Chapter 7

2.4K 390 14
                                    

Ada apa dengan Mas Azam?
.
.
.
🍁🍁🍁

Aku mondar-mandir mengelilingi kamar. Sedari tadi, aku tidak bisa memejamkan mataku. Membaca buku pun tidak bisa fokus. Pikiranku terus tertuju pada gadis bernama Nanda. Dan.,. Aufar.

Pesan dari pria bernama Farez itu hanya kubaca sebelum akhirnya ponselku kehabisan baterai. Kebiasaan ku sejak dulu, aku selalu mematikan ponsel ketika sedang mengisi daya.

Musik dari bawah itu semakin kencang membuatku semakin tidak bisa memejamkan mata. Semakin malam, justru semakin kencang. Seharusnya sebaliknya.

Terdengar suara Farez yang melarang seseorang masuk. Aku yakin itu Aufar. Aku segera menuju pintu untuk membukakannya.

Klek.

Aku berdiri mematung ketika mendapati justru Nanda yang berdiri didepan pintu. Bukan, bukan itu yang membuatku kaget, namun Aufar. Aufar yang sedang dipapah oleh Nanda itu terlihat seperti orang mabuk.

Nanda menatapku sinis.

"Minggir." Aku melihat ke belakang badan Aufar. Farez sedang menatapku takut-takut lalu mengedipkan matanya agar aku minggir dan memberi jalan untuk Nanda dan Aufar.

Kenapa hatiku ini? Hanya melihat Aufar dipapah oleh Nanda saja rasanya—ah sudahlah. Toh, pasti mereka juga sudah sering seperti itu selama ini.

Nanda menjatuhkan tubuh Aufar dikasur milikku, membuat bau alkohol semakin tercium olehku. Aku masih menatapnya dengan tatapan kosong.

"Ngapain Lo liat-liat?!" Suara Nanda yang keras membuatku terkejut.

"Eng.. enggak..." Aku menggeleng.

"Bisa keluar sebentar? Gue butuh waktu berdua sama Aufar." Pintanya dengan nada yang sedikit membentak. Aku sungguh tercengang dengan pernyataannya. Apa?! Keluar lalu meninggalkan mereka berdua?! Dia menyuruhku yang jelas-jelas istri sah nya Aufar?!

Lenganku ditarik seseorang membuatku mengikuti langkahnya. Farez. Dia menarik lenganku menuju pintu untuk keluar. Namun, dia hanya menarik lengan yang tertutup kain, bukan di pergelangan tanganku. Apa dia tau batasan antara laki-laki dan perempuan?

"Gue tau Lo gak suka di sentuh sama cowok." Katanya seperti tau isi pikiranku. Aku menggeleng.

"Ehm, lebih tepatnya sama yang bukan mahram." Ujarku memperjelas membuatnya mengangguk. Kini aku bersamanya diluar kamar. Berdiri bersama di balkon melihat beberapa orang yang masih menikmati alkohol yang mereka minum.

"Lo pasti gak nyaman sama suasana kayak gini." Suara Farez memecah keheningan. Aku tersenyum tipis menatapnya.

"Kenapa kamu narik saya? Bukankah berkhalwat itu dilarang?" Tanyaku tanpa menatap wajahnya. Dia tersenyum.

"Iya. Memang dilarang. Gue cuma gak mau Lo dimarahin Ama cewek itu." Eh, tunggu. Dia tau arti berkhalwat? Aku menataonya tak percaya.

"Kamu tau arti berkhalwat?!" Aku mengerjapkan mata membuatnya tertawa.

"Gue Islam kali." Jawabnya masih tertawa.

"Lo pikir, orang kayak gue gak belajar agama?!" Farez tertawa. Aku menggaruk tengkuk. Kupikir dia sama seperti Aufar.

"Gue pengen minta satu hal sama Lo." Farez masih menatap lurus ke depan. Dia seolah tau bahwa laki-laki tidak boleh menatap sembarang perempuan.

"Lo harus kuat ngadepin Aufar. Mau gimanapun dia, Lo harus kuat. Gue bakal tetep bantuin Lo." Permintaan yang sungguh mencengangkan. Pria itu menoleh lalu tersenyum tipis.

FARWhere stories live. Discover now