Free Chapter 🙊

2.6K 301 28
                                    

Gadis berjilbab biru itu
.
.
.
🍁🍁🍁

Ini adalah sudut pandang seorang Aufar. Jadi mohon maaf jika bahasanya tidak baku.
.
.
.
🍁🍁🍁

Gue membanting stir. Om Radit alias orang yang sekarang harus gue panggil papa itu menyuruh gue ke sebuah desa yang gak jelas. Menyuruh gue menyumbangkan sebagian uang ke masjid daerah sana.

"Masjid kan banyak, kenapa juga harus kesana!" Gerutu gue kepada Farez yang sedang berada disebelah gue. Farez, temen gue yang gak pernah sama sekali membantah ucapan bokap gue. Farez menghela nafas.

"Yaudah, sih. Jalan aja. Turutin aja." Ucapnya sama sekali tidak memberikan solusi. Gue menginjakkan gas untuk menuju ke desa yang om Radit maksud.

Perjalanan memakan waktu hampir satu jam. Arloji di jam tangan gue menunjukkan pukul 10.00 pagi. Gue menghela nafas.

"Woi, bangun." Gue menggoyangkan tubuh Farez, anak itu malah tertidur dan membuat gue tidak memiliki teman ngobrol selama menyetir. Untung gue gak ikut tidur.

"Eh, udah sampe?" Pria itu terbangun sedikit terkejut. Mengerjap-ngerjapkan matanya lalu menguceknya. Gue berdehem menandakan bahwa jawabannya adalah "iya".

"Ayok turun." Ajak Farez. Gue mengambil sebuah amplop.

"Lo aja deh." Tolak gue lalu memberikan amplop itu. Farez mengernyit, lalu menolak amplop itu.

"Gue bukan orang baik, far. Bisa aja nanti gue tilep tu duit." Gue terkekeh.

"Lah, Lo pikir gue orang baik?!" Cibir gue membuat Farez tertawa.

"Udah ayok." Selain memiliki sifat penurut, pria ini juga memiliki sifat pemaksa. Malas berdebat, akhirnya, gue turutin permintaannya.

Gue berjalan berdampingan dengan Farez. Beberapa mata gadis-gadis desa itu langsung tersorot ke arah kami. Seolah kami adalah artis yang keluar dari televisi mereka. Tapi, gue emang ganteng sih. Jadi wajar kalau mereka salfok ke gue.

Langkah gue terhenti tepat didepan masjid. Mata gue tertuju dengan seorang gadis berkerudung biru muda dengan senyum manisnya sedang mengajar didalam masjid.

Dada gue bergetar hebat, kaki gue lemas.

Lo kenapa, far? Dia cuma seorang perempuan. Gue mencoba menenangkan diri gue kembali. Menarik nafas sedalam-dalamnya.

"Woi, ayo masuk!" Farez yang sudah berada jauh didepan itu menoleh ke arahku yang masih mematung dipagar masjid itu. Gadis berkerudung biru muda itu menoleh ke arah gue dan Farez.

Mampus!

"Rez!" Gue membalikkan badan. Rasanya berdosa banget gue. Gak pernah ke masjid, sekalinya ke masjid malah ketemu sama cewek cantik.

"Apaan, sih, far?!" Farez menghampiri gue.

"Lo kasih sendiri aja, deh. Ada urusan mendadak." Gue memberikan amplop itu kepada Farez. Farez yang hanya bisa menerima amplop itu mengerutkan kening melihat gue yang langsung berjalan cepat kembali ke arah mobil.

"Urusan apa woi! Lo kan pengangguran!" Teriak Farez membuat gue ingin sekali menjedotkan kepala pria itu ke kaca mobil.

Gue memegang jantung gue yang gak karuan.

Ada dua alasan jantung gue begini; pertama kaget karena ada anjing. Kedua, kaget karena bertemu cinta sejati. Cieilah.

Sadar Aufar! Lo itu siapa dan dia itu siapa! Gue yakin perempuan itu pasti anak pak ustadz atau semacamnya lah. Gue menghela nafas berkali-kali. Menunggu Farez kembali dan menceritakan laporannya.

Tak lama kemudian, Farez berjalan menuju mobil dengan wajah menggerutu. Membuka pintu mobil lalu masuk mobil.

"Urusan apa sih?!" Gue meringis bingung akan menjawab apa.

"By the way, siapa yang Nerima?" Farez mengerutkan kening mendengar pertanyaan gue. Pasalnya, gue emang jarang banget tanya-tanya soal beginian ke dia.

"Ibu-ibu tadi." Gue mengerutkan kening. Ibu-ibu?

"Ibu-ibu berjilbab biru?" Tanya gue memastikan. Setelah menanyakannya, gue langsung mengutuk diri gue sendiri melihat reaksi Farez justru berubah menjadi curiga.

"Bukan. Ibu-ibu berjilbab coklat yang tadi baru aja selesai menyapu teras." Gue mengerutkan kening. Gue yang terlalu fokus sama perempuan itu kali, ya. Sampe-sampe ibu-ibu yang ada didepan gak gue lihat.

"Kok Lo tanya kerudung biru?"

"Gak, gue tadi liat ada gadis desa yang lewat sini pak—" Ucapan gue terhenti ketika gadis yang tadi gue lihat di masjid itu berjalan melewati mobil gue.  Farez yang masih menunggu gue melanjutkan pembicaraan menoleh mengikuti ekor mata gue.

"OHHH! GUE TADI JUGA LIHAT!" Pekik Farez membuat gue berdecak.

"Gue gak percaya sih, kalo ternyata Lo juga punya selera perempuan berjilbab." Farez mencibir. Wajah gadis itu memang tidak terlalu tampak, tapi gue yakin kalau dia cantik banget. Ditambah pas dia jalan itu nunduk.

Iman gue kayak di aduk-aduk. Btw, gue punya iman kagak, sih?!

"Cinta itu bukan tentang selera." Gue tertawa mendengar ucapan yang keluar dari mulut gue. Geli.

"Terserah Lo. Gue ingetin. Jodoh itu cerminan diri. Kalo Lo mau jodoh kayak dia, ya Lo harus jadi kayak dia." Gue menghela nafas.

"Lah, gue gak mau jodoh sama dia. Gue tau berat dan gak mungkin bisa. Paling ini juga cuma JATUH CINTA SESAAT." Elak gue. Gue yakin, rasa ini emang cuman sesaat.

"Terserah Lo aja deh, far. Habis ini kita makan, kan?" Gue mengangguk membuat Farez ber "yes" ria. Gue menghela nafas.

Gue mengutuk diri gue sendiri, cinta yang gue bilang sesaat waktu itu justru bertahan lama. Bahkan hingga 3 tahun saat akhirnya gue dipertemukan dengan gadis itu lagi.

Pertemuan yang tercipta atas unsur ketidak sengajaan hanya terjadi satu kali. Yang kedua dan seterusnya itu adalah cara takdir bekerja.

🍁🍁🍁

Hahahaha
Akhirnya update free Chapter.

Masih ada lagi, kok. Tenang.

Makasih buat yang udah bacaaa!
Baca juga karya-karya ku yang lain, ya!

Otw buat karya baru, InsyaAllah.

Jazakumullahu Khairan Katsiran 🥰

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

FARWhere stories live. Discover now