Chapter 36

1.7K 350 23
                                    

Nothing is fine
---

Aku terduduk di kursi panjang ini. Kursi panjang yang berada disudut taman yang sering ku kunjungi. Sesekali melempar batu-batu kecil ke arah danau. Air mataku sudah kering karena menangis sedari tadi. Berkali-kali aku menghela nafas mencoba berfikir jernih.

Abi bilang, Allah memiliki banyak sekali cara untuk menyayangi makhluk-Nya. Entah dengan cara membuat mereka menangis, atau membuat mereka tertawa. Aku tidak tahu bagaimana cara Allah menyayangiku.

Yang jelas sekarang, aku benar-benar seperti manusia yang kehilangan arah. Aku meneguk minum yang kubeli didekat taman itu.

"Oh, disini, ternyata." Aku menoleh ketika mendengar suara berat itu. Suara itu berasal dari Farez, pria yang menjabat sebagai sahabat Aufar. Aku menghela nafas.

"Mata Lo? Lo gak papa?" Tanyanya, raut wajahnya yang semula ceria berubah khawatir. Mungkin, mataku sudah mengisyaratkan bahwa aku sedang bersedih. Aku menggeleng.

"Gak papa." Jawabku singkat.

"Kamu baik-baik aja?" Dia mengulang pertanyaan yang sama, namun dengan kalimat yang berbeda. Aku menghela nafas. Pria itu lalu duduk disampingku.

"Iya, aku baik-baik saja." Jawabku lalu tersenyum tipis.

"Tidak ada manusia yang baik-baik saja, semua berperang dengan pikiran, perasaan, dan ujiannya masing-masing." Kata pria itu membuatku meneteskan air mata, lagi.

"Allah itu menciptakan kita untuk menjadi Khalifah di bumi,"

"Menjadi Khalifah artinya menjadi pemimpin. Nah, untuk menjadi pemimpin, kita harus bisa melewati segala ujian yang ada dengan ikhlas." Aku menghela nafas mendengar segala nasehatnya.

"Bagaimana jika kita tidak bisa melewatinya dan memilih menyerah??" Tanyaku lalu mengusap air mataku. Farez tersenyum.

"Makanya gue bilang, dengan ikhlas. IKHLAS." Aku menghela nafas lagi.

"Sekarang gue tanya, Lo punya masalah apa?" Pria itu menatapku, aku memalingkan wajahku lalu menatap lurus kedepan. Berfikir sejenak.

Sepersekian detik kemudian, aku mengambil test-pack yang ada dikantung gamisku, lalu menyodorkan kepada pria itu. Farez mengerutkan kening lalu mengambilnya.

"Lo-lo hamil?" Aku mengangguk. Wajah pria itu nampak terkejut.

"Terus, apa masalahnya?" Aku meneteskan air mata lagi.

"Nanda.. Nanda bilang, dia juga hamil. Anak Aufar." Aku menghela nafas membuat Farez membuka mulutnya.

"Gila emang tu anak, ya. Lo, Lo jangan percaya gitu aja dong. Lo kan—"

"Ya terus, siapa yang harus aku percaya? Nanda nangis tadi. Aku takut. Aku takut jika anak yang dikandung Nanda itu benar-benar anak Aufar!" Aku terisak membuat Farez menghela nafas gusar.

"Terus rencana Lo apa?", Tanya Farez setelah beberapa saat. Aku menggelengkan kepala. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan setelah ini.

"Mai, Lo udah bisa melewati ini beberapa bulan. Lo gak boleh nyerah sekarang. Masa gini aja Lo nyerah." Farez malah membuatku menangis.

FARWhere stories live. Discover now