Chapter 18

2.1K 412 28
                                    

Perusahaan
----

"Ternyata kesepian lebih menyakitkan daripada kedinginan." Aufar, kusebut dia pria aneh. Apa dia benar-benar memiliki kepribadian ganda? Sesekali dia bersikap seolah keadaannya menyedihkan. Namun, sikapnya lebih sering menunjukkan bahwa dia adalah pria yang mengerikan.

"Karena kalau kedinginan yang merasakan kulit. Kalau kesepian yang merasakan hati. Sedangkan hati adalah organ tubuh yang paling rapuh." Setelah mengatakannya, aku berjalan menaiki tangga. Meninggalkannya yang sedang terduduk sendiri diujung tangga itu.

Aku mengingat secuil percakapan tadi setelah sholat shubuh. Mengapa tatapan Aufar sungguh membuatku ingin bertanya, "Ada apa denganmu?". "Apa ada yang membuatmu risau?". "Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" .

Tapi pertanyaan-pertanyaan yang aku simpan itu tidak pernah muncul ketika aku melihatnya sedih. Aku mengambil sapu lalu membersihkan kamar itu.

DRTTTDRTT

Aku berhenti menyapu ketika teleponku berdering. Aku mengambilnya dari kantongku. Nomor tidak dikenal itu terus menelponku. Aku menggeser panel hijau dan telepon tersambung.

"Halo, selamat pagi. Dengan ibu Maida?" Aku mengerutkan kening. Suara itu tidak familiar di telingaku.

"Iya, saya sendiri." Aku sedikit canggung jika dipanggil 'Ibu'.

"Mohon maaf, Bu. Dadakan sekali. Saya ingin memberitahukan mengenai rapat pemimpin perusahaan. Tolong ibu Maida datang, ya?" Aku mengerutkan kening.

"Kan ada Aufar, pak?" Aku menolak secara halus.

"Bapak Aufar, bapak Alfarez, dan Ibu Maida harus datang di rapat ini." Aku menghela nafas. Jika aku datang kesana, bagaimana dengan Aufar? Dia pasti tidak suka melihatku disana.

"Bagaimana, Bu?"

"Eh, iya, pak. Saya datang." Ucapku akhirnya. Bodoh! Mengapa aku bisa mengatakan akan datang sedangkan hatiku menolaknya.

"Bisa tolong share lokasi perusahaannya? Saya belum pernah kesana." Suara diseberang itu terdengar tertawa.

"Perusahaan sendiri kok gak tau, Bu." Aku terkekeh pelan. Itu perusahaan milik om Radit, bukan milikku. Setelah berbasa-basi akhirnya telepon terputus. Orang itu mengirimkan lokasinya melalui pribadi chat kepadaku.

Aku segera menyelesaikan pekerjaanku lalu menuju kamar mandi. Saat itu jam menunjukkan pukul 8 pagi.

***

"Eh, iya. Kamu juga Dateng?" Tanya Farez melaluk telepon. Setelah aku selesai bersiap, aku mengirimkan pesan pribadi tentang rapat itu. Farez malah menelponku.

"Iya. Udah siap. Tinggal on the way."

"Mau bareng?" Aku sedikit terkejut memberikan tumpangan. Dia pasti menggunakan mobil. Dan tidak mungkin kami mengajak bi Suni, apalagi bi Suni sedang bersiap untuk pulang ke kampungnya.

"Ehm, enggak deh. Nanti aku naik-"

"Gue pake supir. Lo tenang aja." Dia memutus kalimatku. Setelah cukup lama menimang, akhirnya aku mengiyakan tawarannya. Mengapa Aufar tidak bisa menjadi Farez yang sungguh baik kepadaku.

"Oke. 10 menit lagi gue sampe. Tunggu diluar." Aku berdehem. Lalu telepon dimatikan. Aku berkaca sebentar. Aku mengamati diriku didepan cermin.

Aku menggunakan gamis hitam dan kerudung coklat muda. Apakah boleh rapat menggunakan baju seperti ini? Aku menghela nafas. Aku juga tidak memiliki baju yang seksi seperti milik Nanda.

FARWhere stories live. Discover now