Chapter 13

2.2K 403 14
                                    

Kehilangan Abi kedua
.
.
.
🍁🍁🍁

"Da, om minta tolong banget, ya.. jagain Aufar, bimbing dia..." Aku yang sedang meneguk es jeruk itu terdiam ketika tiba-tiba om Radit berkata seperti itu, seolah dia sudah tidak bisa lagi berada di sisi Aufar.

"Iya, om.. kita sama-sama jagain Aufar." Ucapku sambil menunjukkan deretan gigi putihku. Om Radit tersenyum.

"Om gak yakin bisa dampingi dia sampai dia benar-benar bisa berubah," om Radit menatap langit-langit. Mengapa aku jadi ingin menangis melihatnya. Aku jadi teringat Abi saat mengucap nasehat-nasehat terakhirnya.

"Sejujurnya, om selalu merasa bersalah seumur hidup... Om gak pernah tahu, seberapa kelamnya masa lalunya. Seberapa susahnya dia keluar dari masa kelam itu.." aku mengerutkan kening. Bukankah om Radit adalah ayah dari anak itu?

Lalu mengapa seorang ayah tidak tahu tentang  masa lalu anaknya?

"Tolong sampaikan permintaan maaf saya kepada Aufar jika saya tidak sempat mengucapkannya.."

"Om, om gak boleh ngomong gitu, loh. Om harus sehat!" Aku meletakkan gelas yang berisi es jeruk milikku di meja dekat sofa lalu mendekat ke arah om Radit.

"Om harus kuat. Bukankah Allah selalu bersama kita? Lalu kenapa kita berputus asa?" Om Radit tersenyum lalu meneteskan air mata. Entah air mata karena terharu karena kata-kataku, atau karena beliau memikirkan hal lain.

"Makasih ya, da..." Aku mengangguk lalu beralih mengupas buah. Tadi pagi bi Suni datang untuk mengantar buah dan mengambil pakaian kotor. Sepertinya pekerjaan rumah sangat banyak sehingga wajahnya terlihat kewalahan.

"Om mau buah apel atau pir?"

"Buah anggur aja." Aku terkekeh mendengar jawaban om Radit. Lalu aku mencuci beberapa butir buah anggur dan menaruhnya di mangkuk kecil. Setelah itu aku memberikannya kepada om Radit.

"Ngelihat om Radit makan buah anggur, Maida jadi keinget kisah Rasulullah," aku tersenyum melihat buah anggur yang ada di mangkuk putih kecil itu. "Memang kisahnya apa?" Aku melebarkan mata.

"Om Radit gak tahu?" Pria itu menggeleng. "Ayo ceritain." Wajah om Radit tiba-tiba berubah menjadi seperti wajah anak usia 5 tahun yang meminta di ceritakan kisah kepada ibunya. Aku tersenyum.

"Jadi, suatu hari, ada seorang pria miskin yang usianya sudah tua membeli anggur. Karena dia sangat miskin, dia hanya mampu membeli segenggam anggur yang dia niatkan untuk diberikan kepada Rasulullah," aku mulai menceritakan kisah yang sering diceritakan Abi dulu.

"Lalu ketika sampai di rumah Rasulullah, Rasulullah sedang berkumpul bersama para sahabat-sahabatnya. Lalu pria tua itu memberikan segenggam anggur yang sudah dia letakkan di wadah kepada Rasulullah," Om Radit tampak antusias mendengar ceritaku.

"Nah singkat cerita, akhirnya Rasulullah makan anggur itu. Satu butir beliau makan. Para sahabat melihat Rasulullah makan anggur, tentunya pengen dong. Lalu mereka menunggu giliran Rasulullah agar menawari mereka anggur itu,"

"Namun, tidak disangka, Rasulullah malah memakan habis semua anggur pemberian pria itu. Pria itu seneng banget dong karena orang yang dicintai, Rasulullah menghabiskan anggur pemberiannya, lalu singkat cerita pria tua itu pulang ke rumahnya..." Anggur di mangkuk yang di pegang om Radit masih utuh. Om Radit sungguh seperti anak kecil.

FARNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ