Chapter 31

1.9K 401 89
                                    

Bolehkah aku?
---

Makanan datang,makanan itu sangat banyak membuatku membulatkan mata. "Kok pesen banyak banget?" tanyaku kepada pria yang sekarang duduk dihadapanku.Pria itu berhenti memainkan ponselnya lalu menatapku.

"Loh,yang makan kan, gak cuma kita,ada banyak orang disana, kamu ga lihat?" Pria itu malah membalikkan pertanyaannya kepadaku.Aku melirik ke kanan dan ke kiri, ada pria yang kukenal disana,Farez.

Rupanya dia adalah dalang dari semua ini.
Dia yang membantu Aufar menyiapkan kejutan ini, bahkan dia yang memesankan tempat ini. Farez memang benar-benar sahabat yang setia.

"Udah makan aja, Apa mau aku suapin?" Aku merinding mendengarnya. Itu kali kedua dia memakai kata ganti aku-kamu kepadaku. Aku menggeleng.

"Aku?" Aku tertawa mengejeknya membuatnya mendengus.

"Gue, eh, aku mau belajar pakai bahasa yang memang seharusnya dipakai untuk seorang istri." Aku tertawa mendengarnya. Dia memakan udang Krispy yang berada dihadapannya.

"Emang bahasa yang seharusnya dipakai untuk seorang istri bahasa yang kayak gimana?" Tanyaku membuatnya tersenyum tipis.

"Yang sopan, baik, manis." Jawabnya lalu meringis menunjukkan sederet gigi putihnya. Aku menggeleng-gelengkan kepala lalu mengambil nasi lalu kuletakkan dipiring Aufar.

"Makasih, sayang." Katanya membuat jantungku berdetak kencang. Hampir saja aku menjatuhkan centong nasi itu. Aku melirik ke wajah Aufar yang masih sibuk dengan udangnya.

Dia mengatakan itu seolah-olah tidak memiliki salah apapun. Aufar melihatku saat aku selesai menaruh nasinya.

"Gak dijawab?" Tanyanya membuatku berusaha menormalkan mimik wajahku. Aku mengembalikan centong nasi itu ke tempatnya setelah meletakkan sedikit nasi di piringku.

"Jawab apa?"

"Tadi. Kan gue, eh, aku bilang, makasih sayang." Mengapa dia memperjelas perkataan yang bisa membuat jantungku lepas.

"Oh. Iya, sama-sama." Jawabku lalu tersenyum tipis.

"Gak asik." Gerutunya pelan namun terdengar. Aku tersenyum dalam hati. Tolong, aku ingin mengarungi pria ini sekarang juga!

***

Mobil itu terparkir tepat dihalaman rumah besar itu. Makan malam pertama yang sangat mengesankan itu justru membuatku canggung untuk berbicara dengannya. Pria itu menoleh kearahku dengan tatapan yang sama, canggung. Entah apa yang dia pikirkan, namun, yang aku pikirkan adalah, bagaimana dia bisa mencintaiku secepat itu?

Aku membuka pintu mobil itu lalu memasuki rumah lebih dahulu. Aufar yang harus memasukkan mobil itu digarasi masih berada didalam mobil.

"Gimana, non?" Aku mengerutkan kening ketika mendapati pertanyaan dari Bi suni.

"Assalamualaikum, bi." Kataku membuat Bi Suni meringis. "Waalaikumussalam, gimana, non. Seneng gak?"

"Bi Suni tau??" Tanyaku dengan nada sedikit meninggi. Bi Suni mengangguk pelan membuatku membulatkan mata.

"Ya Allah, bi. Kenapa gak bilang? Jantung saya tadi hampir lepas lho. Kalau dikasih tau duluan kan saya bisa bawa dua jantung. Untung jantung yang ini masih aman." Cerocosku membuat Bi Suni tertawa.

"Maaf, non. Itu kan kejutan. Masa dikasih tau, kan gak lucu. Saya gak dipecat, kan?" Tanya bi Suni membuatku tertawa. Kenapa juga harus memecat seorang pembantu baik hanya karena hal sepele seperti ini.

"By the way, bi Suni tau dari siapa?" Tanyaku, setelah difikir-fikir, tidak mungkin Aufar yang memberi tahunya. Aufar saja tidak dekat dengan bi Suni.

FARWhere stories live. Discover now