Chapter 17

2.1K 421 30
                                    

Pertanyaan Aufar
----

Hujan sedikit reda, aku langsung menancapkan gas lebih kencang. Berlama-lama saat hujan memang tidak baik. Tapi berlama-lama dirumah itu juga tidak baik.

Setelah 15 menit, aku sampai didepan gerbang hitam rumah besar itu. "Untung mbak bawa mantel. Tapi tetep basah mbak, ya Allah. Masuk-masuk." Pak satpam itu menyambutku.

Aku memang tidak memakai helm. Kerudungku basah kuyup karena kupluk jas hujan itu berkali-kali terbang terkena angin. Kubiarkan saja kerudungku basah kuyup daripada harus bertengkar dengan angin.

"Hehe, makasih,pak. Dingin lho, masuk pak."

"Masuk kemana, mbak? Ini kan tempat saya, sebentar lagi juga pulang, gantian shift." Tolak pak satpam itu ramah. Sepertinya memang belum pernah ada yang mengajaknya masuk.

"Ayo pak. Kita minum teh bareng. Kebetulan saya gak punya temen nge teh." Alibiku. Aku tau pak satpam itu kedinginan. Bajunya hanya sampai atas siku, itu pun sebagian sudah basah terkena air hujan.

Pak satpam yang bernama pak Odap itu mengikutiku. Pak Odap memang tidak muda, namun, ia juga tidak terlalu tua. Diusianya yang masih 30 an, dia sudah harus mengabdi dirumah ini.

"Bapak tunggu disini, ya. Saya mau ganti baju dulu." Aku melepas mantelku. Lalu kujemur diluar, meskipun masih hujan, kubiarkan saja mantel itu kehujanan, toh tidak akan rusak.

Pak Odap menggosok-gosokkan tangannya.

"Bi Suni, bisa minta tolong? Tolong buatin teh hangat 3 ya." Pintaku melihat bi Suni yang sedang bermain ponsel di dapur.

"Ada tamu non?" Aku menggeleng lalu tersenyum tipis. Padahal sudah kukatakan berkali-kali untuk tidak memanggilku non. Tapi, Ya sudahlah.

"3, satu buat pak Odap, satu buat bi Suni, satu lagi buat saya. Hehe." Jawabku. Bi Suni sedikit terkejut mendengarnya.

"Minta tolong, ya bi. Karena saya harus ganti baju. Dingin,-"

"Iyaa, eh, non dari mana?? Kok bisa basah gitu?" Aku tersenyum tipis. Terdengar Suara derapan langkah seseorang turun dari tangga.

"Dari mana Lo?" Aku mendongak. Aufar dengan Hoodie hitam dan celana trainingnya sedang berdiri tepat di hadapanku.

"Saya duluan, ya bi Suni. Minta tolong cepat dibuat tehnya. Pak Odap sudah menunggu." Pintaku lalu menundukkan kepalaku. Berjalan melalui Aufar tanpa menjawab pertanyaannya.

Aku tahu seorang istri memang harus izin kepada suami ketika ingin keluar. Namun, bisakah Aufar disebut suami jika sikapnya saja tidak memanusiakanku. Aku menghela nafas lalu segera mengganti bajuku dengan Hoodie pink dan celana panjang.

Segera aku keluar kamar dan menuruni tangga. Pria berhoodie hitam itu masih belum berpindah tempat sejak tadi. Aku berjalan melewatinya.

"Lo belom jawab pertanyaan gue!" Nadanya tetap sama, berteriak. Mungkin memang dia hobi berteriak didepanku. Aku mengangguk kecil.

"Sekarang aku mau minum teh bareng pak Odap sama bi Suni. Kalau mau ikut, ayok. Kalau enggak, yaudah dikamar aja. Aku lagi gak ada mood untuk mendengarkan segala perkataanmu yang menyakiti hati." Jelasku, wajahnya nampak terkejut. Aku menundukkan wajahku lalu berjalan menuju ruang tamu.

Pria jangkung itu berjalan dibelakangku. Aku sedikit terkejut dia malah tidak membalikkan badan menuju kamar.
"Maaf, pak Odap, nunggu lama, ya?" Kalimat pertama yang aku lontarkan ketika aku sudah duduk di kursi ruang tamu.

Bi Suni dan pak Odap tersenyum lalu menggeleng. "Maaf, ya. Yuk diminum tehnya." Mereka mengangguk hampir berbarengan.

"Oiya, tadi aku ke tempat yang sering bi Suni cerita itu. Ke taman ujung jalan." Ceritaku pada bi Suni. "Kenapa gak ngajak saya, non? Saya juga pengen kesana jadinya." Bi Suni mencomot satu gorengan.

FARWhere stories live. Discover now