Chapter 21

2.4K 431 60
                                    

Sunday
---

Hari Ahad memang hari yang didambakan semua orang yang bekerja. Dihari itu, biasanya mereka beristirahat, bermalas-malasan, atau hanya membaca koran untuk mengisi waktu.

Aku mengambil tumpukan buku lalu berjalan menuju Aufar yang sedang terduduk di sofa. "Ini." Aku meletakkannya di meja sebelah sofa yang diduduki Aufar. Buku-buku itu sudah aku persiapkan sejak semalam. 

"Buseet, banyak bener." keluhnya. Aku menatapnya.

"Bacanya satu-satunya aja." Dia sedikit mendengus mendengar pernyataan ku. "Iya, mata gue cuma 2 kali." Dia mengambil salah satu buku yang bersampul cokelat. Berjudul 'All About Islam'.

Aku tersenyum melihatnya, lalu kembali membereskan kamar itu. Menyapunya hingga bersih. Aufar yang sedang fokus membaca itu seakan menjadi raja kamar itu.

"Mas Arga, ku bersihin kamar itu, ya?" Tanyaku. Aufar mengangguk tanpa melihatku. Iya, aku memanggilnya Arga, karena malam itu, aku sudah berjanji akan memanggil nama dimasa lalunya.

Malam itu juga, aku tau bahwa dia lebih tua dariku satu Minggu. Jika tanggal lahirnya adalah tanggal 7 Juni, maka tanggal lahirku 14 Juni. Tapi, aku tetap memanggilnya, "mas" untuk menghargainya.

"Meja Deket kasur gak usah dibersihin!" Teriaknya membuatku mengangguk walaupun tidak terlihat olehnya. Aku membersihkan kamar itu. Sebenarnya, kamar itu sudah rapi, namun, karena tidak pernah disapu, debu-debu bertebaran dimana-mana.

Rencananya, nanti sore kami akan membeli cat untuk menutup coretan-coretan yang ada di dinding kamar pria itu.

Setelah selesai menyapu, aku mengambil alat pel lalu mengepel seluruh lantai dikamarku dan kamar Aufar. Aufar tetap fokus dengan buku itu, seakan buku itu sudah menjadi dunianya.

Selesai bersih-bersih, aku mengambil minum yang sudah kuletakkan dimeja dekat kasur. Dispenser yang tadinya berada di dapur sudah kupindah menjadi berada dikamar.

Karena tidak ada bi Suni, jadi untuk sementara dispenser itu aku yang menggunakan.

Aku menyelonjorkan kaki sambil meminum air putih setelah selesai membersihkan kamar itu. Aufar yang sedari tadi hanya membaca buku tentang Agama Islam disofa itu mendekat kearahku.

Membaringkan badannya lalu meletakkan kepalanya tepat diatas pahaku. Dia tetap fokus pada bukunya, seolah hal yang dia lakukan itu tidak membuatku serangan jantung.

"Disini tertulis, kalau kita mati. Dimalam pertama, kita akan ditanyai oleh malaikat penjaga kubur. Itu benar?" Dia bertanya tapi matanya masih fokus kearah bukunya.

"Benar." Jawabku singkat. Aku mengambil ponsel lalu memainkannya. Mencoba menormalkan detak jantungku.

"Yaudah, deh. Ini gue hafalin. Man robbuka itu artinya siapa tuhanmu. Jawabannya Allah Robbi artinya Tuhanku adalah Allah." Aku tertawa mendengarnya menghafal pertanyaan serta jawaban yang tertulis di buku itu.

"Gak usah dihafal jug—"

"Gue gak bisa bahasa Arab, Zay. Nanti gue kena pukul." Potongnya gemas.

"Tapi di alam kubur semua manusia akan paham bahasa Arab. Karena bahasa Arab itu bahasa akhirat." Aku terkekeh. Lalu membuka  aplikasi kamera. Memotretnya sesekali.

"Yaudah. Gue hafalin jawabannya." Dia menghafal jawabannya. Seperti saat aku masih kelas 1 sekolah dasar.

"Ngapain dihafalin. Nanti juga mulutnya terkunci." Kataku tertawa. Aufar meletakkan buku itu lalu menatapku. Aku yang sedang fokus dengan aplikasi kamera untuk memotretnya itu terkejut.

FARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang