamiin.

Semoga sukaa! aamiin.

Sejujurnya aku lagi sakit, doain ya biar cepet sembuh dan diangkat dosa-dosanya. Aamiin, hehe.

Udah ya gitu aja. SEHAT-SEHAT kalian!!

Makasih buat yg udah baca!!

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

FARWhere stories live. Discover now