Chapter 11

2.3K 388 15
                                    

Rahasia Allah
.
.
.
🍁🍁🍁

Aku membeli beberapa gorengan dan satu bungkus nasi yang tersedia di supermarket itu. Pikiran ku sungguh tidak dapat ku netralisir. Ingin sekali ku memasuki kamar itu, lalu menanyakannya langsung kepada mas Azzam.

Aku merogoh ponselku, beberapa saat kemudian aku mengeklik nomor mas Azzam untuk menelponnya. Aku hanya ingin memastikan apakah benar itu mas Azzam atau-

Benar, dia adalah mas Azzam. Pria itu keluar dari kamar itu lalu-mengangkat telepon dariku.

"Assalamualaikum," sapaku dengan suara lirih. Mas Azzam terkekeh. Jarakku dengannya sangat jauh, dia tidak mungkin menyadari keberadaan ku jika aku tak menyapanya.

"Waalaikumussalam, ada apa nih. Tumben telepon duluan?" Mas Azzam terdengar seperti tidak memiliki masalah.

"Mas.. mas dimana?"

"Ini dirumah lagi bantu-bantu Umi—" klik. Kumatikan telepon itu sepihak. Mas Azzam berbohong. Satu-satunya pria yang kupercayai setelah Abi adalah mas Azzam, dan sekarang?

Kupikir aku bisa menjadikannya seorang kakak jika aku tidak menikah dengannya. Mengapa dia merahasiakan hal sepenting itu? Lalu kapan dia menikah? Kemarin? Seminggu yang lalu? Sebulan yang lalu? Atau kapan?

Aku berbalik menuju kantin. Kutinggalkan pesan teks kepada Farez bahwa aku menuju kantin untuk makan terlebih dahulu sebelum aku kembali menjaga om Radit.

***
Makanan yang masuk kedalam mulutku malah tidak terasa. Pikiranku terus memikirkan pria pemilik nama Azzam itu. Setelah dia melamarku malam itu, dia tidak lagi memberiku kabar.

Saat aku menikah pun, dia tidak hadir disana. Dia baru menghubungiku seminggu setelah pernikahan. Jika dipikir-pikir lucu juga, pria yang hampir bertemu dengan ku justru tiba-tiba menghilang setelah mengungkapkan perasaannya padaku.

Aku memijit Keningku.

"Kalo ada masalah, jangan dipendem sendiri, kali." Suara berat itu mengagetkanku. Sebuah minuman soda dingin diletakkan tepat di hadapanku. Aku menoleh melihat Farez yang sedang tersenyum ke arahku.

"Eh, rez." Aku yang masih belum bisa mengalihkan pikiranku dari mas Azzam itu sedikit terkejut.

Pria itu tersenyum lalu duduk di sampingku. Aku sedikit bergeser karena jaraknya yang terlalu dekat.

"Kok disini?" Pertanyaan macam apa yang ku ajukan? Jelas-jelas Farez disini karena ingin makan makanan kantin, atau setidaknya hanya membeli sesuatu.

"Gue males disana. Ada Aufar sama Nanda." Tukasnya. Jawaban yang sedikit melegakan. Setidaknya aku tidak bertanya pertanyaan konyol yang jawabannya sudah jelas. Aku mengangguk-angguk. Rupanya Aufar membawa pacarnya.

"Lo gak cemburu?"

"Cemburu adalah emosi kompleks yang menimbulkan rasa curiga, marah, takut, atau terhina." Aku memperjelas makna cemburu yang baru saja ku baca di google.

"Aku gak curiga. Gak marah. Gak takut. Apalagi merasa terhina. Itu artinya aku gak cemburu." Lanjutku membuat Farez tertawa.

"Lo gak curiga karena Lo belom tau Aufar yang sebenarnya. Lo gak marah karna memang Lo gak mau bikin Aufar marah sama Lo. Lo gak takut karena Lo berusaha percaya bahwa Aufar mustahil mencampakkan Lo. Dan Lo gak merasa terhina karena..."

"Karena Lo selalu meyakinkan diri Lo bahwa Aufar akan berbalik menatap ke arah Lo. Gue bener kan?" Aku membelalakkan mata. Ucapan Farez memang tidak 100% benar, namun, ucapannya 99,9% benar.

FARKde žijí příběhy. Začni objevovat