Chapter 19

2.2K 437 33
                                    

Perihal Hati
---

Aku merebahkan badanku di atas kasur. Sangat lelah hari ini, bertemu Nanda dan harus berdebat dengannya, lalu bertemu klien-klien yang tidak pernah aku temui sebelumnya.

Ternyata begini rasanya bekerja dikantor. Aku memandang jas hitam yang diberikan Aufar kepadaku tadi. Aku Tersenyum tipis membayangkan wajah datarnya.

Aufar masih berada dikantor, mungkin, dia masih ingin menemui Nanda. Aku menghela nafas lalu menggulir-gulirkan ponsel. Mengetikkan nama Aufar dipencarian Instagram.

Melihat isi Instagram Aufar. Ternyata Aufar bukan tipe orang yang suka mengumbar ketampanannya di sosial media.

Namun, kenapa bio nya bertuliskan nama 'Arga Hamun Ardhani'? Aku membaca bionya dengan seksama. Nama Instagram itu Aufar, tetapi bionya bertuliskan nama Arga. Atau aku salah orang?

Namun, hanya itu satu-satunya Instagram yang diikuti Nanda. Aku menghela nafas. Pria penuh misterius itu selalu membuat pertanyaan-pertanyaan didalam benakku. Aku pun tidak pernah berani bertanya kepadanya.

Aku segera beralih ke WhatsApp ketika ada pesan masuk. Itu dari Bu Wandha. Bu Wandha adalah pengasuh panti asuhan yang berada tidak jauh dari rumah ini.

Bi Suni yang memberitahuku. Beliau sering berkunjung ke panti itu, setidaknya berbagi makanan. Namun, karena bi Suni hari ini pulang ke kampungnya, akulah yang harus menggantikannya berkunjung kesana.

Aku menghela nafas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menghela nafas. Jam menunjukkan pukul 2 siang. Tidur sebentar selama 30 menit untuk merefresh badan sepertinya dibutuhkan. Aku meletakkan ponsel itu diatas meja disebelah kasur lalu memejamkan mata.

***

"5 Panggilan tidak terjawab dari Alfarez"

Aku mengucek mata lalu melihat jam dinding. "Astaghfirullah! Ini udah jam setengah empat!" Aku menepuk jidatku lalu cepat-cepat menuju kamar mandi untuk berwudhu. Segera kulaksanakan sholat ashar.

Kenapa Farez menelponku? Aku memencet tombol "telepon balik." Beberapa saat kemudian, telepon tersambung.

"Lo kemana aja sih? Ayok!" Aku mengerutkan kening.

"Ayok kemana?"

"Panti."

"Hah?"

"Gue disuruh Bu Suni kasih petunjuk jalan buat Lo. Lagian biasanya gue yang nganterin Bu Suni." Aku membelalakkan mata. Bi Suni tidak memberitahuku apapun tentang ini.

"Buruan! Udah lumutan gue nungguin Lo!" Keluh Farez.

"Emm, eh, iya iya. wait a minute!" Aku segera mengganti bajuku dengan gamis pink serta kerudung yang senada. Gamis-gamis warna polos seperti inilah yang seringkali kupakai.

"Wet a menut, wet a menut. Gak usah sok Inggris." Farez terdengar tertawa. Aku ikut tergelak mendengar suaranya. Dasar Farez.

"Kamu bawa supir?" Tanyaku hati-hati.

FARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang