Chapter 25

2.1K 414 91
                                    

Sebuah Perhatian Kecil
---

Hanya satu kalimat yang ingin aku jelaskan kepada pria itu saat ini. Aku ingin mengatakan bahwa aku sudah tidak lagi mencintai Pria pemilik nama Azzam itu. Aku menscroll-scroll WhatsApp menunggu pesan dari Aufar yang tidak mungkin mengirimiku pesan.

Sudah hampir masuk waktu isya, namun, batang hidungnya belum juga nampak. Setelah meminta ponsel Farez tadi, dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Aku sudah memasak sup, juga menyiapkannya dimeja makan.

Untuk pertama kalinya, aku memasak makanan untuknya. Khusus untuknya.

"Duh, nanti supnya dingin." Sendirian dirumah ini membuatku merinding. Aku mengetikkan sebuah pesan lalu kukirimkan pesan kepada Aufar. Takut-takut dia berubah seperti dulu lagi.

Nomor itu kudapatkan dari Farez walaupun ini pertama kalinya aku menghubunginya melalui WhatsApp.

"Mas kapan pulang?"

Sebuah kalimat pertanyaan itu terkirim. Namun centang pada WhatsApp nya hanya centang satu. Dia tidak mengaktifkan ponselnya atau memang sengaja tidur dikantor?

Adzan Isya' terdengar. Aku menutup makanan-makanan itu dengan penutup makanan lalu segera mengambil wudhu. Sebisa mungkin, aku harus selalu sholat tepat waktu dan diawal waktu.

Alasannya, karena aku takut, jika aku menunda-nunda nya dan mengerjakannya terlambat, sholatku juga terlambat datang menyelamatkanku saat aku sudah terbakar dipanasnya api neraka. Sangat mengerikan, bukan?

Aku segera menjalankan sholat Isya', sendiri. Lagi-lagi sendiri. Setelah sholat isya', aku mengaji sebentar. Tanda-tanda Aufar pulang belum terlihat. Aku masih meneruskan bacaanku.

Sampai akhirnya, Bunyi klakson mobil itu membuatku langsung mengakhiri bacaanku. Aku ingin menyambutnya pulang. Aku segera memakai jilbab lalu duduk dimeja makan. Membuka tudung nasi yang tadi ku gunakan untuk menutup.

Mobil itu terparkir tepat di garasi. Beberapa saat kemudian, pria itu memasuki pintu. Aku melihatnya. Matanya merah, wajahnya tampak lelah.

"Mas? Mau Makan dulu?" Tawarku ketika pria itu melihatku.

"Em, gue udah makan, sih. Lo aja deh." Jawabnya lalu memijit tengkuknya. Aku menahan panas dimataku. Ternyata begini rasanya menjadi bi Suni, yang makanannya ditolak olehnya. Aku mengangguk lalu memijit kepalaku yang terasa pusing.

Aufar berjalan melewati ku lalu menuju tangga. Sepertinya dia kewalahan, enatah apa yang dilakukannya seharian ini. Aku memakan masakan ku sendiri sambil menahan tangis.

Seandainya ini bukan masakan yang ku khususkan untuknya, aku pasti tidak akan sesakit ini. Aku memasukkan separuh nasi itu ke rice cooker lalu meletakkan sup diatas kompor.

Aku berjalan menaiki tangga lalu memasuki kamar. Aufar sudah tertidur dikasur berspray jingga itu dengan sepatu yang masih menempel di kakinya. Aku menggeleng-gelengkan kepala.

Dia sungguh-sungguh terlihat lelah. Aku melepas sepatunya dengan hati-hati lalu meletakkannya di rak sepatu. Setelah itu kulepaskan kaus kaki nya. Aku menyelimuti badannya yang terlihat kewalahan.

Aku menghela nafas. Lalu berjalan untuk tidur di sofa. Pria itu sudah tertidur pulas, entah sholat Isya' sudah dia kerjakan atau belum.

FARWhere stories live. Discover now