Chapter 33

1.9K 384 33
                                    

Reuni
---

Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Entah mengapa mereka sepakat untuk mengadakan reuni di malam-malam begini. Aufar sedari tadi masih fokus menyetir. Kami menggunakan baju senada berwarna coklat. Sudah seperti couple goals sekali, bukan?.

"Iyaa, Rim. Sebentar lagi sampai." Kataku pada Rima yang sedang menelponku. Teman se SMA ku itu tidak berubah, dia masih saja cerewet.

"Oke rim, Assalamualaikum." Salamku untuk mengakhiri percakapanku dengan perempuan itu.

"Gue bela-belain ikut dem-"

"Dalam Islam ada salah satu amalan yang disukai oleh Allah, Namanya Ikhlas. Ikhlas adalah mengerjakan sesuatu hanya karena Allah, bukan karena faktor lainnya." Aku memotong kalimatnya membuatnya mendengus.

"Aku belum selesai ngomong. Maksudnya, aku bela-belain ikut demi Allah, gitu. Makanya kalau orang ngomong jangan di potong-potong." Aku tertawa. Selain jago merayu, dia juga jago mengalihkan pembicaraan ternyata.

"Disini bener lokasinya?" Aku melihat Google maps untuk memastikannya sebelum mengangguk.

"Iya, disini." Aufar mengangguk lalu memarkirkan mobilnya.

"Aku dimobil aja, atau ikut?" Tanya Aufar ketika aku hampir membuka pintu mobil. Aku menghela nafas.

"Ikut, lah. Emang kamu supir?" Aku malah membalikkan pertanyaan kepadanya. Aufar tertawa lalu melepas sabuk pengamannya.

"Tapi ada syaratnya."

"Apalagi, mas?" Tanyaku membuatnya tersenyum tipis. Dia mengangkat tangannya. Aku tertawa, kenapa, sih, dia suka sekali berkode?

"Iya, iya. Ayo turun!" Titahku lalu aku dan pria pemilik nama Aufar itu menuruni mobil. Kami berjalan berdampingan dan untuk pertama kalinya saling menggenggam tangan. Meskipun jantungku berdebar, namun, kuusahakan aku tetap menjadi orang normal disampingnya.

"Maida?!" Aku tersenyum ketika mendapati perempuan dengan rambut terurai itu menyebut namaku. Iya, dia Mira. Satu-satunya sahabatku semasa SMA.

"Ih, udah punya doi aja, kamu. Aku masih jomblo!" Aku tertawa mendengar ucapannya. Aku, Mira, dan Aufar segera memasuki ruangan itu. Ruangan itu penuh dengan teman-teman SMA ku. Sejujurnya, aku tidak begitu mengenal mereka semua.

Semasa SMA aku lebih sering mengurung diri dikelas, atau mengaji di mushola ketika istirahat Dzuhur. Sampai mereka sering menjuluki ku sebagai gadis mushola. Ada-ada saja mereka.

"Cantik-cantik,ya ceweknya." Bisik Aufar membuatku menyikut perutnya. Aufar terkekeh pelan.

"Loh? Maida, kan?" Aku menoleh ketika namaku disebut. Itu geng melati. Mereka dulu adalah segerombolan perempuan-perempuan populer yang di idam-idamkan di SMA Nusa.

Aku memang ber-SMA di SMA yang jauh dari rumahku. SMA ku bisa disebut SMA yang dekat dengan kota.

"I-iya." Jawabku ragu-ragu dengan tersenyum.

"Apa kabar, gadis mushola. Ya ampun!" Salah satu yang berambut pirang bernama Kayla itu menepuk pundak ku. Aku tersenyum tulus.

"Alhamdulillah, baik. Kalian?" Mereka mengangguk-angguk sambil tersenyum. Gerombolan itu beranggotakan 5 orang. Aku tidak terlalu update tentang mereka setelah lulus SMA.

"Loh? Seriusan? Gue pikir Lo itu beneran Alim. Ternyata punya cowok juga." Salah satu bernama Raisa itu berceletuk sambil terkekeh. Aku mengerutkan kening.

"Eh, dengar-dengar Lo putus kuliah, ya? Gara-gara apa, sih? Atau gara-gara cowok yang disebelah Lo?" Aku tertawa mendengarnya. Mereka ini suka sekali men-judge orang hanya dari nampak luarnya saja.

FARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang