Chapter 24

2.1K 393 67
                                    

Sebuah langkah perubahan
---

POV Alfarez :

Lama banget nungguin monyet satu balik. Gue terpaksa nungguin ruang kerjanya. Mana ruangannya gak ada kasurnya. Apa yang mau gue mainin, hape gue kan ketinggalan dirumah itu. Gue mengambil salah satu buku dimeja Aufar.

"Buku apaan nih? Menjadi suami yang baik?" Gue membuka-buka buku itu. Gue yakin buku ini pasti pemberian wanita yang sekarang menjabat sebagai istrinya. Tidak mungkin jika dia yang membelinya.

Gak habis fikir gue, kalo gue jadi Maida, gue gak bakal betah serumah bahkan harus menjadi istri Aufar. Bayanginnya aja udah ngeri.

Braak

"Ngagetin aja lu, nyet!" Gue berdecak ketika Aufar membuka pintu dengan keras. Dia ini tidak bisa apa sehari tidak memakai emosinya. Aufar mengacak rambutnya lalu menyodorkan hape gue.

"Thanks, bro!" Gue mengambilnya lalu memainkannya. Aufar duduk kembali dikursinya, melepas jasnya.

"Kenapa sih, Lo? Kek orang banyak hutang aja?!" Cicit gue tanpa menatapnya. Gue membuka Instagram milik Maida. Instagramnya hanya ada satu fotonya saat bersama Abinya.

"Eh, ini buku Lo?" Tanya gue sambil mengangkat buku tebal itu. Aufar membulatkan mata.

"Bukan!" Jawabnya cepat lalu mengambil buku itu dari tangan gue, "Punya bokap kayaknya. Nemu di laci." Lanjutnya lalu memasukkan buku itu kedalam laci lagi. Gue tertawa melihat ekspresinya.

"Heleh." Cibir gue.

"Heleh apa?!"

"Gak." Aufar mengusap wajahnya gusar. "Gue gak tau ini waktu yang tepat atau enggak. Tapi gue mau ngomong." Katanya lalu duduk disamping gue.

"Lo apaan sih. Kayak orang mau nyatain cinta aja!" Gue mengedikkan bahu seakan berbicara,"jijik". Aufar menghela nafas berkali-kali, dia seperti mempersiapkan dirinya sebelum membuat gue jantungan.

"Gue mau belajar agama." Gue membulatkan mata, mengerjap-ngerjapkan berkali-kali.

"What?!"

"Lo diem aja, ya? Gue malu." Dia menutup wajahnya membuat gue tertawa.

"Ngapain malu? Kalo lo ngelakuin kebaikan harusnya Lo percaya diri, Lo aja mabuk-mabukan percaya diri." Gue terkekeh membuatnya menjitak kepala gue.

"Sialan Lo!" Pria itu tersenyum tipis.

"Ada yang mengetuk pintu hati gue, dan gue mempersilahkannya masuk. Dia membenahi segala hal yang berantakan disana dengan hati-hati dan penuh kesabaran. Gue pikir, dia sama dengan orang-orang yang sudah masuk ke hati gue, tapi dia berbeda.

Dia gak pernah ngebiarin gue ngelakuin hal buruk, gak pernah bales perkataan-perkataan kasar gue. Kalau yang lain menjadi penyakit, dia justru datang menjadi obat." Gue menatapnya tak percaya. Seorang Aufar bisa melankolis seperti ini.

"Gila Lo bro. Kesambet apaan?!" Gue menepuk-nepuk pundak Aufar. Aufar tersenyum tipis. Gue sudah menduga jika Maida bisa membantunya melewati masa-masa terpuruknya.

"Maida?" Tanya gue, pria didepan gue itu menatap gue. Dari sorot matanya gue sudah tahu jawabannya.

"Gue gak yakin perasaan gue. Tapi gue mau berubah. Gue mau belajar agama bukan hanya karena cewek itu." Gue bertepuk tangan, tak menyangka jika secepat ini. Ini baru bulan ke lima mereka resmi menikah.

FARDonde viven las historias. Descúbrelo ahora